\\ 02 \\

180 21 7
                                    

Aku masih terpaku di depan pintu saat pekerja gedung yang tadi mengantarku sudah pergi. Aku masih tidak percaya akan tinggal dengan Jake. Sial, bukan? Dari semua orang baru yang kukenal di New York, kenapa harus Jake yang tinggal satu apartemen denganku. Kenapa juga di saat seperti ini, di apartemen yang bagus ini, justru terjadi gangguan teknis yang menurutku tidak masuk akal, dan aku dengan terpaksa harus tinggal sementara dengannya.

"Kau akan berdiri terus di sana? Baiklah, aku akan menutup pintu ini membiarkanmu yang masih berpakaian kantor sendirian di luar dan jangan harap kau bisa masuk setelah pintu ini tertutup," tersadar, aku segera menahan tangan Jake yang akan menutup pintu.

"Aku baru saja akan masuk. Tidak bisakah kau sedikit baik pada teman barumu?!" bentakku. Jake memutar bola matanya, lalu memberiku jalan masuk.

Perlu kau tahu, aku sempat membayangkan kalau keadaan di dalam apartemen miliknya akan berantakan. Tapi, setelah aku masuk, benar-benar mindblown. Jake sangat rapi. Tidak seperti teman laki-lakiku kebanyakan.

"I know you're amazed with my tidy room, but save it later because we need to make a contract before you move in," ujarnya, aku hanya mengerjap tak mengerti. Jake pun mengisyaratkanku untuk duduk di sofa dengannya. Aku menurut saja.

"Tunggu, apa maksudmu dengan kontrak? Aku hanya tinggal tiga hari. Paling lama satu minggu. Kenapa butuh kontrak segala?" tanyaku penasaran.

"Look, you're not suppose to be here. But since this bullshit is happening in this very second, I don't really have a choice." Peracayalah, aku bahkan tidak tahu apa yang dia maksud. "Kau akan tinggal di tempatku ini sampai apartemenmu benar-benar layak untuk dihuni. Which means, aku harus buat aturan dan kau harus menurut pada aturan yang kubuat selama kau tinggal disini." ujarnya.

Apa-apaan orang ini?!

"Tidak adil! Aku lebih setuju kalau kita berdua yang membuat peraturan. Bukan kau saja," sergahku.

"Tapi, aku tuan rumah!" serunya.

"Tapi, aku juga punya hak! Dan untuk memperjelas, aku juga tidak ingin tinggal di sini sementara waktu jika aku tahu aku akan tinggal bersamamu!" balasku. "Aku bahkan jauh lebih memilih untuk tinggal satu ruangan dengan pria tua mesum daripada kau!" mendengar perkataanku barusan, Jake langsung melotot dan bangkit dari posisi duduknya.

"Okay, then. Get up from my fucking couch and get the hell out of my room. Kau benar-benar tidak perlu membuatku mengatakan ini dua kali," ucapnya dengan tatapan dingin.

Apa dia serius?!

Tanpa menunggu jawaban dariku, Jake menyeretku beranjak dari sofa ke arah pintu. Ya, dengan kasar.

"Apa-apaan kau ini?! Hentikan, Jake!" seruku, tapi Jake seolah tak mendengarku. Rahangnya menegang. "Hey, kau menyakitiku, Bodoh! Hentikan ini, atau aku akan melaporkan perbuatan tidak menyenangkan ini!" dan dengan itu, ia menghentikan kegiatannya menyeretku.

"Apa? Kau bilang kau jauh lebih memilih untuk tinggal dengan pria tua yang mesum daripada denganku. Jadi, aku barusan mencoba menolongmu untuk keluar dari tempatku." ujarnya. Aku hanya terdiam mendengar kalimatnya barusan. Salahkan mulutku yang tidak tahu aturan ini, sudah berkata hal-hal aneh seperti itu.

Bagaimana kalau aku benar-benar ditempatkan bersama pria tua yang mesum? Oh, Stupid Lily!

"Oke, aku minta maaf. Tentu aku tidak akan mau jika harus tinggal dengan pria tua yang mesum. Jadi, izinkan aku masuk lagi. Please? Apa kau tega membiarkanku hidup tanpa air dan listrik selama beberapa hari kedepan?" bujukku. Jake hanya mengangkat kedua bahunya, acuh tak acuh.

Undercover DisastersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang