#13
"Jadi, Albert sering kesini? Sendirian? Eh.. gitar nya Albert?” ucap Alysa dengan sedikit terkejut saat melihat Albert melupakan gitar yang tadi di pegangnya,
“Nanti biar gue yang kasih ini ke Albert. Ngomong-ngomong, lo ada masalah apa sama Albert, tumben nyariin dia” Devan memegang gitar Albert.
Alysa hanya terdiam, Apa Devan bener-bener tau ya kalo Kirey ada something sama Albert. Benaknya
“Yeh di tanya malah diem. Mm.. apa ini ada urusannya sama Kirey?” Devan menebak pikiran Alysa,
“I..iyaa Van. Lo tau Kirey sama Albert ada hubungan?” tanyanya ragu.
“Iya gue tau kok.” Devan menjawab dengan santai, Alysa mengerutkan dahinya.
Bingung dengan Devan yang hanya merespon dengan santai“Lo tau. Tapi lo biasa aja? Lo nggak berbuat apa-apa? Maksud gue, lo nggak nasehatin Kirey atau lo nggak mutusin dia, maksud gue bukan gue nyuruh lo putus, cuman lo sama sekali nggak ada tindakan? Lo rela perasaan lo dimainin?” katanya dengan agak kesal melihat respon Devan yang biasa saja.
Devan berdiri, berniat untuk pergi “Dari awal gue nggak pernah serius sama yang namanya ngejalin hubungan. Gue bakal bikin dia jenuh. Lalu, dia yang bakal mutusin gue. Selesai.” Alysa terdiam dan ikut berdiri dari duduknya. “Dan akan begitu selamanya” lanjutnya, ia melangkah untuk pergi meninggalkan gadis berkuncir satu sembari meletakan gitar di pundaknya.
“Lo ngebuat seseorang nyaman dan kemudian lo ngebuatnya hancur dengan begitu mudah? Sedangkan, lo tau. Melupakan itu enggak semudah jatuh cinta” ucap Alysa sangat lirih membuat Devan menghentikan langkahnya, menghadap kearah Alysa
“Kata Tia, Albert itu lebih buruk dari lo. Tapi, menurut gue, lo sama buruknya kaya Albert. Sama-sama Cuma mainin perasaan seseorang” lanjutnya.
“Jangan samain gue kayak Albert! Lo tau apa tentang perasaan. Lo cuma cewek sok tau yang sampe sekarang ngejomblo. Mana tau tentang perasaan seseorang.” ketus Devan terdengar kejam di telinga Alysa, lagi-lagi Alysa pun Flashback dengan apa yang ia rasakan dua tahun yang lalu. Bersama orang yang benar-benar ia sayangi, sahabat yang berubah jadi cinta.
“Gue pernah mencintai seseorang. Gue sayang dia. Dia ngebuat gue nyaman. Dia ngertiin keadaan gue. Dia selalu bisa buat gue yakin. dia selalu ngasih apa yang gue pinta. Tapi, satu yang dia nggak bisa kasih ke gue. Yaitu hatinya. Hatinya udah buat orang lain. tempat yang gue ingin udah di tempatin orang lain. gue cuma temen di hatinya dan akan selalu begitu. Di situ gue paham, kalo cinta itu nggak harus saling memiliki namun juga bukan buat dimainin. Dan saat gue tau dia nggak ada perasaan sama gue. Gue belajar ngelupain perasaan gue juga bahkan gue sadar. Ngelupain itu nggak semudah saat gue jatuh cinta sama dia” jelas Alysa sehingga matanya kini berkaca namun ia juga mencoba tersenyum.
“Apa lo pernah ngerasain sakit hati?“ tanya Gadis berkuncir satu, membuat Devan hanya terdiam. Ia mengingat sesuatu. “Heh. Gue rasa nggak. Makanya lo bersikap seenaknya sama perasaan orang” lanjutnya, dan kini Alysa pergi meninggalkan Devan yang masih terdiam dengan memegang erat gitar milik Albert.
***
“Ma, Milla mana?” tanya Mike yang masih dalam keadaan lemas,
“Dia kan masih sekolah sayang, nanti juga kesini kok” jawab perempuan berusia 40an.
“Kamu sayang banget sama Milla ya?” tanyanya balik sambil tersenyum manis.
“Dari dulu perasaan Mike masih sama Ma. Nggak akan berubah, Milla cuma buat Mike dan Mike cuma buat Milla.” Ucapan Mike membuat sang mama tersenyum tipis sembari mengusap kepala anaknya yang masih berbaring di kasur rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lollipop And Cotton Candy [Completed]
Teen Fiction[Telah direvisi] "Jangan lagi tanya 'Kenapa' karena udah jelas, gue nunggu lo karena gue sayang sama lo. Gak butuh alesan untuk sayang sama lo.." - Devan Edgar Wijaya (Lollipop And Cotton Candy ©2017)