XIV. Rahasia dan Kejutan

3.3K 200 30
                                    

Naira berjalan cepat menuju kamar tempatnya menginap. Ponsel nya sengaja ia nonaktifkan ketika berada di Taxi. Ia tidak ingin Vian menelponnya, ia tak mau berbicara dengan lelaki itu. Vian sungguh sangat keterlaluan, hanya itu yang ada di benak Naira sekarang.

Naira mengemas barang-barangnya. Ia berniat mempercepat kepulangannya menjadi besok pagi. Pikirannya benar-benar kacau, tak ada lagi hasrat untuk menghabiskan sisa liburannya.

Ia menghidupkan handphone nya untuk mereschedule tiket kepulangannya. Ting! Ting!.. Berkali-kali handphone berbunyi menandakan notifikasi masuk dari WA dan inbox nya. 18 panggilan suara, 12 sms, dan 22 WA yang semua nya dari Vian.

Naira mengabaikannya, ia tak membaca semua notifikasi itu. Bahkan ia langsung menghapus semua pesan dan menclear chat WA dari Vian. Dan langkah terakhir ia memblokir nomor handphone Vian.

Naira langsung melepon teman-temannya setelah merubah jadwal terbangnya menjadi penerbangan pertama besok pagi. Naira menceritakan semua kejadian hari ini dengan kedua sahabatnya, dengan menghilangkan bagian ciuman panasnya bersama Vian. Biarlah hal itu ia simpan sendiri.

Tara dan Lila sangat kaget mendengar cerita Naira, apalagi pada bagian ketika Naira memberitahu tentang Melly yang sudah meninggal, dan Reihan yang ternyata bukan anak Vian.

"Takdir apa yang lagi nunggu lo Nai?" ucap Tara takjub.
"I dont know..!" balas Naira sambil memijit dahinya.
"Mungkin.. Kalian jodoh??" ucap Lila sedikit ragu karena takut Naira marah.
"HA.. HA.. HA..!!" Naira tertawa garing mendengar ucapan Lila itu.

"Bener juga loh Nai, kalo dipikir-pikir setelah sekian lama gak ketemu, terus tiba-tiba ketemu, tiba-tiba jadi deket lagi, ya walaupun tujuan awalnya cuma mau 'seneng-seneng' doank.. Tapi berakhir dengan kenyataan kalian sama-sama sendiri dan masih sama-sama cinta? Ya kan??" ujar Tara menyetujui pendapat Lila.
"Gua 'sendiri' karena kemauan, dan dia 'sendiri' karena keadaan! Beda!! Tolong digaris bawahi itu!" balas Naira penuh penekanan.

"Tapi itu udah berlalu Nai, kalian dipertemukan lagi sekarang pasti ada maksud,, mungkin sekarang saat yang tepat buat kalian bersatu?" Lila mengutarakan pendapatnya. Naira hanya tersenyum kecut mendengarnya.

"Terus karena alasan itu gua harus nerima 'duda' dari mantan musuh bebuyutan gua? Kalo anak-anak Ganesha tau, kebayang apa yang bakal mereka bully ke gua! Naira yang gak bisa move on sampai rela menunggu Vian menduda? Atau rela mendapat 'bekas suami' musuh bebuyutannya karena Naira gagal move on??!" ujar Naira sedikit emosi. Memikirkan hal itu benar-benar membuat emosinya meningkat tajam.
Lila dan Tara hanya diam, mereka tak mau mendebat Naira yang sedang emosi.

"Oke Nai, apapun yang lo putuskan kita tetep dukung lo!" ujar Tara akhirnya.
"Semoga apapun keputusan lo, itu yang terbaik buat lo" tambah Lila. Naira hanya mengangguk kemudian memutuskan sambungan telpon itu.

Naira berangkat ke bandara jam lima pagi, ia mengambil penerbangan pertama pukul tujuh. Ia tak mau jika lebih siang lagi Vian akan datang dan menunggunya di Lobby hotel. Naira pulang membawa semua permasalahannya, ia berharap tak kan bertemu Vian lagi. Walaupun itu sulit mengingat mereka tinggal disatu kota yang tidak terlalu besar.

Seperti dugaan Naira, Vian datang ke hotel jam 7 pagi dan mendapati Naira sudah check out dari jam setengah 5 tadi. Vian tampak sangat kecewa, dia kesal dengan apa yang terjadi pada mereka setelah beberapa hari yang menyenangkan. Pagi ini ia sudah bertengger di lapangan basket Senayan, bergabung bersama orang-orang yang tak dikenal. Seperti biasa Vian melampiaskan masalahnya dengan bermain basket.

Tak lama sebuah mobil sedan berhenti di dekat lapangan, Leo turun dan menghampiri Vian di lapangan. Vian melihat Leo dan meminta orang-orang disitu menggantikannya bermain, lalu ia menghampiri Leo.

Past, Present, Future! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang