Satu Langkah Lebih Dekat

583 102 5
                                    



Seperti kali pertama mereka mengenal pribadi satu sama lain dan menjadi teman hampir setahun lalu, kini mereka kembali duduk berhadap-hadapan di dalam Cafe Mabel yang telah sepi. Namun, bedanya di hadapannya mereka bukan lah sepiring besar Spaghetti Carbonara hasil olahan dadakan tangan Swari Karena Naresh mengeluh lapar, melainkan dua piring kecil Cheese Cake Oreo buatan salah satu Chef di cafe tersebut beserta dua cangkir teh hangat. Status mereka pun kini telah berbeda dari sepasang teman menjadi sepasang kekasih.

"Mahe."

"Hmm."

"I am sorry."

"For?"

"For hurting you, For surrounding your life with my fears, for not trusting you when I should have."

"Maaf kalau beberapa bulan ini aku udah nyakitin kamu. Aku sayang sama kamu Mahe sampe rasanya aku gak mau kehilangan kamu, dan tanpa aku sadarin aku jadi membatasi ruang gerak kamu. Aku jadi gampang emosian. Dan yang paling parah aku lebih mempercayai asumsi buta aku ketimbang setiap omongan dan tindakan yang udah kamu tunjukin ke aku."

"Mahe, aku harap kamu belum nyerah sama aku. Aku harap kamu mau ngasih aku kesempatan, untuk belajar percaya sama kamu dan belajar berkompromi untuk kita."

Melongo, bengong, takjub, itu ekspresi Swari detik ini. Naresh yang beberapa minggu lalu yang masih sulit di ajak ngomong tanpa berakhir dengan gonggongan, kini berubah 180 derajat. Swari mengira malam ini akan sama percumanya. Swari kira Naresh tidak akan pernah bisa diajak bicara baik-baik. Tapi kini Naresh yang bisa mengerti dirinya tiba-tiba muncul dihadapannya. Tanpa emosi, tanpa amarah, tanpa dugaan, hanya ketulusan dan pengertian di setiap patah kata yang Naresh ucapkan. Bahkan Naresh mengucapkan kata-kata yang begitu persis seperti apa yang akan Swari pinta dari dia malam ini.

Naresh yang melihat ekspresi bengong Swari, mengangkat kedua telapak tangannya dan mengibas-ngibaskannya persisi di depan muka Swari. "Ri..Ri..Mahee.."

Swari mengerjap-ngerjap dan selanjutnya ia bangkit dan memeluk tubuh Naresh erat. Sorot mata Naresh ketika berbicara tadi, Swari bisa melihat ia benar-benar memahami akar permasalahan mereka. Dan Naresh sudah mengerti. Swari memang 'an easy girl' kalau sudah menyangkut Naresh. Dan Swari tidak perduli. Selama Naresh mau mengerti, percaya dan apa tadi dia bilang, berkompromi? Rasanya itu lebih dari cukup untuk membuat Swari tidak menyerah pada hubungan yang baru beberapa bulan mereka mulai ini.


000


Malam itu Swari kembali ke apartemen Naresh. Naresh yang merengek bilang kangen, meminta Swari untuk menginap.

Di kamar Naresh ada bufet panjang--yang sudah di sulap Naresh menjadi sofa karean Swari suka sekali nagkring di sana kalau menginap--menempel ke kaca yang menyediakan pemandangan macet hingga gemerlapnya lampu Jakarta. Mereka berdua terduduk disitu. Dengan posisi memangku, Naresh menyenderkan kepalanya di salah satu bahu Swari, sedangkan Swari menikmati indahnya lampu-lampu jalan.

"Nar."

"Apa?"

"Apa yang bikin kamu ngerti?"

"Maksudnya?"

"Kamu tiba-tiba ngerti apa yang aku mau, padahal kemarin-kemarin boro-boro diajak ngerti, diajak ngomong aja susah."

Naresh mengelus rambut panjang swari yang terurai. Gestur yang selalu Swari sukai, "Aku curhat sama Mama terus ada kata-kata Mama yang akhirnya bikin mata aku kebuka, dan membuat aku memikirkan lagi sikap aku selama ini ke kamu tuh gimana."

"Emang Mama bilang apa?"

"Mama bilang 'dalam sebuah hubungan rasa sayang aja gak cukup, untuk bisa selalu berjalan beriringan dengan orang yang kita sayang, rasa sayang itu harus di barengi dengan rasa saling percaya dan juga kompromi karena kamu berjalan berdua, bukan sendiri.' Dan dari situ aku sadar kita itu jalanin hubungan ini berdua, tapi aku cuma percaya asumsi aku doang, aku gak pernah mau percaya sama kamu. Berarti sama aja aku jalanin ini sendiri kan?"

"Aku ngekang kamu, ngatur-ngatur kamu, dengan alasan aku sayang kamu. Karena aku ngerasa itu cara terbaik untuk buat kamu selalu stay sama aku, tanpa pernah mikir apakah kamu suka dengan cara aku atau enggak? Apakah cara yang menurut aku baik itu, baik juga buat kamu?"

"Mahe kamu penting dan berharga buat aku, karena cuma kamu yang bisa ngertiin aku dan bikin aku jadi diri aku sendiri tanpa embel-embel 'The 1994' apalagi 'Hutama', aku mau kita bahagia sama-sama dengan kamu selalu disamping aku. Makanya aku mau percaya kamu, aku mau kompromi, apapun Mahe yang bisa bikin kita berdua nyaman dan selalu bahagia. Mahe to me, you are my home and I want to be yours too, so will you start it all over again with me?"

Naresh menghentikan usapan tangannya di helai-helai rambut panjang Swari, ia mengulurkan kedua tangannya dan meraih kedua tangan Swari lalu mengaitkan seluruh jemari ramping Swari dengan jari-jari miliknya sendiri. "Seperti aku memberikan seluruh tangan aku ke dalam genggaman kamu, aku mau memulai lagi hubungan ini dengan memberikan seluruh kepercayaan aku sama kamu Mahe."

Swari melepaskan genggaman tangan mereka, ia membalikkan badan dan menatap mata Naresh yang terlihat begitu serius. Ditutupnya mulut Naresh dengan telapak tangannya. Ia tidak ingin mendengar Naresh berkata apa-apa lagi.

"Iya Naresh aku mau. Maafin aku juga yang masih suka emosian, masih suka kabur-kaburan saat kita ada masalah. Makasih kamu udah mau ngasih seluruh kepercayaan kamu ke aku karena aku tahu itu gak gampang buat kamu."

Swari melepaskan telapak tangannya yang menutupi bibir Naresh, Ia memajukan mukanya perlahan, dan mencium bibir Naresh lembut. "Gak cuma kamu Naresh, aku juga mau ngasih seluruh kepercayaan aku ke kamu. Aku juga mau kamu yang selalu jadi rumah buat aku pulang. Jadi Naresh, Lets learn how to trust and compromise to each other together. I love you. Aku sayang kamu."

Naresh menempelkan keningnya dengan kening Swari. "I love you more." Dan Naresh kembali menutup jarak dengan mencium Swari lembut dan dalam. Rasanya malam itu mereka benar-benar bisa memahami satu sama lain lebih baik lagi. Rasanya mereka telah melampaui satu langkah untuk menjadi lebih dekat lagi.

Tanpa aba-aba Swari menyudahi ciuman itu, "Naaar."

"Apa sayang?" Swari menatap Naresh dengan tatapan penuh rasa sayang, namun tiba-tiba ia tersenyum jahil.

"Mau makan Cheese Cake Oreo yang tadi he he."

"Ini momennya lagi pas loh buat lanjut bikin dedek, harusnya abis cium kamu aku gendong kamu ke kasur loh Mahe, kenapa malah ngajakin ngemil siiih." Rajuk Naresh usil.

"Yeuu nikah belom main bikin dedek." Jari Swari menyentil jidat Naresh. "Ayok, sayang kan kuenya masih sisa." Swari menarik-narik lengan Naresh manja setengah memaksa.

"Iya-iyaaa."

Baru beberapa langkah mereka berjalan ke arah dapur, langkah kaki Swari berhenti. Ia membalikkan badan, membuat langkah Naresh ikut berhenti, berjinjit sedikit karena serius deh Naresh tuh emang tinggi banget, lalu mengalungkan kedua lenganya di leher Naresh dan mengecup pipi Naresh singkat. Dengan muka jahil iya berkata, "Next time, halalin aku dulu baru ngajak bikin dedek, Oke?"

Naresh yang tidak menyangka Swari akan berkata demikian hanya tertawa lebar dan mengacak-acak rambut Swari gemas. Ia rangkul Swari dengan kedua tangannya dan ia ajak tubuh yang lebih pendek dari dirinya itu kembali berjalan ke arah dapur. "Beres boss! Ayo kita ngemil, aku jadi ikutan laper hahaha." Sembari hati kecil Naresh berjanji, pasti mahe, pasti aku bakal halalin kamu secepatnya!





--------------------

NOTE:

- Another chapter as Epilog and I have to say goodbye to N&S huhuhu.

- Saya update hari ini dua chapter karena saya merasa bersalah sudah terlalu lama dalam menyelesaikan kedua chapter ini :( Saya harap pembaca bisa menikmati kisah Naresh & Swari seperti saya begitu menikmati mengetikkan kisah mereka sejauh ini. Enjoy, and Happy reading✌️️

- Last, puasa udah mau berakhir tapi saya berharap pembaca yang menjalankan masih bersemangat dalam menjalani ibadah puasa tahun ini sampai garis finish. Semangaaat💪💪

In Circle (The 1994 Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang