Esok lusa,
Jika takdir telah menuliskannya
Yang pergi akan kembali
Yang dilupakan akan teringat lagi
Pun yang dilepaskan akan dimiliki
Dengan skenario terbaiknya
-Tere Liye-**
Helaan nafas terdengar samar, laki-laki itu masih tetap pada posisinya, mengamati gadis berseragam putih abu-abu yang tengah tidur dengan tenangnya itu.
Tangannya gatal, ingin mengusap rambut hitam tergerai yang dimiliki gadis itu. Namun diurungkannya, ia takut menganggu tidur sang gadis.
Diamatinya lebih lama lagi wajah teduh yang menyenangkan itu. Matanya terpejam, mata yang biasanya menatapnya tajam ataupun melotot lucu padanya. Tapi mata itu pula yang beberapa hari ini terlihat sayu dan penuh guratan kekecewaan.
Ia mendengus, menatap gadis itu yang kini mengeliat dan pelan tapi pasti membuka kelopak matanya. Dengan gerakan slow motion ia mengejapkan matanya.
"Lu ngapain ngeliatin gue? Bukannya bilang kalo udah nyampek," gadis itu mengerutu.
"Kenapa gue berasa kayak supir?"
Zevana mencibir, turun dari mobil terlebih dulu diikuti Arbani yang mengekor dibelakangnya.
Keduanya memasuki lift yang terdapat dua orang perempuan di dalamnya, "gue tadi tidur udah lama?"
Arbani menoleh, menatap gadis berseragam SMA itu dengan alis yang terangkat satu, "nggak sadar yah, gimana iler lu menuhin mobil gue, huh.. Untung sayang,"
"Enak aja, gue nggak ileran yah,"
"Sok tau, lu kan tidur. Mana ngerasa cobak?"
Zevana memberengut, mengibaskan rambut panjangnya ke arah Arbani dengan sengaja, membuat laki-laki itu menghindar dengan mundur beberapa langkah. "Biasa aja tuh rambut,"
Ting.
Pintu lift terbuka, dua orang itu lalu masuk ke apartemennya masing-masing.
Zevana membanting tubuhnya di sofa yang di duduki oleh Bayu yang tengah fokus menatap siaran MotoGP di tivi. "Bau deh, lepas dulu tuh kaus kaki. Jorok lu kak,"
"Diem deh," sergahnya, gadis itu terlihat lebih banyak mengerutu dari pada diam.
Hari ini, ia terpaksa harus ke sekolah untuk latihan sastik menjelang pensi kelulusannya yang tinggal beberapa hari lagi.
Gadis itu bangkit ke dapur, mengambil air dingin dari kulkas. Berharap bisa sedikit mendinginkan hatinya, dengan pelan ia memijit pangkal hidungnya. Akhir-akhir ini, Bima memang sudah tidak lagi menganggunya. Ia sendiri juga tidak tau, tapi hal itu cukup efektif untuk mengubah mood Zevana ketika latihan sastik.
Sebenarnya bukan itu yang ia pikirkan saat ini. Ia lebih memikirkan seorang laki-laki paruh baya yang tiga hari yang lali ia lihat disebrang jalan apartemennya. Laki-laki berpakai biasa yang terus melihat ke arahnya. Laki-laki yang seperti ayahnya, Reno.
Kenapa setelah hampir delapan tahun menghilang laki-laki itu kembali muncul lagi?
**
"Gimana hasil test lu,?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Sky
RomanceDidedikasikan untukmu yang abai, untukmu yang tidak ingin membahas perasaanmu sendiri. Tentang langit yang menjadi background seluruh ceritamu. Dan juga tentang bentuk darimu. Dan segala hal tentangmu.