"Lah ente? Gak siap nih! Lagi, kan gue baru pemanasan. Udah nyosor aja." Katanya sambil menghapus eskrim dimulutnya. Lalu mengelap tangannya di celana yang ia pakai.
"Yeee aku yang mesti nanya! Kamu ngapain disini?" Emosilah, langsung diserbu gitu.
"Lah, rumah gue ini yang." Yang? Sayang? Gila!
"Serius rumah lu men? Lah, lu sapanya vina emang?" Imam angkat suara, membuatku ingat akan keberadaannya.
"Vina? Biasaa, tukang salon gue." Imam membuang sisa ice cream-nya sembarang.
"Siapaan bang?!" Suara dari dalam. Aku langsung yakin itu suara vina. Bang? Ah, gebetan si gembel ini adiknya.
"Bang? Adik lu? Kok tukang salon?" Imam benar-benar bingung.
"Abis, sibuk banget mau motong rambut gue. Ayoklah masuk! kayak keset deh ah, depan pintu."
Aku dan imam duduk sebelahan di sofa ruang tamunya Rean. Vina keluar dari kamarnya. Manis! Vina sangat manis. Pantas saja gembel bilang beda dari yang lainnya. Maklum, imam selalu asal pilih pacar. Tak punya selera tinggi dalam memilih pasangan hihihi..
Maafkan aku imam;)"Maaf yaa lama. Abis, tadi abang makek kamar mandi lama. Jadi aku nungguin dia dulu." Vina bicara dengan muka bersalah.
"Ah gak lama kok, kita juga baru sampe." Imam mengoreksi.
"Yaudah sih. kalo mau pergi, buruan. Gue juga mau ngedate nih!" Kata-kata rean membuatku membelalak. Yakaliii.. ngedate ama siapa?
"Oh kakak ini yang abang bilang bisa nari jaipong bang?" Vina beralih duduk di sebelahku.
"Jaipong apaan? Aku nggak bisa nari jaipong." Aku langsung protes.
"Lah bang rean yang bilang. Dia suka sama kakak karena liat kakak nari jaipong." Vina menunjuk rean.
Kau masih ingat itu Rean?
"Jangan dibilangin juga bagian sukanya adik. Luber dah tu cerita." Rean sengaja menekan nada suaranya pada kata 'adik'.
Rean menyukai ku? Kau harus tau pada saat itu rean, aku senang mendengarnya. Tapi kau juga harus tahu, aku sangat bingung. Mengapa aku senang jika kau menyukaiku?
"Aku nggak bisa menari jaipong. Dan kalaupun bisa, aku nggak akan pernah mau nari didepan kamu." Aku berkata ke Rean mengalihkan pembicaraan agar fokus ke jaipong nya saja.
"Yaudah sihh, pegi deh sono lu vin! Banyak omong dah lu." Rean mendorong vina agar vina cepat pergi.
"Yaudah iyaa ah! Ayok bang imam, nanti kesorean." Vina menarik tangan imam untuk berdiri.
Aku juga ingin berdiri untuk pergi bersama vina dan imam. Setidaknya aku bisa pergi dari hadapan rean konyol ini. Walaupun aku akan menjadi 'nyamuk' jika ikut mereka.
"Eh eh, kamu mau kemana? Udah nggak usah diliatin mereka perginya." Rean berkata dengan gaya bahasa ku dan meraih tanganku.
"Apaan sih? Aku mau ikut mereka." Aku langsung melepas tangan rean dari tanganku.
"Emm, qil lo nunggu sini aja ya? Kan ada Rean? Gak enak juga ntar lo jadi nyamuk qil." Enak saja si gembel ini merubah rencana.
"Lah kan kamu sendiri yang minta tolong aku buat nemenin kamu sama vina?" Aku membela diri.
"Iyaaa, tapi kan itu waktu aku belum tahu kalau vina adeknya rean. Dah yah, kita pergi bayyyee" imam melambaikan tangannya dan meninggalkanku dengan cengirannya.
Aku mengumpat dan memasang wajah kesal ku sembari duduk lagi.
Ingin sekali ku cubit imam sampai suaranya habis karena teriak. Emang dasar remaja labil!(lah emg aku bukan?)."Kamu kenapa gitu? Digigit nyamuk?" Rean kembali memancing emosiku.
"Udah deh! Jangan ngejek lagi!" Aku benar-benar kesal kali ini.
"Siapa yang ngejek? Aku cuma nanya." Rean menautkan alisnya.
"Kamu ngejek gaya bahasa aku kan?!" Ini emosi udah di puncak.
"Ohh itu maksud kamu? Nggak. Aku mau kalo kita lagi ngomong berdua, nggak boleh kasar. Harus pake 'aku-kamu'. Ngerti yah? Pokoknya harus mau. Masa iya, pacaran ngomongnya 'gue-elu'?" Hek? Maksa!
"Apaan sih? Pacaran apaan? Udah deh, diem kamunya!" Maafkan aku rean, kasar sekali aku.
"Bentar lagi, pacaran. Hehe mau minum apa?" Rean berkata pelan lalu berlari ke belakang. Yang benar saja, dia makin berani berkata seperti itu padaku.
"Reannnnn!!" Aku meneriakinya yang berlari kecil menuju dapur.
.
.
."Assalamualaikum. Eh ada siapa?" Suara di ambang pintu membuat ku menoleh dan berdiri.
"Temennya vina ya?" Perempuan itu sekitar umur 40-an dan berjalan mendekatiku. Aku yakin, pasti ibunya Rean. Aku menyalaminya. Baru akan menjawab pertanyaannya, Rean sudah muncul dengan segelas teh di tangannya.
"Ambu kenalin, ini qilla anak ipa 2. Punya temen akrab 3 biji. Dua cewek, satunya lagi pacarnya si vivin." Rean mengenalkanku dengan ibunya.
"Ohh temannya Rean. Kirain si Putri, temennya Vina. Abis dari luar, ambu liat rambutnya sama. Yaudah duduklah minum tehnya qilla." Ibunya rean masuk dan meninggalkanku berdua dengan rean lagi.
Aku meraih gelas teh di atas meja. Menyeruputnya sedikit karena agak panas. Belum sempat aku merasakan teh nya, terdengar suara dari dapur.
"Reannn! kenapa dibuka ini teh pelangsing ambu? Tumpah pula ini dilantai."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung
Jangan lupaa votmment 💋😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, Rean
Teen FictionKisah ini diceritakan berdasarkan sudut pandang perempuan yang mendikte masa lalunya tentang cinta klasik anak remaja yang selalu dirundung perasaan bimbang dan penyesalan. Menorehkan potongan-pontongan perbuatan labil anak remaja pada umumnya...