ELEVENTH - Who?

107 14 14
                                    

*Mulmed; fotonya Vandita waktu kecil.*

Dika mengendarai motornya dengan kecepatan standart. Ia membiarkan angin sore menerpa tubuh keduanya.

"Van," panggil Dika setengah berteriak.
"Apa Ka?" jawabnya.
"Makasih ya, udah diizinin dekat sama kamu,"
Tak ada jawaban, yang diajak bicara hanya tersenyum.

Ia memberhentikan motornya di depan rumah ber-cat hijau itu,
"Thanks banget ya, Ka."
Dika tersenyum, suara cewek tersebut tetap menjadi favoritenya.
"Kamu nggak mau mampir dulu?"
"Boleh," Jawabnya spontan.

***
"Sebentar ya," Ujar Vandita yang hendak mengganti baju.

"Van, tunggu!" cegahnya
"..."
"Ini foto siapa?" Dika mengangkat bingkai foto yang diletakkan diatas meja kecil.

"Fotoku lah, siapa lagi?" Vandita menjawab dengan pelan,

"Lucu ya, matanya tetap indah, hidungnya tetap mancung kebelakang," ujar Dika seolah tanpa bersalah.

"Oh gitu, masa hidung kayak gini dibilang mancung ke belakang?" jawab Vandita enteng seolah perkataan Dika hanya lewat telinga kanan dan keluar telinga kiri.

"Tapi waktu kecil kok nggak mancung sih? Tapi lucu loh, rumah kamu disini nggak? Waktu masih kecil segini?" Dika melihat foto itu lagi, foto Vandita 13 tahun silam. Tepatnya saat ia berusia 2 tahun.

"Disini lah,"

"Wah, sayang banget. Aku baru tau rumahmu waktu SMA sih,"

"Emang kenapa Ka?"

"Aku pingin jagain kamu waktu kamu kecil--" jawab Dika, namun ekspresinya tetap datar.

"--tapi aku juga masih kecil waktu itu," lanjutnya.

Vandita tertawa mendengar pernyataan cowok berjambul itu, sungguh tidak masuk akal.

Terdengar, tak hanya tawa Vandita yang ada disana.

"Mama," Vandita melihat mamanya yang baru keluar dari kamar.

"Oh ini ya, pacarnya Vandita," ibunya tersenyum. Vandita kembali turun dari anak tangga. Rupanya, ia mengurungkan niat untuk berganti baju.

"Iya Ma--" Ucapan Dika terputus.

"Apa, pacar-pacar? Bukan ma, ini Dika. Temannya Vandu," dengan cepat, Vandita memutus ucapan Dika.

"Ah enggak Ma. Saya Dika, calon pacarnya Vandita, tepatnya," Ia tersenyum puas menunjukkan senyum kemenangan.

"Oh jadi ini, yang namanya Dika. Kamu cerita dong, Van! Masa iya, tiap baru pulang sekolah selalu di kamar, main hape, online di BBM, disuruh mamanya bilang, nanti-nanti," ujar mama Vandita sembari menunjuk ke arah sofa ruang tamu, yang berarti mempersilahkan duduk.

"Biar mama bikinin minum dulu ya,"

"Mama, biar Vandu aja." elaknya kemudian.

Hening

Tak ada satupun yang bersuara. Selanjutnya, terdengar suara tawa ibunya.

"Kamu bikinin apa? Air putih? Van, mama nggak mau bikin tamu trauma deh! Terakhir kamu bikin minum buat tamu, kamu ingat nggak? Kamu kasih garam, bukan gula. Dan mama nggak tega kalau Dika minum garam,"

"Hust mama jangan buka aib Vandu dong, emang kenapa? Kalau Dika minum air garam?"

"Yeh, anak ganteng kayak gini suruh minum air garam, sana! Biar mama yang bikinin!"

Vandita hanya tertunduk lesu.
Sementara Dika hanya tertawa kecil sembari merapikan jambulnya.

"Gimana, Van? Mama udah merestui hubungan kita loh," Dika tersenyum puas.

Berhenti Di KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang