delapan

841 74 4
                                    

Gimana cover barunya? haha xx maap jelek dan maap kali ini pendek. Enjoy, guys!

Seragam sekolah masih melekat di tubuhku. Hari ini aku berniat menjenguk Revan lagi, kemarin malam saat aku sudah pulang dari rumah sakit, mamanya meneleponku untuk memberitahukan keadaan Revan yang sudah siuman. Kata dokter ia hanya syok ringan dan setelahnya butuh pemulihan dengan istirahat. Tidak begitu parah menurutnya.

Langkah kakiku kupercepat setelah sebelumnya aku berniat menemui Raka untuk meminta penjelasan. Tapi aku tau itu akan berakibat buruk dengan emosiku sekarang. Tidak terima kedua sahabatku diperlakukan buruk olehnya, rasa-rasanya aku ingin menonjok wajahnya yang tampan itu hingga tak berbentuk. Wajah sangat tidak sepadan dengan kelakuan busuknya.

Sebelum aku mulai benar-benar meledak, aku menghampiri Fania yang sudah menunguku di parkiran. Kami sudah janjian untuk menjenguk Revan bersama.

"sorry, lama ya Fan?" kataku.

ia mengecek jam ungu yang dikenakannya, "hmm kalo 20 menit menurut gue sih gitu"

"yaah maaf deh, udah yok buruan"

"hell-o Rinta, harusnya gue yang bilang gitu"

-

-

**unspoken**

-

-

Derap langkah kakiku terasa berat di rumah sakit, terlebih karena sepertinya tadi aku melihat kehadiran Zeva disini.

"Ta, lo duluan gih masuknya, gue mau nelpon Bayu, siapa tau dia mau kesini" Kata fania sebelum kita sampai di kamar inap Revan yang berada di lantai 3.

"kenapa ga daritadi si?"

"yaelah lupa ta"

"yaudah, jangan lama yaa"

"siip"

Pintu lift terbuka, aku masuk dan segera menekan tombol lantai kamar Revan. Denting berikutnya pintu lift terbuka lagi, kakiku mulai menapaki koridor bercat putih dengan sedikit nuansa hijau itu.

Sekarang yang ada di kepalaku adalah pertanyaan : mengapa tadi aku melihat zeva.

Apa dia menjenguk Revan juga? ah, aku menggelengkan kepala tidak mau terlalu ambil pusing, toh apa salahnya jika Zeva menjenguk. Apa hak ku melarangnya? oh ya aku dan Revan memang hanya sebatas teman, teman dekat dan tidak ada masalah dengan itu. Tidak lebih.

Dingin. Yang kurasa saat menyentuh kenop pintu kamarnya.

Krieek..... suara pintu terbuka.

Kudapati ibunda Revan sedang duduk di sofa panjang berwarna abu-abu yang diletakkan tidak jauh dari ranjang tempat Revan berbaring.

Wangi rumah sakit. Walaupun tidak begitu nyaman, tetapi aku menyukainya.

"soree tante" sapaku pada ibunya Revan, ia langsung menoleh lalu menghampiri dan memelukku.

"hai sayang, kamu langsung dari sekolah?" jawabnya lembut. Ibunya Revan selalu menyenangkan dan penuh kehangatan. Dan itulah yang kutemukan pada sosok anaknya.

Aku mengangguk, "kamu sendiri?--eh sini duduk, duduk"

Kuikuti untuk duduk di sofa abu tadi, "nggak kok, tadi bareng Fania, terus katanya dia mau nungu Bayu dulu dibawah"

"ohh gitu, kebetulan nih, kalo gak keberatan tante mau pulang dulu sebentar, naro pakaian kotor. kamu mau jagain Revan dulu gak?"

"maa aku bukan anak kecil yang harus dijagain lagii" suara Revan. Entah mengapa aku merindukannya, "lo juga, masuk gak nyapa gue gitukek apa kek"

Aku tersenyum tanpa sadar, "males ah nyapanya"

"sini lo, gue acak-acakin rambut sok manis lo itu"

"emang manis sihh yee" aku menjulurkan lidah, membuat Ibunda Revan ikut tertawa melihat tingkah pola anaknya tersebut.

"yaudah tante tinggal dulu yaa. Revan jangan yang aneh-aneh loh"

"iya maaa. Emang mau aneh gimana sih"

Setelah berpamitan, wanita paruh baya itu pergi keluar ruangan.

"sini lo" tunjuk Revan pada kursi yang terletak persis di sebelah tempat tidurnya.

"gak ah"

"dih sombong banget sihhh, emang gak kangen apa sama gue?"

pertanyaannya membuatku mau tak mau tersenyum lagi. Akhirnya aku turuti permintaannya duduk di kursi itu.

"haii" sapanya padaku. Lesu, tapi tetap dengan senyum hangat yang ku rindukan, padahal baru 2 hari aku tak melihatnya, "kangen sama gue gak?"

"biasa aja"

"yaaahh, tapi gue kangen sama lo" ia tersenyum lagi, astaga tak bisakah ia menghentikan senyum yang membuatku semakin luluh.

Aku membasahi kedua bibirku, "yaudah gue kangen deh"

Lalu ia kembali tersenyum. Rasanya ada sesuatu yang berdesir di diriku tiap ia melempar senyumnya.

"haloo semuaa" sapa Fania yang tiba-tiba muncul dari balik pintu--bersama Bayu.

"whoops? apa kami salah waktu untuk datang?" tawanya. Kemudian ia meletakkan bungkusan yang dibawanya ke meja disamping sofa abu lalu menghampiri kami. "gimana Van? udah baikan?"

"iyaa udah ga apa-apa kayaknya"

"hmm bagusdeh"

"hai van" sapa Bayu, "bentar lagi cup, lo malah gini"

"udah sembuh gue, ikut lah cup. masa enggak"

Setelah itu suasana kembali seperti biasa, kami membicarakan hal-hal di sekolah. Tapi tidak ada yang menyinggung soal kecelakaan yang dialami Revan sama sekali. Tak apa lah, Revan juga sudah sehat kembali. Tapi lain kali, aku akan menanyakannya.

-

-

**unspoken**

-

-

Aku kembali ke rumah pukul 11 malam, diantar oleh Bayu. Punggungku terasa lelah sekali. Kuputuskan untuk bershower dengan air hangat malam ini.

Kukeringkan tubuhku dan memakai baju tidur. Tubuhku terasa lebih segar, tidak lengket seperti sebelumnya.

Sebelum tidur, aku mengecek ponsel kembali. Tidak ada notifications apapun.

Satu hari lagi yang semakin membuatku yakin akan perasaanku, tetapi goyah akan langkahku. Tidak mungkin aku jatuh cinta pada sahabatku sendiri. Klise sekali.

Kumatikan ponselku, kemudian terlelap memasuki dunia mimpi.

-

-

a/n: TERIMAKASIH BANYAK YANG UDAH BACA CERITA ABAL INI:""") MAKASIH BANYAK YG UDAH NGE VOTES DAN MAKASIH BANYAK BANYAK BUAT YANG COMMENTS. SEMOGA CERITA INI ADA BERKAHNYA *mengheningkan cipta.......* wkwkk

ohiya, mohon maaf lahir batin yaa. Bentar lagi kan udah mau puasa. Happy Fasting!!:D

UNSPOKEN [edited soon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang