"Mendingan gue izin ke kamar mandi deh, dari pada harus mengikuti pelajaran ekonomi yang gue gak ngerti banget. Kita anak IPA, kenapa harus belajar ekonomi sih?" Vandita hanya menatap teman sebangkunya itu dengan heran. Walaupun sebenarnya ia sendiri tidak mengerti apa yang dibicarakan Bu Maya yang dikenal dengan guru paling GJ alias paling gak jelas.
"Sheila? Lo serius mau ke kamar mandi? Lo ngapain disana? Bukannya lo tau sendiri kalau kamar mandi sekolah kita baunya lebih parah dari tempat pembuangan sampah?" Vandita bertanya dengan polos sembari mengetuk- ngetukkan pena nya di meja.
"Lo yakin gak ikut gue, Van?" tawar Sheila sekali lagi.
Pelajaran ekonomi adalah pelajaran yang paling membosankan, ditambah guru yang seperti belum begitu mahir untuk mengajar, akan jadi apa jika Vandita masih duduk dan berpura-pura memperhatikan? Yang Ia takutkan jika sewaktu-waktu guru itu melemparkan pertanyaan dan Ia tak tahu harus menjawab dengan jawaban apa.
"Eh iya deh Sheil, gue ikut. Tapi kita mau ngapain ke kamar mandi yang hampir mirip pembuangan sampah?" tanyanya polos.
Sheila terkekeh, "Mana mungkin sih, gue ke kamar mandi. Kita ke kantin aja dodol, emang ada apa di kamar mandi?"
Setelah izin pada guru yang terkenal lemah lembut itu, dengan penuh perasaan bersalah, Vandita mengikuti langkah Sheila untuk pergi ke kantin.
***
Bau nasi goreng di kantin paling pojok, bau gorengan yang baru saja matang, bakso yang ada di daftar menu serta bau-bau lainnya yang membuat para cacing di perut Vandita berontak."Sheil, gue pesen makan aja ya, sebenarnya sih gue udah nahan perut biar gak macem-macem. Tapi ternyata, Tuhan berkata lain Sheil, gue gak nahan. Perut gue udah keroncongan nih," Vandita memegang perutnya, niatnya yang sejak liburan sudah ia bulatkan untuk diet, gagal total bila dibandingkan harus menyantap makanan yang terlihat lezat.
"Jadi akhirnya gak nahan juga? Yaudah pesen gih, gue mau ke koperasi dulu, mau beli tissu." Sheila langsung membalikkan badannya.
Mereka aneh, memang dari SMP yang berbeda dan daerah rumah yang lumayan jauh. Namun mereka pernah menjadi musuh bebuyutan saat SMP, sosial media menjadi sasaran mereka untuk saling melempar kata dan saling menyindir, yang dikarenakan masalah spele. Sungguh, hal yang sangat memalukan jika harus dijabarkan.
Pilihan Vandita jatuh pada gado-gado yang terlihat sangat menggiurkan yang mengharuskan Vandita menelan ludah.
"Buk, gado-gadonya satu sambalnya banyak ya."
"Buk, gado-gadonya satu sambalnya banyak ya."
Vandita mendengar tak hanya dia yang menyebutkan sedemikian. Ada suara lain yang terdengar di gendang telinganya. Terlihat cowok yang masih berpakaian SMP menatapnya dengan tersenyum. Vandita hanya menatap aneh, bukan tentang pria itu, melainkan seragamnya. Padahal sekolah telah masuk tiga hari ini. Tapi, kenapa Ia masih berseragam SMP? Apa penjahitnya sangat lambat? Atau mungkin ia belum membayar uang jahit? Entahlah, ia berpikir bodo amat.
Vandita menduduki tempat yang disediakan oleh kantin, ia duduk disamping cowok itu. Bukan disamping, melainkan disamping pojok yang berjarak cukup jauh dari cowok itu.
Terdengar langkah kaki memasuki lorong kantin. "Sheila." nama itu yang langsung ada dipikiran Vandita.
"Hei, kenapa kalian disitu?" suara lantang membuat Vandita dan pria itu sama-sama menoleh "Astaga," gumam Vandita. Ia tak mengira bahwa guru tata tertib akan menge-cek kantin disetiap jam masuk kelas. "Kalian berdua ikut saya ke ruang BK." ujar guru yang memiliki badge nama yang bertuliskan 'Nurjarweni' atau lebih akrab dipanggil Bu Eni.
***
"Kenapa kalian membolos saat jam pelajaran?" tanya Bu Eni dengan nada tinggi,
"Hmm say--"
"Anu bu, tadi kan saya sebenarnya mau ke kamar mandi,berhubung kamar mandi di sekolah kita baunya mirip tempat pembuangan sampah, yaudah saya pergi ke kantin buat numpang ke kamar mandi. Eh gak taunya makanan di kantin lumayan menggoda nafsu makan saya bu. Dan dari pada saya dibilang munafik dengan membohongi hati kecil saya, yaudah saya pesan makanan aja Bu," ucapan Vandita terputus oleh cowok itu. Mata Bu Eni semakin melotot mendengar jawabannya. Bisa-bisanya Ia tak mempunyai sedikitpun rasa takut menghadapi guru?Bu Eni menghembuskan nafasnya pelan, "Kalau kamu?" pertanyaan itu mengarah pada Vandita yang dari tadi melongo tak percaya mendengar alasan yang tak masuk akal dari cowok disebelahnya itu.
"Saya tadi nungguin teman saya ke koprasi siswa Bu, dan teman saya lama. Terus saya mau pesan gado-gado dulu." ia tak berani menatap mata Bu Eni.
"Berhubung kalian masih siswa ajaran baru, kalian saya maafkan--"
"Nah gitu dong bu, sesama makhluk Allah harus saling memaafkan, ya walaupun ini belum lebaran. Tapi kan Allah selalu memaafkan kesalahan hambanya," Lagi-lagi cowok itu dengan wajah tanpa dosa nemotong ucapan Bu Eni."Hish! awas kamu ya! Cepat kamu tulis nama kamu di sini!" Bu Eni menyodorkan buku yang berisi pelanggaran siswa.
"Yah, Bu, tulis sendiri lah. Masa iya gurunya lagi ngomong, saya malah nulis biodata. Nama saya Dhika bu, jangan lupa pakek H, jadi D-h-i-k-a." karena tidak mau berurusan dengan bocah gak jelas, Bu Eni segera menuliskan namanya.
"Kamu yang cewek, jangan diulangi ya, sekarang kamu kembali ke kelas!"
Tanpa berkata apapun, Vandita segera berlari menuju pintu keluar.
"Hati- hati ya mbak," teriak cowok itu pada Vandita dari jauh.
"Saya juga balik kan bu?" lanjutnya,
"Kata siapa? Kamu harus minta izin kepala sekolah dulu."
***
Vandita memasuki kelasnya yang sedang menonton drama korea, entah kemana perginya guru ekonomi itu."Sheila, kok lo ninggalin gue sih? Lo tau gak, apa yang terjadi sama gue setelah lo ninggalin gue?" Vandita memegang kepalanya.
"Ya mana gue tau, orang gue tadi keluar koperasi lo udah nggak terdeteksi," ujar Sheila santai.
"Dan lo bilang apa waktu lo balik ke kelas?" tanya Vandita lagi,
"Ya, gue bilang sama Bu Maya, kalau lo mencret,"
"Terus semuanya ketawa," lanjutnya seolah tak menanggung beban.
"Kok bisa bisanya sih, lo kayak gitu Sheil? Lo tau apa yang terjadi sama gue? Gue ditangkap kayak maling tau gak! Sama guru tata tertib Sheil!" Vandita memegang kepalanya semakin erat.
"Apa?" Sheila memasangkan wajah keget,
"Apel!" Vandita kesal
"Lo serius Van? Guru tatib yang terkenal liar itu? Eh maaf banget, gue gak tau kalau lo dipanggil di BK. BTW, lo sama siapa disana? Lo gak diapa apain kan?" tanya Sheila bertubi-tubi.
"Ya, gapapa. Udah terjadi kan. Gue gak di apa-apain Sheila cantik, tadi sih gue sama anak cowok yang jelas baru kelas 10 juga, dan seragamnya kayak SMP lo deh Shel, tadi kalau gak salah namanya Dhika. Pakai H." jelas Vandita. Sheila mengerutkan keningnya.
"Dika?" gumamnya,
"Dia genit sama cewek. Gue agak ilfil deh!" ujar Vandita.
"Setau gue, teman SMP gak ada deh yang namanya Dhika, lo salah lihat seragamnya kali." bantah Sheila.
"Oh, ayo lah, gue belum rabun sayang," ujar Vandita kesal.Minggu, 21 Mei 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Berhenti Di Kamu
Teen Fiction"Kamu, adalah hal pertama, rasa pertama dan harapan pertama. Saat aku menginjak masa SMA." Berawal dari dimulainya pelajaran efektif untuk peserta didik baru yang sama sekali tidak menyenangkan, membuat Vandita jenuh dan memilih untuk pergi ke kant...