Aku masih tetap duduk di bangkuku. Walaupun Nina sudah mengajakku untuk ke kantin berkali-kali. Aku hanya menjawabnya dengan kata 'sebentar lagi'. Entah mengapa sepertinya aku sangat tak bersemangat hari ini. Tidak tahu juga mengapa.
Masalah kemarin, akhirnya ku izinkan juga Rean untuk tetap pergi. Bukan kenapa, hal itu terjadi karena Rean bilang padaku bahwa ia hanya ingin menemui Jeky untuk membicarakan masalah dia yang sudah jarang ikut berkumpul dengan gengnya. Bukan untuk membahas masalah perkelahian. Dan ia juga berjanji padaku untuk tidak ikut bertempur lagi. Karena itu, akhirnya aku mendewasakan diri untuk memperbolehkan Rean pergi.
"Qil, ini yang terakhir, lo mau ke kantin gak? Gue bareng Dinda aja deh ya?" Nina mengagetkanku.
"Ah iya iya aku ikut" kataku sesegera mungkin bangkit dari duduk ku.
Ketika akan keluar kelas, kami berpapasan dengan Tesa. Aku tahu dia teman sekelas Rean. Dia berjalan dengan temannya yang aku lupa namanya. Aku dan Nina berjalan dibelakang Tesa. Dapat kudengar sayup Tesa membicarakan tugas yang diberikan Bu Desi untuk kelasnya yang sangat banyak. Berkali-kali Tesa mengeluh.
Mendengar itu, aku langsung berpikir Rean. Selama ini bagaimana Reanku itu menyikapi pr-pr nya? Bagaimana Rean menerima pelajaran dikelas? Apakah ia berlaku konyol juga pada guru dan teman kelasnya?
***
Akhirnya bel pulang mengaung juga. Setiap mendengar bel, moodku selalu senang. Pikiranku, aku akan bertemu Rean. Dan aku akan dibuat bahagia oleh perbuatan dan kata-katanya.
"Hai nyonya!" Teriak seseorang dari belakangku. Aku sadar itu dia, Rean. Aku berhenti berjalan. Namun tak menoleh kebelakang untuk melihatnya.
"Langsung pulang? Gak mau ketemu sama ambu ku? Teh pelangsing sudah kubuang." Katanya ketika sudah berhasil menyambangiku.
"Serius? Ambu marah dong teh nya dibuang?" Tanyaku
"Marahlah sebentar"
"Untung cuma sebentar" sahutku.
"Maksudku sebentar-sebentar dia ungkit" sambungnya.
"Hahahahha" apa ku bilang, aku pasti akan dibuatnya bahagia.
"Yaudah ke rumah kamu aja, ketemu ambu sambil buat pr" kataku kali ini.
"Yah nggak mau!" jawabnya cepat
"Kenapa? Tadi kamu yang ajak" kataku.
"Aku mau ngerokok qilla, kalo dirumah takut ketahuan ambu" jawabnya dengan tampang memelas.
"Apa?!" Kubilang dengan nada akan naik pitam.
"Eh eh, kalo gitu takut juga ketahuan kamu hehe" jawabnya dengan cengiran.
"Nggak!" Kataku.
"Iya" jawabnya.
"Iya mu itu bukan untuk saling melengkapi kan?" Tanyaku memastikan.
"Bukan"
"Jadi iya nggak merokok?" Aku seperti wartawan.
Rean hanya mengangguk sambil tersenyum dengan tatapan sendunya seperti biasa.
***
"Kamu mau bikin pr apa emangnya?" Kata Rean memecah keheninganku di atas motor.
"Kamu yang ku suruh bikin pr" jawabku.
"Kok sama?" Katanya lagi.
"Sama apanya?"
"Samaan sama bu Desi." Katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, Rean
Novela JuvenilKisah ini diceritakan berdasarkan sudut pandang perempuan yang mendikte masa lalunya tentang cinta klasik anak remaja yang selalu dirundung perasaan bimbang dan penyesalan. Menorehkan potongan-pontongan perbuatan labil anak remaja pada umumnya...