24-Ibu dan bang Obiet

110 6 1
                                    

Waktu itu, aku hanya hilang arah dan belum bisa kembali. Hakikatnya seorang ibu, tidak akan ada yang benar-benar bisa melupakan anaknya.

**

Suara heels yang beradu dengan lantai marmer mengkilat menggema, membuat hampir setiap pasang mata akan menoleh dan menatapnya lebih dari tiga detik. Ialah perempuan berdress putih dengan pita berwarna merah darah yang melingkar sempurna dipinggang rampingnya.

Siapapun, jika ia normal akan berdecak kagum dengan kecantikan sang perempuan. Didepannya, laki-laki bersetelah jas hitam dengan dasi formal berwarna hitam pula, memimpin jalan. Sesekali tersenyum dan membungkukkan kepalanya.

Keduanya seperti sepasang raja dan ratu yang sempurna malam ini. Si perempuan yang cantik jelita dan si laki-laki yang tampan rupawan.

Tapi, tidak ada yang sempurna didunia ini. Kecuali jika engkau mensyukuri segala apa yang kau punya, maka hidupmu akan terasa lebih sempurna karena segala hal yang pas dan tepat pada porsinya. Namun, bukan hidup namanya jika tanpa lika-liku panjang.

Melina memekik senang begitu ber-cipika-cipiki dengan Zevana. Gadis itu teramat terlihat cantik, dengan potongan dress di bawah lutut yang sederhana tapi terkesan mewah dan elegan.

"Tante bersyukur Bani ketemu kamu, Ze," bisik Melina yang tengah menemani suami dan anak lelakinya mengobrol dengan para pemilik saham di QnD Comporation.

Zevana tersenyum, entah bagaimana Melina selalu memiliki cara yang membuat gadis itu nyaman berdekatan dengannya.

"Kakak kamu dateng?"

Zevana mengangguk.

"Jangan grogi gitu, Bani nggak mungkin ninggalin kamu sendiri kok. Tante tau, kamu ngerasa asing banget kan,?"

Gadis itu kembali mengangguk dan tersenyum. "Yang dateng banyak banget, Tan,"

"Iyah, sama kayak kamu. Tante juga sebenernya pada nggak kenal mereka sih," Melina berbicara setengah berbisik. Kemudian kembali menyungingkan senyumnya.

Memang bukan Melina namanya jika ia tidak berpikiran aneh dari para ibu lainnya.

Arbani tersenyum, menatap lawan bicaranya yang bercakap-cakap dengan ayahnya. Hampir separuh dari tamu undangan yang datang Arbani kenal. Separuhnya lagi tidak begitu ia hafal namanya, seperti pembicaraan khas pengusaha. Kebanyakan mereka akan berbicara bagaimana kondisi pasar dan harga saham terbaru, walaupun ia begitu tau hal apa saja yang dibahas tapi Arbani sendiri bosan dengan topik pembahasan.

Laki-laki itu menoleh, menatap gadis yang tengah berdialog serius dengan ibunya, ia lantas menggelengkan kepalanya dan ikut tersenyum ketika gadis itu tersenyum walau sebenarnya ia tidak tau topik apa yang tengah dibicarakan.

Melina terkekeh begitu mendengar cerita Zevana mengenai tingkah Arbani yang unik menurutnya. "Tante tinggal temenin om dulu yah, kamu nyusul Bani aja, Ze,"

Zevana mengangguk, berjalan ke arah Arbani yang memperhatikannya. Entah kenapa jantungnya berdetak tidak karuan setelah baru saja melihat senyum tipis Arbani.

Story Of SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang