Calling

335 58 34
                                    

Jika diberi kesempatan lagi, aku lebih memilih kelaparan di tengah malam dari pada berakhir di jalan sepi juga minim pencahayaan ini.


Setelah berkutat dengan tugas-tugas kuliah tadi, aku merasakan nyeri di perutku. Meminta untuk segera diisi.


Dan sialnya adalah, kulkasku hanya berisi berkaleng-kaleng soda saja!


Aku mendengus, tahu begini kuterima saja tawaran Min Yoongi tadi. Bocah SMA yang tak kuketahui kenapa masih berkeliaran di tengah malam itu memberiku tumpangan dengan sepeda kayuhnya. Dan aku yang memang kurang menyukai kehadiran pemuda itu, menolak mentah-mentah tawarannya.


Penyesalanku yang lainnya adalah kenyataan bahwa aku memilih jalan yang salah. Jalan setapak yang kugunakan untuk pulang ini berbeda dari jalan yang kugunakan pada berangkat tadi. Jalan memotong melalui belakang komplek dan lebih cepat sampai, menurutku.


Yah, memang lebih cepat sampai menurut jarak. Namun lebih menyeramkan juga. Aku bukan tipikal gadis yang mempercayai tentang hal yang berbau makhluk halus atau apapun itu namanya. Yang kutakutkan justru kejahatan nyata yang kapan saja bisa menyerangku.


Perampokan, pemerkosaan, hingga pembunuhan lebih masuk nalar ketimbang cerita takhayul tak berdasar. Dan itu yang kutakutkan sekarang.


Aku menelan saliva dengan susah. Di depan, jalan yang belum beraspal juga hanya satu lampu yang berada di sisi kanan jalan menyambutku. Aku harus melewatinya sebelum memasuki kawasan komplek.


Kugenggam erat kantong plastik berisi ramen instan di tanganku. Mencoba mencari keberanian dari kegiatan itu. Aku melangkah perlahan dengan jantung berdebar. Semuanya baik-baik saja sampai pada langkah kelima aku harus menghentikan tubuhku.



"Tiffany!"



Tubuhku menegang. Tengkukku kaku. Dan mulutku kelu. Tadi itu, namaku 'kan yang dipanggil? Aku hanya berdiri sesaat, tak berani menoleh ke arah manapun.


Dan sepertinya, aku mulai mempercayai tentang cerita takhayul tak berdasar seperti keberadaan makhluk halus seperti itu.


Aku menghitung dalam hati, hingga pada hitungan ketujuh aku tak mendapati apapun. Tak ada yang menghampiriku ataupun suara langkah kaki yang mendekat.


Aku menarik napas dalam lalu kembali melanjutkan perjalanan. Dan tiga langkah setelahnya, terdengar lagi seruan namaku.



"Tiffany!"



Bulu kudukku meremang kali ini. Baiklah, aku benci dipermainkan. Tapi aku juga terlalu takut untuk menoleh ke sekitar, untuk sekedar memastikan siapa yang memanggilku.


Aku sedikit mengingat tentang suara panggilannya. Kurasa, itu bukan suara Yoongi yang sering menggangguku atau pun suara Taehyung, tetangga flatku. Bukan pula suara Sehun, teman satu kampus yang baru pindah ke komplek tempatku tinggal.


Intinya, aku tak mengenal suara siapa itu!


Aku kembali berjalan dan sedikit berkomat kamit meminta doa pada Bapa agar aku terhindar dari hal mengerikan yang mulai berkeliaran di benakku.


Dan sial! Baru dua langkah aku berjalan, seruan itu kembali terdengar. Memenuhi area yang begitu sepi juga mencekam ini.



"Tiffany!"



Aku memejamkan mata sejenak untuk mempertajam pendengaran. Dan aku sadar, suara-suara itu berasal dari sisi kiri jalan ini. Kuhela napas sebentar dan menelan saliva.


Aku harus melihatnya dan memastikan bahwa yang kudengar itu hanya ulah iseng dari sosok manusia, ya...harus manusia!


Kuambil napas sejenak dan bersiap untuk menoleh hingga...




SREEETTT




Aku yang baru akan menoleh ke arah kiri tertahan oleh tarikan tangan kekar yang mengarahkan kepalaku untuk menatapnya.


"Min Yoongi!" jantungku serasa mau terlepas ketika gerakan tiba-tiba itu kuterima. Kulihat dalam temaramnya lampu, wajah Yoongi yang sedikit pucat.


"Jangan menoleh ke arah kiri, jangan!" baiklah, aku sedikit tenang mengetahui fakta bahwa aku tak lagi sendiri kali ini. Namun yang membuatku heran, kenapa ia melarang itu?


"Kenapa?"


"Karena aku juga mendengarnya," ia berbisik pelan, dengan sebisa mungkin menghindari menatap ke arah sisi kiri jalan. Aku mengernyit melihat tingkahnya juga jawabannya.


"Kau mendengarnya? Lalu, kenapa?" aku masih penasaran. Sebenarnya, apa sih maksud dia?


Yoongi mengarahkan tubuhku agar menatapnya. Raut muka pucat masih tergambar jelas di sana. Ia menghela napas kemudian dan memegang lenganku erat. Matanya menatapku serius.




"Tiffany Hwang, sisi kiri jalan ini 'kan hanya ada pemakaman."




Aku menegang lantas kurasakan bulu kudukku berdiri.


Baiklah, aku mulai takut sekarang!



FIN



Lagi males nulis :") tugas kuliah minta di civok emang beranak mulu dari kemarin :"")
Btw,Tiffany x Suga 😄 crack sekali ini ehe

Ini nama pairingnya apa coba? Gafany? Gaga-Tiffany gitu? /slap/

Oh iya, aku mau hiatus—lagi—gaes 😆 mingdep ada debat fakultas dan kampretnya adalah aku belum siapin materinya /bukan fakultas sik, lebih ke debat antar jurusan aja/ //ngomong apa sih gue ini ehe// 😂 belum lagi mau bedah novel, analysis, dan segala tetek bengeknya 😄 jadi miyane yak, aku gabisa sering" update cerita unfaedah macam gini dulu

Awal puasa aku usahain update, soalnya aku libur pas itu wkwkwkwk /iyalah libur, kan weekend 😪 /

NorepinephrineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang