tujuh

1K 80 12
                                    

"Mamaaaaaa Rinta telat lagi kan tuuhhh" teriak ku sambil tergesa-gesa menuruni anak tangga. Membuat suara gaduh akibat injakan kakiku.

"Kamu tuh ya, udah gede tapi masih manja. Kan mama udah suruh pasang alarm. Buat apa dibeliin jam kalo gitu" cerocos mama tak henti-henti. Membuat isi kepalaku makin berantakan.

"Iya mama ku sayang. Kepala rinta puyeng nih dengernya. Dah yaa maa. Aku berangkat" setelah pamit, aku buru-buru ngacir keluar rumah.

Sial. Mas Razan gak nungguin lagi, umpatku dalam hati.

Aku berjalan sampai gang depan kompleks untuk mencari angkutan yang dapat membawaku tepat waktu ke sekolah. Untuk kesekian kalinya, aku melirik jam tangan biru yang terpasang di lengan kiri. Berharap saat aku menengoknya lagi, waktu mundur beberapa menit saja.

Di jalan, aku merapikan dasiku yang tadinya belum terpasang. Rambutku kuikat asal. Sekarang ini penampilan tidak ku gubris, yang terpenting sampai tepat waktu.

Saat mataku menemukan ojek di tepi jalan, langkah kakiku ku percepat. Lega rasanya.

-

-

**unspoken**

-

-

Setelah turun dari ojek dan membayar, aku lari terbirit-birit, takut sampai gerbang ditutup lebih dulu.

Saat sudah berada di halaman sekolah, perasaanku lebih membaik. Yey, tidak kena omel.

Nafasku masih tak beraturan akibat sprint dadakan tadi. Badanku juga agaknya lemas.

"Lo abis ngapain ta?" Tanya fania sambil mesam-mesem di depanku. "Olahraga?"

"Iya, gue lari pagi" jawabku sambil terus memperbaiki deru nafas.

"Gue tiap hari lari" aku menatapnya intens, "lari dari kenyataan"

"Yeehh dasar abege galau. Kerjaannya nge quote galau. Paling hape lo isinya juga foto-foto dari tumblr-tumblr gitu deh"

"Karena menjadi kuat adalah satu-satunya pilihan cewek-cewek tumblr" nadanya dibuat-buat.

"Udah gila beneran kali lo ya. Pusing gue"

-

-

**unspoken**

-

-

Bel istirahat sudah berbunyi. Siswa-siswi berhamburan memenuhi kantin dan lorong-lorong, berbeda hal dengan aku dan fania. Kami masih duduk di tempat kami sambil memakan bekal yang dibawa fania.

"Fan, gila martabaknya enak banget" ujarku sambil melahap habis martabak cokelat keju di hadapanku.

"Iya dong" jawab fania

"Darimana? Tumben"

"Bokap gue tau tuh, dirumah yang doyan gue doang, yaudah gue bawa. Gue inget kalo lo suka"

"Bangetttt" sambutku

Tiba-tiba, Revan memasuki kelas kami dengan wajah ditekuk.

"Bad day!" Ujarnya

"Lo kenapa mukanya udah kayak keset" tanya fania. Revan beberapa kali berdecak. Nampaknya, suasana hatinya kini sedang buruk.

"Kenapa van? Eh itu buku apa?" Tanyaku kini.

"Gue dihukum ngerjain soal ini" ia menunjuk bagian soal, lalu membaliknya, "ini juga...ini...dan ini"

"Anjir banyak bener. Kenyang kenyang deh tuh hahahaha" ledek Fania.

UNSPOKEN [edited soon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang