Malfoy [4]

2.9K 332 10
                                    

This is my first fanfiction. I hope you're happy to read it! ^_^

°°°°

Sebulan kemudian…

Hermione menutup kopernya sambil menghela napas lega. Senyum mengembang di bibir manisnya. Ia sangat merindukan London. Sudah sebulan ia meninggalkan kota tercintanya itu. Hermione mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas sebelah ranjangnya dan mengutik layarnya. Beberapa saat kemudian, ia menempelkannya di telinganya.

"Hello? Ada apa kau menelefonku?" terdengar suara di seberang sana.

"Malfoy, hari ini aku akan kembali ke London. Jadi, aku menelefonmu untuk mengabari bahwa mulai hari ini kita tidak akan lagi bertemu untuk kontrol." katanya panjang lebar.

"Oh ya? Tapi bagaimana kalau kita bertemu bukan karena kontrol?" tanyanya dengan nada menyebalkan. Hermione memutar bola matanya.

"Terserah kau saja, yang penting aku sudah mengabarimu. Okay, aku tutup telefonnya."

"Jangan!!" seru Draco. Hermione mendengus.

"Apalagi, huh?" tanyanya kesal.

"Jangan merindukanku, ya?" tanya Draco dengan nada menggoda.

"Huh!!" dengusnya. Ia langsung mengetuk warna merah di layar ponselnya dan melemparnya ke kasur.

°°°°

Draco terkekeh sejak Hermione menutup telefonnya tadi. Entah kenapa, ia begitu senang mendengar nada kesal dari suara Hermione. Mungkin ia merindukan suara itu.

TOK... TOK... TOK...

Kekehan Draco langsung terhenti. Ia berdeham sesaat lalu menyuruh si pengetuk masuk ke ruangannya. Si pengetuk itu tak lain adalah Caitlynn.

"Dokter Malfoy, aku ingin memberitahumu bahwa pukul sebelas nanti akan ada pertemuan." kata Caitlynn langsung ke inti.

"Pertemuan? Pertemuan apa?" tanya Draco.

"Entahlah, bukan hanya Anda yang dipanggil ke pertemuan, tapi seluruh staff. Dokter Doudge yang menyuruhnya." jawab Caitlynn seadanya. Draco hanya mengangguk.
"Baiklah, aku pergi."

Lagi-lagi, Draco mengangguk lalu gadis itu melenggang ke luar.

°°°°

"Selamat siang, semuanya." seru seorang pria paruh baya yang berdiri di depan ruangan.

"Terima kasih telah datang ke pertemuan hari ini. Aku tahu, kalian semua pasti bertanya-tanya mengapa aku memanggil kalian secara mendadak." katanya lagi.

"Di pertemuan kali ini, aku akan memberitahukan kalian bahwa beberapa dari kalian akan dimutasi ke London. Dan sebelumnya, saya dan beberapa pimpinan yang lain telah memilih sepuluh di antara Anda semua."

Pria paruh baya itu berdeham sebentar lalu mengeluarkan sebuah catatan.

"Sebelumnya, saya mohon setelah saya membaca ini, tidak ada yang protes. Semua keputusan yang telah dibuat adalah sebuah kesepakatan yang tidak dapat diganggu gugat."

Draco yang duduk paling ujung menelan salivanya. Ia berharap, namanya tidak akan disebut. Tangannya mengepal diatas pahanya.

"Dr. Andrew Campbell, Nurse Christina Moore, Dr. Angelina Clearwater, Nurse Gilliana Lewis, Nurse Flora Martin, Dr. Derek Angelo, dan Dr. Draco Malfoy."

°°°°

Who's gonna walk you through the dark side of the morning?

Who's gonna rock you when the sun won't let you sleep?

Who's waking up to drive you home when you're drunk and all alone?

Suara lagu yang diputar di radio menggema di seluruh mobil Draco. Ia tak mendengarkannya. Pandangannya kosong memandang jalanan sunyi di depannya. London, adalah mimpi buruknya. Dan sekarang, pimpinan sialannya itu malah memindahkannya. Sialan, batinnya. Ia memukul setir di hadapannya hingga mobilnya sedikit oleng dari jalan. Sontak, ia terkejut dan membanting setirnya ke arah lain dan kembali di posisi semulanya. Ia mengusap wajahnya dengan kasar dan kembali fokus pada jalanan.

Bodoh, kau hampir saja membunuh dirimu sendiri, batinnya.

