17•Hanya Untuk Dika

156 10 6
                                    

Perjuangkan kembali
apa yang membuatmu 
bahagia. Jangan biarkan,
Hatimu kehilangan dia.

🍃🍃🍃

Sejuk.

Itulah yang dirasakan semua siswa saat berada di tanah Malang. Udara yang dingin namun segar, pemandangan 'Coban Rais' yang sangat menawan dan sangat pantas dijadikan lokasi outbond.

"Halo, Ran? Lo kok tidur sih! Bangun woy bangun hahaha," ujar Vandita membangunkan Randi yang sedari tadi tertidur pulas. "Udah sampai ya?" ujarnya dengan mata sedikit tertutup. "Kok dingin?" lanjutnya.

***
"Selamat datang di area bumi perkemahan COBAN RAIS. Dimana tidak ada pertengkaran, perkelahian apa lagi permusuhan! Kalian diberi waktu satu setengah jam, untuk menikmati pemandangan di sini," ujar pemandu wisata.

Vandita langsung mengaktifkan kamera DSLR yang ia bawa dari rumah.
"Yang, kita foto di sana yuk, yang ada papan bentuk hati itu," sontak, mata Vandita langsung mengarah pada sumber suara. Entah kenapa, hatinya selalu terasa sakit saat mendengar Melin mengatakan kata "Sayang," pada cowok yang dicintainya itu.

Ia melihat Melin dan Dika berfoto di tengah papan bentuk hati. Melin memeluk satu lengan Dika, dan wajah keduanya tersenyum. Sungguh terlihat bahagia.

"Aku harus bisa lupain kamu, Ka." Vandita membuang napasnya panjang.

***
"Sayang, aku mau tanya sama kamu. Boleh?" Seorang cewek berkata lirih. "Mel?" cowok itu langsung menolehkan kepalanya. Keduanya terdiam.

"Sebenarnya, kamu serius nggak sih, sama aku?" Melin memberanikan bertanya, entah mengapa ia merasa bahwa Dika tak benar-benar mencintainya, atau bisa di bilang, terpaksa. "Serius dong, aku sayang sama kamu. Kalau aku nggak sayang, kenapa sih aku nembak kamu buat jadi pacarku?" jelas Dika lagi. "Tapi, aku ngerasa kamu itu cuma jadiin aku pelampiasan, kamu memang sama aku, tapi aku masih ngerasa kalau hati kamu ada sama orang lain. Dan lagi--" Melin sengaja memengal ucapannya.

"Apa?"
"Kenapa tiap aku minjem HP kamu, selalu aja alasan, kenapa ada chat yang di arsip? Dan coba jelasin ke aku, siapa itu Vandita?" ujar Melin berkaca-kaca. Berbagai pertanyaan timbul di benaknya.

"Vandita?" tanya Dika pelan namun penuh arti. Ia baru mengingat kontak di ponselnya yang ia beri nama 'Vandita Cantik Sepanjang Masa' Ia mengingat itu.

***
"Dika jahat banget sih, masa iya unsername aku cuma di kasih nama 'Vandu' gitu aja," ujar Vandita melipat kedua tangannya, namun ia tak menatap Dika, pandangannya mengarah pada pohon cemara di tepi danau itu. "Terus mau di kasih nama apa dong? Sini-sini, aku kasih nama," Dika merebut kembali ponselnya yang ada pada tangan Vandita, entah berapa banyak memori yang digunakan Vandita untuk berselfie-selfie ria, namun Dika tak mempermasalahkan itu semua. Ia justru sangat senang jika Vandita menyimpan apapun di ponselnya. "Vandita Cantik Sepanjang Masa." ia bergumam sembari menuliskan kalimat itu pada kolom nama di nomor Vandita. Vandita terkekeh, karena sebenarnya ia hanya bercanda. "Coba lihat, nama aku di HPmu, Van." Dika mengambil ponsel Vandita yang ia taruh di atas batu besar, "Sedot WC" Senyum kecil muncul di bibirnya, sederhana namun sangat membuatnya tertawa, "Sedot WC?" ujarnya sembari menggoda Vandita, "Apa ya, itu aku kasih nama kayak gitu biar nggak ketauan sama Ayah, kalau aku gak kasih embel-embel Sedot WC atau satpam misalnya, pasti ayah udah introgasi aku," ujarnya dengan mengada-ngada. "Kalau kamu mau ganti, ganti aja Ka, maaf ya kasih kamu nama sedot WC gitu," Vandita menunduk, merasa bersalah. "Udah nggakpapa. Siapapun aku di mata kamu, aku akan tetap bahagia. Karena dengan kenal sama kamu aja udah membuat aku merasa kayak orang terbahagia," ujar Dika dengan mengusap ujung rambut Vandita.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Berhenti Di KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang