"pagi fan" sapaku ramah pada teman sebelah bangku-ku. Tidak ada jawaban. Ternyata, ditelinganya terpasang earphone yang tersambung dengan ipodnya.
"yeh, pantes kacang" gumamku pada diri sendiri akhirnya.
Suasana kelas sudah ramai, walaupun ini masih terbilang cukup pagi. Entah apa yang membuat anak-anak ini datang lebih awal daripada biasanya. Bagus sih, jadi gak sepi, pikirku.
Karena bosan tidak ada teman bicara, aku memikirkan hal jail yang sebenarnya daritadi ingin ku lakukan. Sayangnya, malaikat di sebelah kananku ini daritadi menang.
"Ta―" katanya setelah di telinganya tidak terpasang earphone lagi. Ia menoleh ke arahku. "mulai deh iseng" gerutunya. Aku hanya terkekeh melihatnya mengomel.
"yeh, lagian daritadi gue dikacangin. Sedih deh gue" sahutku dengan nada yang agak dibuat-buat. "dengerin apaan sih, ampe serius gitu?"
"home is in your eyes" jawabnya tanpa menoleh ke arahku.
"aduh Faniaaaa, gak ada yang lebih menyedihkan lagi tuh lagu?"
"gue suka melodinya"
"halah" cibirku. "melodi apa lirik?"
Belum sempat aku mengeluarkan cibiran-cibiran lain. Bu Ida, guru Fisika kami masuk.
"keluarkan kertas ulangan, hari ini kita ulangan 2 bab sekaligus" katanya dengan santai, sambil mengeluarkan setumpuk soal.
"shit" umpatku dalam hati.
**unspoken**
Perutku sudah keroncongan. Jam istirahat kali ini ku pergunakan untuk merangkum sekaligus mengerjakan tugas dari bu Ida yang harus dikumpul siang ini. Bukan hanya aku sendiri, melainkan seluruh siswa di kelasku.
"Fan....kantin yok" bujukku pada Fania yang terlihat masih serius. Aku mengguncang-guncangkan tubuhnya. Tapi tidak ada respon.
"Fan....udah laper nihhh"
"mm bentar tanggung" jawabnya sambil terus mengerjakan tugas mengerikan itu dan mengabaikan gangguan-gangguan yang sudah kuluncurkan sedari tadi.
"udah laper banget iniiii, gabisa konsen" rengekku. Tiba-tiba Fania mengeluarkan sebungkus besar cokelat dari dalam tas-nya.
"nih" Ia menyodorkan padaku. "mau gak?"
Dengan satu gerakan cepat, aku mengambilnya dan langsung membuka bungkusnya, tanpa menunggu aba-aba dari sang pemilik. Toh, tadi sudah ditawarkan kok.
"thankyouu, haha" aku masih menikmati coklat di genggamanku itu. Melumatkannya dimulut, merasakan sensasi tersendiri saat cokelat itu lumer, manis. Aku selalu suka cokelat―apalagi kalau gratis.
"tumben banget bawa cokelat"
"gue ga bawa" jawab Fania sambil terus mengerjakan tugas dari si guru killer itu. Rajin amat nih anak, tumben.
"lah terus?"
"dari Bayu"
Mendengar nama Bayu aku langsung terduduk menghadap ke arah Fania.
"WHOAAA YANG BENER FAN? LO DIKASIH COKELAT SEGEDE GABAN GINI DARI BAYU?" kataku bersungut-sungut. Namun, aku malah mendapat cubitan keras di lengan atasku.
"sakit" kataku merintih.
"lagian lo, gausah keras keras gitu kali" katanya.
"yaudah maaf, cuma terlalu excited"
Tiba-tiba bel pertanda istirahat telah selesai berbunyi.
"Demiapa cepet banget?" kataku tak percaya. Aku melirik jam yang tergantung di dinding belakang kelas, dan, memang sudah saatnya masuk.
**unspoken**
"selamat siang bu...." ucap seluruh siswa di kelas berbarengan.
"SELESAII JUGAAAA...." teriakku lega setelah melihat guru mata pelajaran terakhir meninggalkan kelas. "Fan, abis ini lo kemana?"
"les gue" ia mengemasi barang-barangnya yang tadi berada di atas meja dengan buru-buru. sedang aku? masih duduk menyimak kejadian hari ini yang seolah terasa cepat.
"Ta, gue duluan ya" kata Fania sambil menggantungkan tas di lengannya. Setelah berada di ambang pintu, ia berbalik menghadapku. "udah ditungguin tuh Ta" ia menarik kedua sudut bibirnya ke atas.
"hah? gue ga dijemput kok Fan"
"liat aja tuh" ia memajukan bibirnya, ke arah-- Revan. "dah Ta" katanya padaku. "jagain Rinta, dia aneh banget hari ini, efek Fisika kayaknya" bisiknya pada Revan, namun aku masih tetap bisa mendengarnya.
Setelah itu, Revan masuk ke dalam kelasku yang tinggal berisikan tiga orang.
"lama banget sih lo" katanya saat aku tengah merapikan semua bukuku dengan gerakan lambat. "kayak siput" tambahnya.
aku menatapnya sinis, "lah gue kan gak minta tungguin"
"tapi gue mau nungguin" ia mengulas senyum jahilnya.
"gue gamau ditungguin"
"tapi gue udah terlanjur nunggu"
Aku mendengus pelan. Malas untuk beradu kalimat kali ini.
"jadi?" tanyaku pada akhirnya.
"lo ikut gue"
"dih, mau nyulik gue ya?" aku berjalan ke luar kelas dan Revan masih menyamakan langkahnya denganku.
"kalo gue penculik, udah ketangkep duluan kali kalo begitu" setelah itu tidak ada diantara kami yang bersuara hingga kami telah berada di lantai bawah.
Ia berbatuk pelan, "jadi lo ikut kan?"
"kemana?" aku menghentikan langkahku.
"nyari kado"
"kado? siapa yang ulang tahun?"
"adek gue, dasar pikun" ia menoyor kepalaku. Alhasil, aku mengusap-ngusap pelipisku. "udah yok" ajaknya.
"astaga Revan, gue lupa, sumpah gue lupa" sekarang, giliran aku yang membuntutinya menuju parkiran.
"ya emang lo kan pikun"
"heh sembarangan" aku memukul bahunya, tapi tidak di notice sama sekali.
"ayok naik" tanpa sadar, Revan sudah berada di atas motor besarnya-yang-susah-untuk-dinaiki. "wei ayok buruan"
"yaelah sabar dikit kek" akupun mengikuti perintahnya.
**unspoken**
Kami sudah berada di salah satu pusat perbelanjaan di bilangan Jakarta. Belum ada gambaran sama sekali di benakku perihal kado yang akan ku berikan.
Sibuk mataku mencari-cari barang yang sesuai tiba-tiba ada suara menginterupsi.
"Revan!" sedikit berteriak ia memanggil nama Revan dari kejauhan.
Setelah ia mendekat barulah ia sadar bahwa Revan tidak sendirian kesini.
"eh, hai Rinta"
---------------------------------------------------------------------------
a/ n: olaaa!! tangan gatel pengen update walau gaada yg baca. gamasalah lah. dikit banget ya? wkwkwk maklum masih amatiran, key?. Btw, makasih yang udah meluangkan waktunya untuk membaca tulisan nan absurd ini /padahal gaada yg baca/ wkwkwwk. Lagi ujian praktek nih, minggu depan ujian sekolah. Abis itu UN!!!!!!! doakan yang terbaik yaaa;3 terimakasiiiiii
VOTES selalu diharapkan. *hugs*
comment kalo mau lanjutannya sesuai harapan. ty.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNSPOKEN [edited soon]
Teen Fiction"Karena tidak semua kata hatimu dapat kau suarakan"