Lagu yang diputar radio pun terus berubah seiring perjalanan pulang Draco yang terasa begitu lama. Akhirnya, mobilnya menapaki pekarangan rumahnya yang sederhana, seperti rumah Muggle pada umumnya. Draco mematikan mesin mobil lalu keluar dari dalam kendaraan itu. Seperti biasa, yang menyambutnya lebih dulu adalah kesunyian yang mencekam, Draco sudah terbiasa. Ia menekan bel di samping pintu rumahnya dan menunggu sang tuan rumah membukanya.

"Sebentar!!" teriak seseorang dari dalam, lebih tepatnya seorang wanita. Siapalagi kalau bukan ibunya?

Pintu rumah itu mengayun terbuka dan menampakkan sosok wanita paruh baya yang masih tampak cantik dan segar dari usianya. Ia berambut hitam dengan sebagian aksen pirang di beberapa tempat. Wanita itu tersenyum penuh arti lalu merentangkan kedua tangannya. Draco mendekatkan dirinya lalu memeluk wanita itu. Sesaat kemudian, ia melepasnya lalu wanita itu menariknya masuk.

"Bersihkanlah dirimu, Mom telah menyiapkan makan malam untukmu." katanya lembut sambil mengelus punggung tangan Draco. Draco mengangguk lalu beringsut menuju kamarnya.

°°°°

Aroma makanan lezat langsung hinggap tepat di depan hidung mancung pemuda itu. Perutnya langsung meronta-ronta ingin diberi makan. Oleh karena itu, ia mempercepat langkahnya menuruni satu per satu anak tangga dirumahnya ini. Setelah kakinya menjejak di lantai satu, ia langsung memutar tumitnya menuju ruang makan. Di meja telah tersaji beberapa makanan yang langsung menggoda Draco. Dengan sigap, ia langsung duduk di salah satu kursi dan matanya menjelajah mencari piring kosong yang bisa digunakannya. Setelah mengambil semua makanan, Draco langsung memasukkannya sedikit demi sedikit ke dalam mulutnya.

Tiba-tiba, gerakannya berhenti karena suatu hal, hal yang harus ia beritahu pada ibunya. Tapi, bagaimana caranya?

"Draco, kau tidak apa-apa, nak?" tanya ibunya. Draco mengerjap perlahan, lalu menggeleng sambil tersenyum pada ibunya. Ia juga ikut tersenyum lalu kembali melanjutkan makannya. Lagi-lagi, Draco berkutat pada pikirannya tentang bagaimana ia memberitahu ibunya soal 'itu'?

"Draco?" kali ini, Draco tersentak dan hampir melempar sendok di genggamannya. Ia mengelus dadanya sambil menarik napasnya lalu membuangnya.

"Kau, kenapa Draco?" tanya ibunya dengan ekspresi yang tidak bisa ditebak, antara khawatir, cemas, bingung, atau... panik?

"Aku tidak apa-apa, Mom." jawabnya.

"Kau yakin? Kau seperti sedang tidak apa-apa. Apa ada sesuatu yang sedang kau pikirkan?" Draco menggeleng lemah lalu menunduk menatap makanannya.

"Jangan mencoba berbohong, Mom tahu kau menyembunyikan sesuatu." katanya sambil menatap Draco dengan tatapan mengintimidasi. Draco menghela napas berat tanda menyerah lalu mulai membuka mulut.

"Aku dimutasi ke London."

Singkat, padat, dan jelas. Tapi itu cukup membuat wanita itu terkesiap.

"London?" tanyanya tak percaya.

"Ya, Mom. Kau tak salah dengar. Memang setiap tahun, ada beberapa staff yang dimutasi, dan tahun ini aku yang terpilih."

Merlin tidak berpihak padaku, Mom, batinnya. Wanita itu hanya diam. Ia tahu, cepat atau lambat mereka harus kembali ke London.

Oke, ia sama sekali tak tahan dengan apa yang terjadi bertahun-tahun ini. Melarikan diri dari makian para penyihir lain, seperti seorang pengecut yang lari dari kenyataan.

"Okay, tidak apa-apa." katanya kemudian. Draco menatapnya dengan tidak yakin.

"Mom yakin?" tanyanya. Ibunya mengangguk sekilas sambil tersenyum.

"Bagaimanapun juga, kita harus kembali ke dunia kita yang sesungguhnya." katanya.

°°°°

Hola! Author's back!

Bisa tebak, lagu apa yang di puter radio di mobil Draco?

Okay, thankz for you who vote this chap! 😘😘

MugglesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang