04:00.
Alarm berbunyi. Gadis itu segera berlari ke kamar mandi dan bersiap. Ini adalah kali pertamanya bangun sepagi ini untuk menyiapkan hari yang ditunggu-tunggu seluruh pengurus OSIS baru. Ya, hari pelantikan."Mama, nanti anterin Vandu ya! Vandu gak mau telat nih!" teriaknya dari dalam kamar mandi.
"Udah jangan banyak bicara, jam kamu kurang dua jam. Sebenarnya ini jam enam."
***
"Vandita Arrora?" ujar ketua OSIS.
"Vandita?" Ulangnya lagi."Hadir, kak." jawabnya dengan napas ter engah-engah.
Semua orang memandang Vandita.
"Sori banget, hari ini aku agak kesiangan. Soalnya tadi nungguin mama dandan dulu."Hening
"Emang rumahmu mana?" tanya Ketua OSIS kemudian.
"Dari sekolah belok ke kiri, lalu ada perumahan kak," Ia menundukkan kepalanya."Ah, belok ke kanan," sahut seseorang yang sedari tadi berada di sampingnya. Dika.
"Ke kiri kak," Vandita mengelak.
"Yang benar yang mana?" Kali ini ketua OSIS berwajah serius."Ke kiri,"
"Ke kanan,"
Vandita dan Dika berteriak bersamaan."Lo kenapa sih? Emang gak bisa membedakan mana yang kanan dan yang kiri?" Vandita meninggikan nada suaranya.
"Kamu yang gimana, sepuluh tahun lagi kan kamu serumah sama aku!" ujar Dika spontan yang membuat semua pengurus OSIS bersiul ricuh.
***
Setelah upacara pelantikan dengan mengucapkan kata inti "Demi Allah, akan mendahulukan kepentingan OSIS dari pada kepentingan umum, pribadi, kelompok kelas dan golongan," mereka berkumpul di ruang aula.
"Dek! Kalian tau gak? Pelantikan kalian itu hancur! Gue baru kali ini melihat pelantikan sejelek ini! Paham? Gue kecewa!" ujar mantan wakil ketua OSIS.
Tidak ada jawaban. Semua pengurus OSIS hanya tertunduk kali ini."Sebenarnya, sesi kali ini adalah foto bersama. Tapi males ah gue! Malu-maluin!" lanjutnya sembari pergi menuju kelas.
Hening.
Tidak ada yang berani angkat bicara kali ini."Untuk seluruh pengurus OSIS. Langsung saja, kembali ke kelas masing-masing. Tapi pelajaran kali ini belum efektif, jadi kalau ada yang mau disini sebentar, silahkan." kali ini Dewa, sebagai ketua OSIS yang bicara.
"Van, disini dulu aja," Dika memegang pergelangan tangan Vandita yang hendak pergi.
"Lo tadi kenapa sih? Bilang kayak gitu?" Tanya Vandita yang membuat Dika menundukkan kepalanya.
"Aku ta--" terputus.
"Lo tadi kenapa? Mau nunjukin lagi di depan seluruh peserta upacara biar gak ada yang deketin gue?" pertanyaan cewek itu membuat Dika tidak bisa berkata-kata lagi.
"Van, yang kamu bilang itu benar. Tadi pagi aku lihat banyak yang bicara tentang kamu, katanya kamu ngejar-ngejar Aditya. Dan kamu pikir aku percaya? Enggak Van, kamu bukan cewek seperti itu kan? Dan tadi aku cuma mau membuktikan ke mereka, bahwa yang mereka bilang itu salah," jelas Dika. Yang membuat mata cokelat Vandita mengeluarkan cairan bening yang masih mampu Ia bendung.
"Kapanpun kamu butuh aku, aku akan selalu ada. Buat kamu."
Dika memegang tangan Vandita yang bergetar. Kali ini butiran bening itu tak mampu lagi Ia tahan. Air mata itu meluncur dari bendungannya.
"Makasih," jawabnya dengan bibir bergetar.
"Sama - sama Van," Dika tersenyum ikhlas.
"Van?" lanjutnya.
"Iya?"
"Aku cinta kamu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Berhenti Di Kamu
Teen Fiction"Kamu, adalah hal pertama, rasa pertama dan harapan pertama. Saat aku menginjak masa SMA." Berawal dari dimulainya pelajaran efektif untuk peserta didik baru yang sama sekali tidak menyenangkan, membuat Vandita jenuh dan memilih untuk pergi ke kant...