15-Love? This my game

160 9 4
                                    

Wowo.. Romeo a.k.a kakak Ozy, cekidot!!
Budayakan vote and comment.

Berpura-puralah jatuh cinta, hingga kau merasakan cinta itu sendiri dan lupa akan kepura-puraanmu. Cinta tumbuh karna terbiasa, terbiasa melihatnya setiap hari dan terbiasa menemukannya setiap bangun tidur. Hanya sesederhana itu cinta, menjadi mahal karna kedua manusia yang berbeda dan saling menghargai.

(Love me like you do)

**
Zevana mengejapkan matanya beberapa kali, sinar matahari yang menerobos melalu jendela cukup membuat matanya silau. Setelah sepenuhnya sadar, gadis itu memekik kaget begitu melihat dirinya tengah tidur di tempat yang bukan tempat tidurnya, bukan pula kamarnya.

Kamarnya bercat brown bukan navy. Dengan gerakan cepat Zevana menoleh ke sisi kanan ranjang yang terpampang pigora kecil dengan foto Arbani, Ozy dan satu laki-laki --yang Zevana tidak tau namanya-- tengah terseyum lebar. Ketiganya bergaya seperti candid.

Pupil mata Zevana melebar begitu menyadari seragam sekolahnya tergantung di soffa, dengan segera gadis itu menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Untungnya ia menggunakan kaos oblong dan celana trening milik laki-laki. Tunggu dulu, Apa?! Siapa yang menganti bajunya? Zevana melotot begitu melihat laki-laki yang tertidur pulas di atas karpet dekat dengan soffa yang tak berkaki dimana bajunya tergantung.

"Aaaakkk..!!" jerit gadis itu reflek.

Arbani tersentak dari tidurnya hingga ia terduduk, dengan nyawa yang belum terkumpul sempurna laki-laki itu menghampiri tempat tidur dimana Zevana masih berbaring dan memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya sampai leher.

"Jangan mendekat!! Atau gue bakal teriak lebih kenceng lagi,"

Arbani mengucek matanya sebentar, setelah memastikan ia sadar betul dari rasa kantuknya. Laki-laki itu lantas duduk di mini soffa berwarna putih yang terdapat di kamarnya.

"Oh, lu udah bangun?"

"Ke-kenapa gue bisa ada di sini? S-siapa yang ngantiin baju gue? Dan kenapa elu sama gue satu kamar?" Zevana berbicara setengah berteriak. Membuat Arbani terusik dan menutup telinganya.

"Lu bisa nggak sih ngomong biasa aja? Nggak usah teriak-teriak," hening beberapa saat. "Yang gantiin baju lu tadi Salsa, lu nggak inget kalau lu tadi pingsan di rooftop? Lu amnesia? Atau pura-pura?"

Zevana tampak berpikir beberapa saat, lalu tangannya meraba kulit kepalanya. Dan benar, ia meringis merasakan kulit kepalanya yang mengelupas dengan bercak darah disana. Berarti kejadian beberapa jam yang lalu itu nyata? Tapi mengapa ia bisa ada di kamar milik Arbani?

Arbani yang melihat Zevana meringis setelah memegang puncak kepalanya langsung berdiri. Berjalan ke arah Zevana, membantu gadis itu duduk. Dengan perlahan ia membuka ikat rambut Zevana dan sukses melebarkan matanya begitu melihat beberapa kulit kepala Zevana yang mengelupas dan mengeluarkan darah. Rambutnya terpotong tidak rapi dan rontok yang berlebihan.

"L-lu-- kok bisa kayak gini sih?"

Zevana hanya merundukan kepalanya dan mengaduh jika laki-laki itu memegang kulit kepalanya yang terluka.

"Maunya apa sih si Zulfa? Heran gue," Arbani mengerutu. Ia mengambil kotak P3K yang mengantung di dekat walk in closet dan mengambil betadin lengkap dengan kapas dan perban.

"Ini gimana sih makeinnya kalo di kepala?" Arbani mengangkat perbannya.

Zevana menggeleng, mengigit bibir bawahnya. Bukan karena perih di kulit kepalanya tapi karena jantungnya yang berdetak tidak karuan. Lihat, bahkan mereka tidak melakukan kontak fisik berlebihan tapi hal itu sudah membuat Zevana jantungan.

Story Of SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang