Belum semenit kintan diam, tiba-tiba masuklah dua orang cowok nyebelin tadi. Aku yang tadinya hanya memasang muka datar, langsung terlonjak kaget dan spontan duduk tegap."Lah, masih pada ngomongin gue nih." Cowok yang lebih tinggi dari yang satunya itu menarik sedikit celananya dan duduk di bangku depan meja ku.(maksudnya meja riri).
"Nih, jepit lo tadi jatoh." Cowok itu menyodorkan jepit hitam persis seperti yang aku pakai pagi tadi untuk menahan anak rambut ku. Kemudian tangannya di taruh di atas kedua pahanya. Membuatnya sedikit membungkuk dan menundukkan kepala.
Melihat itu, aku langsung gugup dan mengambil jepit yang ia sodorkan di atas meja tadi.
"Mau gue ambilin baskom gak?" Dia berkata lagi sambil menolehkan kepalanya menatapku. Cowok itu benar-benar membuatku bingung akan semua tingkahnya.
"Bu..buat apa?" Tanyaku masih dengan tampang judesku, namun lebih terkesan bingung.
Aku bisa merasakan teman-teman ku hanya diam menatap cowok itu dan kemudian saling bertatapan.
"Itu, buat nampung itu." Cowok itu menjawab santai sambil dagunya menunjuk ke arah dadaku. Aku sempat terdiam dan mengikuti arah dagunya. Shit men!
Sadar akan apa yang di arahkannya, sontak aku berdiri sambil tanganku menggebrak meja. Baru aku akan mengeluarkan cercahan padanya, namun sudah dipotong duluan.
"Eitsss, salah ye? Maksud gue buat jantung lo! Dari sini gue bisa denger tu jantung kayak mau loncat keluar karena ada gue disini men." Katanya yang juga berdiri dan dengan pedenya.
Gubrak! Kau benar-benar membuatku salah tingkah saat itu Rean. Lihatlah, bahkan dari mengingatmu saja, kau mampu membuatku tertawa.
"Bu..buahahahahahahaha.. anjir.. bisa aja lu!" Tawa imam tiba-tiba pecah sambil tangannya memukul pelan pundak cowok itu. Dia tidak merespon, hanya tetap berdiri tenang dengan mata menatapku. Sedangkan aku melihat temannya menatap dingin ke arah imam. Membuat imam nyengir takut dan berhenti tertawa.
Aku yang malu karena sudah berpikir yang tidak-tidak tadi, akhirnya melawan gengsi dengan berusaha meminta maaf padanya. Tapi lidahku rasanya sulit sekali untuk mengucapkan sebuah kata 'maaf'. Seperti tak bertuan, tanganku menjulur ke arahnya untuk bersalaman. Percayalah! Tak ada maksud lain, aku hanya ingin meminta maaf.
"Rean." Katanya dengan sigap menjabat tanganku. Dan sejak saat itu aku tahu dia, Rean.
Hah! Kau geer rean ku sayang.
Aku yang sadar ia salah tanggap, langsung angkat bicara.
"Maksudku, maaf. Maaf karena tadi salah menduga dan menggebrak meja didepanmu." Kataku membetulkan.
"Bukan di depan gue. Didepan semua orang." Jawabnya yang bukannya malu karena kepedean, malah menyalahkan ku lagi.
Aku yang sudah bosan dengan semua tingkah konyol nya ini hanya memutar kedua bola mataku jengah, dan duduk kembali di kursi riri.
"Aku pergi dulu yah. kamu jangan kaku banget bahasanya, Nanti Bu Jenab merasa tersaingi." Katanya menirukan bahasa bicara ku.
"Emang Bu Jenab kenapa?" Tanyaku yang sudah mulai santai bicara di depannya.
"Guru BI kan dia?" Dia malah balik bertanya.
"Guru BK, songong." Temannya sontak menoyor kepalanya.
Teman-temanku dan satu orang temannya itu tertawa mendengar kekonyolan Rean. Kalian sudah tahukan, apa yang berbeda dari reanku itu?
"Iyee? Kebanyakan gaul ama BK ni gue, jadi inget tu Bu Jenab mulu dah." Kata rean sambil menggaruk tengkuknya yang aku yakin tidak gatal. Tak sadar, ada sedikit senyum tersungging di bibirku karena ulah si Rean ini.
Rean melambaikan tangannya ke arah ku dan berbalik memunggui ku. Kemudian ia langsung keluar dari kelas riri bersama temannya itu.
"Dih, senyam-senyum gajelas lu. Gue bilang juga apa qil, kesemsem dah lu ama tu cowok kan?" Cerocos Kintan, mengagetkan ku.
"Paan sih? Ya nggaklah! Aku cuma lucu aja sama tingkah nya. Nggak lebih kok." Kataku membela diri. Kintan hanya memajukan bibir bawahnya seakan tidak percaya pada kata-kataku.
"Ngaku dah lo mbel! Gebetan baru kan?" Riri berteriak seakan sengaja agar aku dan kintan dengar.
"Eh berisik banget, kecoa'! Untung tu kepala sekolah kagak denger." Kesal imam pada riri.
"Siapa lagi sih mbel? Kamu gonta-ganti terus deh ya?" Kataku.
"Adek kelas 10 yang lo bilang ke gue kemaren?" Kintan menebak.
"Yap! Dan gue mau kerumahnya besok, jemput dia mau nonton. Uhuyyy!" Si gembel, selalu aja ngabisin uang buat pacaran. "Temenin gue ya besok? Soalnya gue gugup kalo ama die, beda ama yang sebelum-sebelumnya ni." Imam melanjutkan.
"Kagak bisa!" Kintan dan riri menjawab berbarengan.
"Ettdahh, yaudah lu aja qil temenin gue? Yah yah? Plisss!" Imam memohon padaku.
"Iyaa iyaa, tapi kamu jemput aku juga." Jawabku sedikit judes, karena tau imam membutuhkanku saat ini. Haha.
"Aman bos! Di rumah sakit kan ya?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung...
Plisss votmmentt nyaaa😉💞💞💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, Rean
Teen FictionKisah ini diceritakan berdasarkan sudut pandang perempuan yang mendikte masa lalunya tentang cinta klasik anak remaja yang selalu dirundung perasaan bimbang dan penyesalan. Menorehkan potongan-pontongan perbuatan labil anak remaja pada umumnya...