Heartbeat

198 42 7
                                    

Resital musik. Acara tahunan yang diminati begitu banyak siswa. Untuk tampil di acara ini pun tak sembarang orang bisa. Dan Kim Jongin bersyukur akan kesempatan tersebut.


Guru musiknya memberikan mandat untuk Jongin agar pemuda itu bermain piano nanti. Solo. Dengan segment khusus!


Jelas, gurat kebahagiaan terpancar jelas di raut pemuda itu. Tiap kelas usai, ia akan berlari dengan semangat menuju ruang musik. Berlatih hingga malam, dan kembali ke sekolah pada pagi buta untuk berlatih—lagi.


Pemuda itu bukanlah siswa berprestasi. Ia biasa-biasa saja. Nilai standard hampir selalu ia dapatkan di semua mata pelajaran. Namun bakat bermusiknya tak ada yang menandingi. Sekalipun itu seorang Suho, teman satu angkatannya yang mengaku telah mengambil kelas musik semenjak sekolah dasar.


Kim Jongin juga bukanlah siswa yang gemar berurusan dengan guru konseling. Catatan merahnya hanya sekali, itu pun sudah lama, ketika ia terlambat masuk dan ketahuan memanjat pagar belakang guna memasuki kawasan sekolah.


Kim Jongin yang tak luar biasa itu, akan segera bermain di acara penting sekolahnya nanti!


Seperti malam ini, selepas pelajaran Sejarah tiga jam lalu, Kim Jongin enggan beranjak dari depan grand piano yang akhir-akhir ini menjadi sahabatnya. Pemuda itu telah menyelesaikan sebuah lagu untuk acara nanti. Membuatnya menekuni tuts demi tuts guna menyiapkan sebuah pertunjukkan tak terlupakan.


Lagu yang baru ia selesaikan kemarin lusa itu Jongin mainkan kembali. Jika dihitung-hitung, mungkin telah ke-delapan belas pemuda itu memainkan lagu yang sama. Membuatnya bisa menghafal tanpa melirik lagi pada kertas musik yang sedari tadi bersandar pada music rest di hadapannya.


Memasuki verse bagian akhir, pemuda itu memejamkan matanya. Memelankan tempo jemarinya. Dan mulai membayangkan, ia berada di hadapan penonton yang melihatnya dengan kagum.


Jongin tersenyum tipis membayangkannya, apalagi kala nada terakhir ia mainkan. Dan juga, ketika suara tepukan tangan yang bisa ia dengar. Indra pendengarannya lantas menajam, matanya perlahan terbuka. Itu benar-benar suara tepukan tangan yang keras!


Kepalanya lalu menoleh ke arah kanan, pada sumber suara yang barusan ia dengar. Dan mendapati seorang gadis dengan seragam atasan yang sama dengannya, tengah duduk di atas meja pojok ruangan. Gadis itu tersenyum, sembari memperhatikan Jongin.


"Lagu yang bagus."


Suara merdu itu mengalun dengan lembut menghampiri pendengaran Jongin. Seketika, wajahnya memanas, tangannya berkeringat, napasnya tersenggal. Dan yang paling utama, debaran di jantungnya yang kini tengah berpacu!


"Terima kasih."


Ucapan Jongin yang begitu pelan, ditanggapi gadis yang pemuda itu ketahui bernama Tiffany Hwang dengan kekehan.


"Kau yang membuat lagunya?" Jongin meremas jas sekolahnya. Sial! Jantungnya tak berhenti berpacu sedari tadi. Bibirnya mengering, dan keringat dingin membasahi dahinya sekarang.


Pemuda itu memperhatikan Tiffany yang masih menunggu jawabannya. Gadis yang mencuri banyak hati pemuda di sekolahnya—begitupun dengannya—itu tengah bersamanya sekarang! Ia bisa saja pamer pada Oh Sehun yang mengejar Tiffany semenjak kelas satu, atau pada Park Chanyeol? Yang berusaha mati-matian untuk menarik perhatian gadis itu.


Tapi, waktunya tidaklah tepat hanya untuk melakukan hal-hal bodoh semacam itu.


Kembali pada Kim Jongin, pemuda itu berusaha mengatur detak jantungnya yang semakin liar. Melihat mata penasaran gadis di hadapannya. Ia hampir saja melupakan apa yang ditanyakan Tiffany barusan.


"Uhmm...ya, itu lagu ciptaanku."


Gadis itu mengangguk, lantas turun dari meja tempat ia duduk tadi. Tiffany menggamit tas ranselnya lantas memeluknya dengan erat.


"Wah, kau hebat juga rupanya!"


Kim Jongin begitu menahan untuk tersenyum kali ini. Jantungnya sedang tak baik-baik saja, jadi ia hanya akan menganggukkan kepala tanda terima kasih.


"Kau tak pulang?" Gadis itu sudah bersiap untuk pergi dari sana. Ia merapikan rambut, juga seragam selayaknya gadis pada umumnya.


Kim Jongin yang mendengarnya hanya menggeleng pelan. Tangannya dengan terampil menggapai lembaran musik dari dalam tasnya.


"Tidak, aku masih ingin berlatih."


Tiffany Hwang mengangkat bahunya. Tanda ia sebenarnya tak terlalu peduli dengan jawaban Jongin.


"Uhm...baiklah, aku pulang dulu."


Jongin hanya menganggukkan kepala kendati matanya lebih memilih fokus pada tuts piano di depannya.


"Oh iya," Kim Jongin kembali mengalihkan atensinya pada gadis itu. Tiffany lantas tersenyum samar melihat Jongin.


"Itu tadi lagu yang indah, Jong!" Dengan begitu, Tiffany menjauh dari sana. Meninggalkan Jongin yang harus bersusah payah menenangkan detak jantung yang tak pernah se-liar ini sebelumnya.


Pemuda itu tak lagi bisa tersenyum setelah mendengar pujian dari Tiffany. Hingga suara langkah gadis itu yang menjauh dan tak lagi terdengar lah, satu-satunya alasan perasaan Jongin sedikit lega. Ia pada akhirnya bisa mengembuskan napasnya dengan kasar.


Debarannya masih berpacu, dengan tangannya yang masih bergetar.


Buru-buru ia memasukkan lembaran musiknya pada tas, lalu segera beranjak dari sana. Ia keluar dari ruang musik dengan berlari, dan juga debaran jantung yang masih terasa.


Omong-omong, Jongin begitu mengetahui apa yang terjadi padanya barusan.


Ia juga mengetahui betul, bahwa sebenarnya seorang Tiffany Hwang hari ini tak bisa menghadiri kelas karena terserang flu berat.


Pemuda itu lalu dengan tergesa meninggalkan kawasan sekolah lantas menelan ludahnya kembali. Besok-besok, ia tak akan berlatih hingga larut malam lagi!



FIN


Kalyan tau gak sih maksud cerita ini? Engga ya? Yaudah :(

Btw, akhirnya balik juga aku pada work ini setelah selama ini berkelana(?) pada work lainnya :')

Sudahlah~

NorepinephrineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang