sebelas

788 56 10
                                    

“baiklah, setelah ganti pakaian, kalian silakan cari tempat yang nyaman untuk latihan―go!” suara Pak Tomy― guru olahraga kami, langsung membubarkan murid-murid. Hari ini jadwal kelasku dan kelasnya Revan yang olahraga. Kelas kami digabung karena pak tomy tidak punya waktu lain selain hari ini, sebab beliau akan dinas di luar kota.

“Ta, mau dimana?” Tanya Fania.

“sini aja agak adem”

"oke―eh itu Zeva sama Revan kan ya?” tunjuknya ke arah kiri.

"mana-mana?”

“itu yang lagi jalan” tangannya masih menunjuk ke sosok yang dimaksud. “wah, keliatannya akrab banget ya―” aku tidak memberi komentar. “―mereka ngomongin apaan ya? ―” sama sekali aku belum ingin bersuara.

“―si Revan punya utang cerita sama kita nih―” karena aku tau Fania akan terus nyerocos.

“―kok mereka unyu banget deh Ta, yakan Ta?” dia menoleh ku yang sedang melihat ke tanah.

“―eh Ta? Lo denger gasih tadi?”

“hah? Apa?”

Dia mengibaskan tangannya dan berdecak. “udah ah gaseru lo, latihan aja yok”

Kami pun berjalan ke tempat teduh yang kumasud. Hari ini pengambilan nilai basket dan aku tidak bisa.

Kucoba memantulkan bola oranye itu ditempat. Lalu perlahan kulakukan drible sambil berjalan, terus begitu hingga tak kusadari aku berlari. Dan saat aku telah berdiri dekat dengan ring aku melompat dan memasukkan bola itu. Tepat. Masuk. Rasanya senang sekali.

"hebat" seseorang mengusap puncak kepalaku.

"revan? lo liat?" kataku seraya mengelap keringatku yang menetes. Revan mengangguk. "Ciye banget merhatiin gue. Bukannya tadi lagi sibuk banget sama zeva ya?"

Revan mengerutkan keningnya, "hah? apaansi?"
"pritt…prit…" peluit sudah berbunyi. Itu tandanya latihan selesai dan saatnya tes dimulai.

Kulihat fania berlari kearah kami.

Ia menyikutku, "gue pikir tadi serius pas lo bilang gabisa"

"emang gue gabisa" jawabku.

"hm...gue balik baris di kelas gue ya" Revan tersenyum, "goodluck ta! daah" lalu ia berjalan memunggungi kami dan kembali bersama zeva.

Aku tak tau apa yang membuatku tidak suka melihat revan bersama zeva. Rasa bencikah? Atau sebaliknya.

**Unspoken**

“Ta, lo kenapa sih? Dari kemaren gue perhatiin ga konsen di kelas, ga nyambung di ajak ngomong, apa yang terjadi Kharinta?” sekarang aku sedang berada di kamar Fania. Aku duduk sambil membaca di atas kasurnya, sedangkan ia sedang menyisir rambutnya sambil mematut diri di cermin.

“Ta―lo dengerin gue gasih?” aku hanya diam memandangi buku biologi yang berada di pangkuanku. “Ta―” Fania akhirnya mengahmpiriku. “WOY KHARINTA―” ia melepar bantal tepat di wajahku.

“Apaan sih Fan, lagi serius nih gue”

“Gue juga Ta, semenjak abis olahraga kemaren lo jadi―eh tunggu dulu” sekarang ia membalikkan tubuhnya ke arahku. Aku mengeluarkan ekspresi seolah bertanya ‘apa?’

“sejak kita ngeliat Zeva sama Revan, lo jadi sensi” jeda sedikit dari kalimatnya. “jangan-jangan lo suka sama Revan” ledeknya sambil mencolek daguku.

“ngaco” aku melengos.

“Ta―” kalimatnya sengaja digantung.

“Fan―” tapi aku tidak terpancing sama sekali.

"Lo pms ya?" tanyanya.

"Iya" jawabku tidak sepenuhnya bohong.

“ih lo mah, emang selama tiga tahun ini lo gaada rasa apa-apa gitu ke Revan?”

“gaada kali”

“kali?! Ta seriusan?” kali ini ia terlihat begitu antusias. Anak ini.

“apaan deh”

“Lo bilang kali kan Ta? Berarti ada kemungkinan lo suka sama dia kan” aku hanya menghela napas panjang, bingung akan mengatakan apa. “TUHKAAANNNN…..Lo aja gak ngebantah, Kharintaaaa lo suka kan ya? Suka ya?”

“Bawel”

“jackpot! Akhirnya lo ngaku juga sama gue Ta” gue udah pernah bilang dia drama-queen kan ya? Sekarang, sisi itu muncul lagi.

“gue kan gabilang iya”

“tapi lo gabilang enggak” dengan santainya, ia mengambil kesimpulan. Harusnya gue tau arah percakapan ini sebelumnya.

Fania kembali duduk di depan cermin, masih menyisir rambutnya yang tebal. Aku sangat suka rambutnya, rasanya ingin kutarik sekarang ini.

“eh lo sukanya udah dari kapan Ta?” sekarang kami bertatapan secara tidak langsung melalui pantulan cermin. Aku diam saja, malah membuka buka lembaran buku yang kupengang.

“udah deh Ta, ngaku aja, gusah sok sok baca biologi, gamungkin kali selama itu lo ga nyimpen rasa apapun. Kalo kata orang nihya, sahabat jadi cinta, karena kalo ada cewek cowok temenan, salah satu dari mereka pasti ada yang nyimpen rasa. Atau mungkin keduanya" ia menaik turunkan alisnya.

“gatau ah"

"Dih lo mah"

ku tutup buku biologi ku lalu memandangnya yang kini tengah memandangku. "terus gue harus apa?"

A/n: sedikit demi sedikit lama lama menjadi bukit. Wkwkwk pendek dulu aja ya. Niatnya nextchapt mau bikin masing masing pov nya. Kalo ga mager hoho……
Oiya happy new year! Isi lembar baru dan berkaca dari yg lama. New year, new hope.
Btw, tinggalin jejak dong kalo masih ada yg baca.

see ya!

UNSPOKEN [edited soon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang