Vandita mengemas barang-barangnya. Bel pulang sekolah telah berbunyi. Tapi entahlah, ia enggan meninggalkan tempat duduknya, karena masalah tadi? Tentu.
Ia pasti akan mendapat pandangan sinis dari anak anak alay yang melihat kejadian saat Dika berteriak tadi."Van? Ayo pulang," Sheila memegang bahu Vandu.
"Gue takut Sheil, gue takut digosipin anak-anak alay,"
"Enggak akan, kan Lo barengan sama gue. Jadi nggak mungkin dong anak-anak alay gosipin Lo," Terang Sheila sembari menggandeng tangan sahabatnya tersebut.***
Terlihat segerombol cowok sedang berdiri di pos depan sekolah, sembari sebagian menggoda cewek-cewek yang melewati gerbang keluar. Siapa lagi? Dika beserta kawan kawannya yang tercinta."Sheil, ada Dika. Gimana nih?" Vandu menghentikan langkahnya. Ia menatap cowok tersebut. Sesekali tersenyum melihat kakak kelas yang keluar.
"Hai?" teriak Dika melambaikan tangannya. Ia berlari kearah Vandu.
"Kamu nggak usah takut lewat depan aku Van, aku gak--" Ucap Dika terputus.
"Iya, Lo gak gigit kan?"
Dika hanya tertawa geli."Kamu barengan, sama Sheila?" tanya Dika lagi. Jujur, Vandu baru menemui cowok seperti ini sekali. "Ya," ujar Vandu sambil mengangguk pelan.
"Ayo bareng aku," tawar Dika dengan tatapan menggoda.
"Gue udah bareng sama Sheil--"
"Iya Pan, barengin aja Vandu. Gue ada acara mendadak nih. Dada," ujar Sheila dengan melambaikan tangan.Hening.
"Jadi bareng aku nggak Van?" Tawar Dika lagi.
Ya, karena tak ada pilihan lain. Vandu pun mengangguk pelan. Ia tak ingin sampai sore berada di sekolahan. Membosankan.
"Van, ayo naik." setelah mengambil motor bermerk pulsar berwarna birunya ditempat parkir, Dika mengajak Vandu segera naik.
"Gimana naiknya, Ka?" tanya Vandu dengan malu-malu. Baru pertama kali ia menaiki motor seperti ini dan semacamnya.
"Duduknya gimana?" lanjutnya lagi."Duduk kayak cowok aja dong, jangan lupa pegangan yang erat ya, aku takut kamu jatuh," ujar Dika yang membuat pipi Vandu merona.
***
"Ka? Sebenarnya kita mau kemana?" Vandu mulai berani bertanya setelah beberapa km yang mereka lewati hanya hening yang terasa.
"Ka?" Vandu menepuk bahu Dika. Ia bingung, karena rumahnya sudah terlewat sejak beberapa km tadi.
"Ke tempat yang indah Van, dan pastinya kamu bakalan suka,"
Vandu hanya terdiam, ia hanya memikirkan kemana Dika membawanya.
"Aku tau, kamu belum mencintaiku, Van. Tapi aku yakin, kamu pasti sedang menuju ke sana. Dan aku gak bakal sia-sia in ini. Aku akan terus berusaha membuat kamu jatuh cinta. Aku akan berusaha menghindari apapun yang mengharuskan aku buat jauh sama kamu." batin Dika sembari melihat Vandu dari kaca spionnya."Van, pegangan ya? Jalannya naik turun. Nanti kamu bisa jatuh." ujar Dika.
"Enggak! Gue gak akan jatuh kok, walau gue gak pe--" Dilewatinya jalan menanjak yang mengharuskan Vandu memeluk punggung cowok yang berada di depannya.
"Aku bilang juga apa, kamu takut kan?"
Tidak ada jawaban.
Cewek itu memeluk erat punggung Dika.Setelah berkilo-kilo meter lagi pun tetap sama. Tidak ada yang berubah, Vandu tetap memeluk Dika dengan erat.
"Van? Kita sudah sampai," tidak ada jawaban. Dilihatnya cewek itu dari kaca spion. Ia tertidur. Entah sejak kapan, tapi Dika merasa heran. Tak disangkanya cewek itu tertidur dengan bibir manyun.
"Sungguh cantik." pikirnya."Vandita, kita sudah sampai."
Vandu membuka mata, dilihatnya danau berair jernih, dengan rerumputan yang hijau dan batu-batu besar di sekitar danau. Sungguh indah.
Dika menggandeng Vandu yang masih mengucek matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berhenti Di Kamu
Teen Fiction"Kamu, adalah hal pertama, rasa pertama dan harapan pertama. Saat aku menginjak masa SMA." Berawal dari dimulainya pelajaran efektif untuk peserta didik baru yang sama sekali tidak menyenangkan, membuat Vandita jenuh dan memilih untuk pergi ke kant...