trisbian agung wijaya

25.8K 1.2K 27
                                    

02 juli 2015
.
.
.
"Buuuunnnnn, chisstty mencakarku, bun." aku tersenyum melihat bagaimana anakku merengek kelakuan kitty, kucingnya. "Buuunnn, look!!" aku meraih lengannya. Terlihat bekas cakaran di lengannya. Aku menuntunnya ke dapur lalu mendudukanya dan mengambil kotak P3K yang berada di rak atas. Aku membersihkan lukanya dengan alkohol lalu membalut lukanya dengan perban. Kaka sama sekali tidak meringis saat aku membersihkan lukanya, sekarang anakku sudah besar ya...

"Buun,,,bunda halus menghucum chisstty, chisstty menyatiti lengan kaka." kaka mengoyang goyangkan ujung bajuku. Ahhh,semakin besar makin imut saja anak bunda ini. Aku menetralkan ekspresiku. Aku berdehem sebentar lalu menjewernya.
"Pasti kaka kan yang nakal!!"
"Aaaaaa,,,,akit bunnnn,kok kaka yang di cewer cih." ahh,,,anakku makin mengemaskan saja.
"Ooohhh, jadi kitty yang nakal gitu ?"
"Kitty ngak bakalan nyakar kaka kalau kaka ngak narik ekornya,kan?"
"Hehehe....." kaka malah cengengesan mendengarku mengomelinya.
"Udah yaa bunn,,,akit cupingnya kaka." aku melepaskan jeweranku. Kaka mengosok gosok telinganya sambil mengerucutkan bibirnya. Aku tersenyum geli lalu mengecup bibirnya, kaka malah mengelengkan kepalanya kesamping, merajuk huhhh???.

"Kaka mau ikut bunda jalan?"aku merunduk lalu mengelus kepalanya, kalau udah ngambek gini pasti bakalan diam seharian nih.
"Bunda cangan cogok kaka yaaa, kaka ngak bacalan mau di cogok bundaa,hehh." kaka mendengus sambil melipat kedua tangannya di dapan dada.
Aku tersenyum kaku mendengar kaka.'yaelah ni bocah, tahu aja niat bunda nya.' pikirku
"Kaka yakin ngak mau ikut bunda jalan? Padahal bunda mau ajak kaka ke tempat nenek." kaka langsung memeluk pinggangku dengan manja, merengek ingin ikut ke rumah ibu. Harus aku akui kalau azka lebih dekat dengan nenek nya ketimbang aku, karna ya,,,ibuku yang merawat nya ketika aku sibuk mengurus kafe.
.
.
.

10 juli 2015
.
.
.
Aku terkejut mendapati kaka berlari menghampiriku sambil menangis, kaka menangis sambil memelukku.
"Hiks..hiks..hiks.."tangisnya.
"Kaka kenapa?"tanyaku. Kaka masih menangis di pelukanku, aku mengelus kepalanya dengan lembut.
"Kaka kenapa? Cerita sama bunda." aku menghapus airmatanya dengan ibu jempolku, Hatiku terasa sesak melihat anakku menangis seperti ini.
"Bunda,kaka,,hikss,,,anak bunda kan,hiks,,,kaka anak bunda kan,,hiks,,hikss,,huaaaa,,,,,,"

Deg
Jantungku terasa seperti di tusuk ribuan jarum,tanpa di perintah butiran bening mengalir deras turun dari mataku. Aku memeluk tubuhnya lalu mencium seluruh wajahnya,aku mengusap airmatanya dengan lembut.
"Kaka anak bunda, sampai kapanpun kaka tetap jadi anak bunda. Kaka ngak boleh cengeng,anak lelaki ngak boleh nangis gitu. Kalau kaka nangis siapa yang ngapus airmata bunda?" kaka mulai berhenti menangis. Tangan kecilnya meraih wajahku lalu menghapus airmataku.

"Bunda ngak boleh nangis,  kayau bunda nangis kaka jadi cedih,kaka janji bacalan jadi anak yang kuat biar bica hapus airmata bunda.Kaka cayang bunda."
Aku memeluk kaka dengan erat. Azka menyemangatku, dia sumber kekuatanku sampai kapanpun kaka tetap anakku.
.
.
.
.
"Kamu yakin mau bawa azka ke bandung, rana?" tanya ibuku. Sejak kejadian tadi siang aku memutuskan untuk pindah ke bandung dan menetap di sana.
"Iya bu, lagipula rana mau lihat cabang restoran rana yang ada di bandung,bu." aku tersenyum lalu mengenggam erat kedua tangan ibuku.
"Bu, ibu percaya deh sama rana, rana pasti bisa kok jagain kaka di sana, percaya deh sama rana." ibu menatapku dengan sendu lalu menghembus nafas nya.
"Ibu percaya sama kamu,na." aku memeluk ibuku dengan erat.
"Makasih, bu." bisikku. Ibu hanya berdehem.
Ibu membantuku merapikan bajuku dan kaka ke dalam koper.
Selesai membantuku merapikan baju ke dalam koper ibu mengantarkan aku dan kaka keluar rumah. Pak amang memasukkan koperku dan kaka kedalam bagasi mobil. Entah kenapa aku merasa suasananya jadi melow gini.
Aku mengahampiri ibuku lalu memeluknya lagi. "Hati hati di jalan nak,ingat pesan ibu." bisik ibuku. Ibuku menghampiri kaka lalu memeluknya. "Azka, ingat pesan nenek, Azka harus jadi anak yang kuat, harus bisa jagain bundanya azka di sana." ucap ibuku sambil mengelus wajah anakku.
"Iya nek, kaka bacalan jadi anak yang kuat."  ibuku tersenyum mendengar jawaban azka.

Selesai bersalam perpisahan akhirnya aku dan kaka masuk ke mobil, kaka membuka kaca jendela  dan melambaikan tanganya terus begitu sampai mobil kami semakin menjauh dari perkarangan rumah.
"Kaka kenapa? Kaka sedih yaa,,harus pisah sama nenek?"  kaka yang mulanya sedih langsung merubah raut wajahnya. "Ngakk bun, kaka ngak cedih kok, kaka bacalan jadi anak yang kuat." ucap kaka sambil menekukkan tangannya keatas memperlihatkan tulang kecilnya. Aku hanya tertawa melihatnya.

Azka anakku tersayang, azka sumber kebahagiaanku. Bunda sayang kamu nak.
.
.
.
.
Aku mulai melihat pekerjaan para pegawaiku yang mengurus bahan kepeluan dapur. Ternyata ada beberapa bahan yang sudah membusuk.
"Sayurnya harus di ganti dengan yang lebih fresh ini sudah membusuk." perintahku. Mereka mengangguk lalu segera membuang bahan yang mulai membusuk dan menganti dengan yang baru.

BUGHHH
"Dasar anak bodoh!!! Kau menumpahkan es krimmu ke sepatu pak trisbian. Kau tahu berapa harganya,hah? Apa orang tuamu mampu membayar ganti rugi harga sepatu itu, hah.?"
Aku mendengar kegaduhan di lestoranku, dengan cepat aku menuju kesana.
"Hikss...hiksss..."
"Sudah za, kau membuat anak ini menangis." aku mendengar suara bariton pria di tengah kerumunan.

"Kaka..." panggilku. Semua memperhatikanku. Aku membawa kaka ke pelukanku. Mengucapkan kata penenang untuknya. Aku menunduk dan meminta maaf kepadanya.
"Tidak apa apa, saya juga yang salah karena terlalu fokus ke ponsel saya, jadi tidak melihat putra anda berada di depan saya." ucapnya sambil menghentakkan kakinga ke lantai.
Aku tersenyum canggung. " kalau begitu saya bisa mentraktir anda di Restoran saya sebagai ucapan terima kasih saya."
"Kau pikir pak trisbian ini siapa? Kau pikir pak trisbian tidak mampu membeli Restoranmu ini, hah?" bentak seseorang disampingnya. Aku makin  menunduk tidak berani menatap mereka.
"Reza, kau tidak boleh seperti itu, maafkan dia nona."

"Ahhh,tidak. Mungkin saya yang salah. Kalau boleh saya tahu anda siapa."tanyaku. Ia dengan angkuhnya mengangkat tangannya. " perkenalkan nama saya trisbian agung wijaya..."
.
.
.
.
END

Dia Anakku  (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang