36- Long time no see

86 8 0
                                    

Disini, hanya sisa kenangan. Selebihnya terserah padamu. Ingin bertahan atau pergi melupakan

**
-6 years ago-

Arbani mengetuk-ngetuk layar handphone miliknya, berulang kali laki-laki itu mengacak rambutnya. Nafasnya gusar, entah sudah yang ke berapa ia melirik jam tangan hitam yang melingkar pas di tangan kirinya. Laki-laki itu tengah menunggu seseorang, hingga kopi yang ia pesan mulai mendingin. Dan lebih dari setengah jam ia duduk dengan perasaan khawatir.

Lonceng yang terpasang di atas pintu masuk caffe berbunyi. Tanda seseorang baru saja masuk ke area caffe. Arbani mendongak, seulas senyum terbit dari bibirnya. Rasa penat dan kesalnya menguap begitu saja. Seseorang yang dari setengah jam yang lalu ia tunggu kini duduk di hadapannya.

"Lama nggak? Sory yah, tadi kejebak macet. Parah banget macetnya,"

Arbani masih tersenyum, matanya fokus pada gerak-gerik orang yang berada di hadapannya. Laki-laki itu seperti terhipnotis hingga tidak lagi merasakan suara bising para pengunjung caffe.

"Ar, lu marah yah? Kok bengong? Maaf banget yah,"

Panggilan itu, jarang sekali ada yang memanggil Arbani dengan sapaan 'Ar' kebanyakan para rekan bisnis dan teman-temannya memanggilnya dengan sebutan 'Bani', ah yah dia tentu saja berbeda. Bukan teman maupun rekan bisnis Arbani.

Hening. Hanya back sound lagu all of me yang mengalun merdu. Untuk beberapa detik, Arbani baru sadar. Orang dihadapannya benar-benarnya nyata, bukan lagi ilusi yang sering ia bayangkan.

"A-a.. Mau pesen apa?"

Pertanyaan bodoh. Umpat laki-laki itu. Seluruh kata-kata yang ia rangkai tadi malam musna begitu saja hanya karena melihat bola mata kecoklatan yang ada di hadapannya. Demi tuhan, ia bukan lagi anak SMA yang pertama kali nge-date. Oh, apakah ini bisa di sebut nge-date? Entahlah.

"Mango fload aja,"

Dan senyum itu seperti menghantarkan jutaan volt listrik yang membuat Arbani dikerubungi kupu-kupu dan mengajaknya terbang sampai ke langit ketujuh sekalipun.

Waiters sudah mengantarkan pesanan dua belas menit yang lalu. Namun kedua manusia itu masih saja terdiam. Tidak ada diantara mereka yang memulai pembicaraan, lebih tepatnya belum ada. Benda elektronik berbentuk persegi di tangan masing-masing sepertinya lebih menarik saat ini.

Keduanya masih sibuk dengan pikiran masing-masing dan saling melempar tatapan ke sekitar meja yang mereka tempati. Sedikit mengusir rasa canggung, meskipun kenyataannya hal itu tidak mengubah apapun.

Salahkan Arbani, sebagai seorang laki-laki ia terlihat seperti pengecut karena membiarkan kediaman yang menyelinap berlangsung lama. Yang ada dipikirannya adalah, ia bingung topik apa yang harus ia angkat sebagai awal pembicaraan. Meskipun bibirnya gatal ingin menanyakan ribuan pertanyaan yang berkecamuk dan menganggu hatinya, nyatanya tidak ada satu katapun yang berhasil ia keluarkan.

Setelah sedikit mengeser letak duduknya, Arbani berdehem. Membuat lawan bicaranya menatapnya sambil mengaduk mango fload itu.

Mangga?! Buah kesukaan gadis itu bahkan tidak berubah sama sekali. Gadis? Ya, Arbani bersama seorang gadis sekarang.

"G-gimana kabar butik lu,?"

Bodoh. Kenapa harus pakek gugup tai ayam segala sih?!. Umpatnya.

Story Of SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang