\\ 01 \\

926 46 3
                                    

Perjalanan lima jam yang aku tempuh akhirnya membawaku ke pusat kota New York. Aku, dengan diantar supir tiba tepat saat matahari terbenam. Mobil berhenti tidak jauh dari pintu lobi apartemen yang jadi tempat tujuanku. Martin, supir yang mengantarku pun mulai menurunkan satu persatu tas dan koper yang kubawa dari rumah.

Setelah selesai dengan semua tasku dan dua kardus berisi barang-barang, dua orang satpam menghampiriku.

"Permisi, Nona. Ada yang bisa kami bantu?" tanya si satpam bertubuh jangkung.

"Ah, ya. Aku putri dari Mr. Xanders, pemilik apartemen nomor 921. Aku akan tinggal di sini, Dad sudah memberiku izin dan kuncinya sudah ada padaku. Ini bukti identitasku," jelasku sambil menyodorkan kartu identitasku padanya.

"Baiklah, silakan anda melengkapi form identitas di meja informasi untuk kelengkapan data penghuni, setelah selesai kami berdua akan membantu untuk mengangkat barang ini sampai ke tempat," balasnya sambil mengembalikan kartu identitasku. Aku pun menuruti kata pria ini.

Usai mengisi data diriku, aku mengucapkan terima kasih pada petugas yang membantu melengkapi dataku. Kemudian aku dibantu dua satpam tadi dan ikut mereka berdua segera menuju ke lift dengan barangku. Aku dengan tidak sabar segera menekan tombol lantai dimana tempat tinggal baruku berada, sembilan.

Tidak butuh waktu lama sampai bunyi 'ding' terdengar dan kulihat monitor di lift menampilkan angka sembilan. Aku dan dua orang satpam itu segera keluar dari lift. Kami bertiga langsung menuju nomor apartemen yang kumaksud. Setelah sampai di depan pintu, aku membuka kunci dan dua orang satpam yang membantuku tadi mengangkat barangku sampai ke dalam. Tentu aku juga tidak lupa memberikan tip sebelum mereka pergi. Akupun segera melihat-lihat seperti apa tempat tinggalku yang baru ini.

Rupanya, di dalam sudah ada banyak perabotan. Aku hanya tinggal melengkapi saja untuk kebutuhanku. Awalnya, kupikir apertemen ini tidak besar. Ternyata terdapat dua kamar, satu kamar mandi, dapur lengkap dengan meja makan kecil, ruang tengah, serta balkon berukuran lumayan yang menyuguhkan pemandangan gedung-gedung tinggi. Dad benar-benar hebat dalam memilih tempat dan inilah buktinya.

Tanpa pikir panjang, aku segera membersihkan seisi apartemen dan mulai menata barang bawaanku. Karena aku tahu jika ini kutunda, aku tidak akan punya banyak waktu. Apalagi besok kegiatan pekerjaanku sudah dimulai. Aku tidak mau tempatku berantakan.

Peluh menetes di pelipisku. Sudah lebih dari empat jam aku melakukan kegiatan bersih-bersih ini sendiri. Hanya tinggal memasukkan lima buku lagi dalam rak buku, aku akan selesai. Tiba-tiba terdengar handphoneku berdering.

Mom.

"Halo?"

"Hai, Summer! Bagaimana apartemennya? Kau menyukainya, Sayang?" tanya Mom bersemangat. Aku tersenyum mendengarnya.

"Ya, tentu saja aku menyukainya. Dad tahu benar tempat yang bagus. Aku bahkan bisa melihat gedung-gedung yang tinggi itu langsung dari balkon. Dan tebak apa lagi? Apartemen ini dekat sekali dengan kantor majalahnya! Oh ya, aku baru saja selesai berbenah, Mom." jelasku. Dari sini aku bisa mendengar Mom dan Dad berebut untuk bicara denganku. Aku bisa membayangkan Winter dan Autumn di sana, saling menatap dan memutar mata mereka melihat ulah Mom dan Dad.

"Oh, Summer satu hal yang perlu kau tahu, rumah sekarang begitu sepi sejak kau pergi pagi tadi. Win dan Autumn tidak heboh lagi tanpamu," Kali ini Dad yang bicara. Aku yakin dia tadi berhasil merebut handphone dari tangan Mom.

"Padahal aku baru pergi beberapa jam. Mereka jelas kehilangan aku yang selalu meramaikan suasana. Anyway Dad, doakan hari pertamaku besok tidak terjadi hal buruk, ya." pintaku pada Dad.

Undercover DisastersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang