Suasana bandara Raden Intan hari ini tampak sangat ramai, ditambah dengan kondisi renovasi bandara yang belum selesai membuat ruang tunggu bandara ini tampak sedikit sesak. Tak ada kursi tunggu yang tersisa, dan disinilah Naira, dengan cueknya duduk ngedeprok dilantai sambil sibuk dengan laptopnya. Gadis mungil itu tidak perduli dengan keadaan sekitarnya dan tampak sangat konsentrasi dengan kerjaannya. Sampai akhirnya seorang anak kecil menghampirinya.
"Mama.." ucap balita itu langsung mendekap Naira sambil menangis. Naira yang memang sangat menyukai anak-anak langsung menggendong dan menenangkannya.
"Hei.. Cup cup! Jangan nangis ya, nanti tante beliin permen. Nama kamu siapa??" ucap Naira gemas dengan balita imut itu.
"Eyi.. Mau permen" jawabnya cadel membuat Naira semakin gemas.
"Eyi ama siapa? Mama papa nya mana?". Bocah laki-laki itu hanya menggeleng sambil mengusap-usap matanya yang basah. Ya Allah imutnya nih anak! Batin Naira.
"Ya udah kita cari mama papa Eyi ya". Naira langsung mangemas laptop dan barang bawaannya, dengan sigap ia menggendong bocah itu menuju bagian informasi bandara. Beberapa meter sebelum sampai meja informasi seseorang berteriak memanggil Eyi dari arah belakang.
"Reihan!!" ucap lelaki itu sembari menghampiri Eyi dan Naira yang saat ini diam terpaku ditempatnya. Bocah yang ternyata bernama Reihan itu langsung turun dari gendongan Naira dan berlari menyambut lelaki itu.
"Papaa" ucapnya sembari memeluk lelaki itu. Naira hanya diam terpaku melihat adegan itu. Bukan karena adegan itu begitu mengharukan atau karena ia senang bocah itu berhasil menemukan papanya. Tetapi karena lelaki yang dipeluk bocah itu adalah sosok yang ia kenal. Bahkan terlalu kenal sampai-sampai ia tak pernah ingin bertemu kembali dengannya. Lelaki yang dulu pernah mengisi hari-harinya, lelaki yang pernah membuatnya bahagia seperti di surga sekaligus sengsara seperti di neraka. Ervian Adinata, lelaki yang ia harap tak pernah akan ia jumpai lagi sejak 7 tahun lalu. Naira langsung membalikkan tubuhnya bersiap pergi dari tempat itu dan langkahnya terhenti ketika lelaki itu memanggilnya.
"Maaf mbak, makasih ya udah ngejagain Reihan" ucapnya menghampiri Naira. Naira menarik nafas dalam dalam sebelum membalikkan tubuhnya menghadap lelaki itu.
"Hai.." ucap Naira sedikit kikuk. Lelaki itu terlihat cukup kaget saat mengetahui bahwa wanita itu adalah Naira. Wajahnya langsung menegang, yang membuat mereka berdua semakin salah tingkah. Reihan memecah keheningan itu dengan suara cadelnya.
"Mama.." ucap Reihan sembari memeluk kaki Naira.
"Eh bukan mama itu Rei, itu tante Naira" ujar Ervian sambil kembali menarik Reihan kearahnya. Tetapi ia menolak dan semakin memeluk kencang Naira.
"Gak apa apa ko yan" ucap Naira sembari menggendong Reihan. Vian terkejut melihat respon ramah Naira.
"Hei, jadi namanya Reihan bukan Eyi?" Naira mengajak Reihan ngobrol, bocah itu hanya mengangguk.
"Ini tante Naira, bukan mama Rei.. Rei kangen mama y?" Reihan lagi-lagi hanya mengangguk lalu memeluk erat naira sambil mengusapkan wajah imutnya ke bahu Naira.
"Menelnya kalo ketemu cewek cantik" ujar Vian akhirnya. Naira hanya membalas dengan senyum kaku.
"Mama nya mana yan?" tanya Naira.
"Gak ada, gua cuma berdua aja ama Rei" jawab Vian.
"Kok Melly gak ikut? Gak repot cuma sendirian bawa balita gini?" tanya Naira lagi, menyebut nama istri Vian yang sudah sangat dikenalnya juga. Mellyana Saputri, wanita yang merebut Vian darinya dengan cara yang sangat memuakkan. Wanita yang ia benci sampai kini karena pernah dengan kejamnya menyakitinya. Wanita yang melakukan segala cara untuk memenuhi Ambisinya memiliki Vian. Dan dia berhasil. Bahkan mereka dikaruniai bocah selucu ini, sedangkan aku? Masih sendiri di umur 28 tahun. Sungguh hidup ini tak adil. Batin Naira nanar.
"Gak bisa ikut, udah biasa kok pergi berdua aja" jawab Vian. "Udah Rei, kasian tantenya berat!" lanjut Vian sembari berusaha mengambil Rei dari gendongan Naira. Reihan menolak dan semakin mengencangkan pelukannya kepada Naira.
"Gak mauu! Mau digendong mama aja" teriak Reihan ngambek.
"Ya udah yan gak apa apa, gua senang kok ngegendong anak-anak, apalagi imut kayak Rei ini" ujar Naira mencoba menenangkan bocah itu.
"Ya udah nanti kalo capek turunin aja ya, sini barang lo gua bawain" balas Vian sembari meraih koper dan tas ransel Naira. Naira terkesima melihat perlakuan Vian itu, senyum tipis terukir karena terlintas kenangan dulu. Gak berubah. Batin Naira. Tak lama kemudian Speaker bandara mengumumkan keberangkatan penumpang menuju jakarta.
"Lo naek apa? GA juga?" tanya Vian.
"Iya nih"
"Reihan turun kasian tantenya berat" perintah Vian.
"Gak mauu!!" lagi lagi Reihan menolak.
"Udah gak apa-apa yan gua gendong aja sampe pesawat" tawar Naira.
"Bandel nih anak, ya udah yuk masuk" balas Vian sembari mengajak Naira mengantri masuk pesawat.
"Ya ampun, lucu banget anaknya. Papa Mama nya ganteng ama cantik sih. Silahkan" Goda mbak tiketing sembari mempersilahkan mereka bertiga masuk ke pesawat. Naira dan Vian hanya tersenyum canggung mendengar perkataan mbak itu. Sayangnya bukan anak dan suami saya mbak. Batin Naira.
"Lo duduk dimana Nai?" tanya Vian saat baru memasuki kabin.
"22 A, lo dimana?"
"Disini" jawab Vian sambil menunjuk kursi kelas bisnis di depan mereka.
Oiya gua lupa kalo lo kaya. Batin Naira.
"Ya udah gua kesana ya, Rei tante pergi dulu ya, nanti ketemu lagi" ujar Naira sambil menurunkan Reihan ke kursi.
"Gak mauu, disini aja sama Eyi" rengek bocah itu dengan suara cadelnya.
"Gak boleh, nanti tante dimarah mbaknya" bujuk Naira. Reihan malah memeluk lengan Naira semakin kuat.
"Lama banget sih, antriannya panjang nih, mentang-mentang kelas bisnis!" Gerutu seseorang dibelakang mereka. Mereka baru sadar menghalangi jalan masuk penumpang lainnya.
"Udah Nai lu duduk disini aja, biar Reihan nanti gua pangku" ujar Vian sembari menarik Naira duduk dan memberikan ruang jalan ke penumpang yang menggerutu tadi. Deg, jantung Naira berdegub ketika Vian menarik tangannya tadi. Ini gak bener!. Batin Naira. Vian duduk disamping mereka setelah memasukkan semua barang bawaan ke bagasi kabin. Reihan sudah anteng dipangkuan Naira sambil bercanda riang memainkan salah satu game di layar monitor. Tanpa sadar Vian tersenyum melihat mereka berdua yang tampak begitu akrab. Bener-bener kayak ibu dan anak. If I can turn back time Nai. Batin Vian lirih. Tiba-tiba Naira memalingkan wajahnya dan membuat tatapan mata mereka berdua bertemu. Mereka menjadi salah tingkah dan akhirnya sama-sama pura-pura sibuk dengan kegiatan masing-masing. Aduuh kenapa jadi deg-deg an dan canggung gini sih?? Gak boleh, ini gak bener Nai! Dia laki orang, lu bukan Valakor perusak rumah tangga orang. Batin Naira, menyebutkan istilah Valakor -wanita penggangu suami orang- yang sedang jadi perbincangan publik akhir-akhir ini. Tidak ada obrolan selama 10 menit perjalanan pesawat. Reihan sudah terlelap dipangkuan Naira, Naira pun tampak mulai mengantuk dan tak sengaja menjatuhkan kepalanya ke bahu Vian. Vian terkejut melihat kepala Naira yang sudah berada dipundaknya. Deg, debaran jantung Vian tiba-tiba berdetak lebih cepat. Dengan perlahan ia membenarkan posisi kepala Naira dengan tangannya. Lengannya dibiarkan terbuka sehingga naira sekarang bersandar di dada bidangnya, sedangkan tangan Vian merangkul lengan Naira menjaganya dari guncangan pesawat yang mungkin menggangu tidurnya. Harusnya kita begini Nai, seandainya gua gak tolol ngelepas lo. Batin Vian lirih, dan tak lama Vian pun ikut tertidur bersama Naira dan Reihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past, Present, Future! (Tamat)
ChickLitKetika cinta mulai tumbuh, menggebu, menjelma menjadi prioritas teratas, maka semakin besar kemungkinan untuk terluka.. Karena semakin cinta meninggi.. Semakin dalam pula jurang luka saat kau terjatuh nanti..