Lihatlah, seorang petani muda yang pergi ke sawah dengan memanggul pacul, tanpa alas kaki, dengan tudung di kepalanya.
.
Terik matahari menyengat, menciptakan bulir keringat, lumpur tanah melekat. Namun demi seorang istri yang baru dinikahinya kemarin ia tetap bersemangat.
.
Lengannya mengusap pelipis, ia memandang ke atas matahari itu, lalu menukilkan senyuman hangat. Upah 20 ribu memang kecil, tapi ia ingin mengajarkan pada kita, bahwa menafkahi bukan soal berapa banyak yang diberi; tapi tentang kesungguhan dan tanggung jawab sebagai seorang suami.
.
Apalah arti uang 20 juta yang dilemparkan ke muka? Di banding uang 20 ribu yang dibelikan nasi uduk sepiring berdua?
.
Lihatlah, istrinya datang menengteng bogem berisi makanan itu. Sang suami duduk di bawah pohon, lalu dibukalah wadah demi wadah oleh istrinya. Sang istri, menuangkan nasi dan lauk ke atas satu piring.
.
Duhai, perhatikan, sang suami mengusap keringat yang menggelinding di pelipis sang istri dengan senyum termanis. Duhai, perhatikan, sang istri mengambil sesuap nasi lalu menyuapkan pada suaminya.
.
Adakah keromantisan dapat dijual dengan segunung emas? Betapa sayangnya, saat suami istri bertemu ketika akan tidur dan lalu berpisah kembali ketika baru saja bangun; demi tuntutan karir dan segepuk amplop.
.
Maafkan, ini bukan kampanye kefakiran. Setiap Muslim harus kaya. Namun, jangan menukar keromantisan dengan harta. Sisihkan waktu untuk bercengkrama bersama pasangan. Mendengarkan keluh kesah istri, atau mencandai sang suami. Bangunlah di sepertiga malam lalu berjama'ahlah. Setelah itu, sandarkan sang istri di bahumu duhai para suami; lalu simaklah hafalan qurannya.
.
Pernikahan bukan tentang berapa nafkah yang diberikan; akan tetapi, berapa ketenangan yang diciptakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Rasa Dan Kerinduan
Non-FictionCerita ini lanjutan dari cerita yg Berjudul Tentang kata dan kita Yg termotivasi dari sebuah kiriman Aby Abdullah izzudin Pemotivasi ku 😊😊 #Repost