16 •AKU CEMBURU !

83 6 4
                                    

"Kalian akan berangkat ke kota Malang, dan perjalanan menuju kesana tidak relatif cepat. Jadi, jangan berbuat yang aneh-aneh selama di perjalanan." suara pembina OSIS terdengar keras melalui pengeras suara.

"Di Malang, udaranya dingin Van. Kamu bawa pakaian hang--" Ucapan Dika terputus.

"Gak usah sok perhatian! Gak butuh!" cetus Vandita dan langsung meninggalkan pria berambut ikal itu.

"Mbak Van, jangan gitu! Kamu bisa pura-pura membenci, terus pura-pura gak dengerin dia. Tapi kamu harus ingat, kamu nggak akan bisa mengontrol hati untuk berhenti mencintai seseorang," Dela menepuk bahu Vandita. Namun ia sama sekali tak menolehkan kepalanya. Ia hanya menatap nanar apa yang mencuri perhatiannya saat ini.
"Sayang, jadi kita besok bisa malam mingguan disana, ya kan?" Melin memegang tangan pria itu sembari menatapnya tajam, sementara yang di tatap hanya tersenyum.

"Ya Allah, sabar Vandu! Kamu gak boleh nangis!" gumamnya.

***
"Ta? Kamu di bus berapa?" tanya Randi dengan napas terengah-engah. Namun tetap ada sorot yang berbeda dari pria ini. Dari caranya memanggil, caranya tersenyum dan, "Kita se-bus pe'ak! Hahaha," ujar Vandita sembari tetawa. "Loh emang iya?" Randi masih berlagak tek percaya, "Iya ayo!" Vandita menarik tangan Randi.

Mereka duduk bersebelahan. "Ta, aku mau tanya, rasanya duduk di samping orang yang kamu sayang itu gimana?" pandagannya tak mengarah ke siapapun. Vandita terdiam, jika di sampingnya adalah Dika iya pasti akan bilang "Bahagia, Ka. Bahagia banget, kayak aku duduk di samping kamu, nggak ada rasa yang lain. Di hati aku kayak ada petasan-petasan kecil dan bunga-bunga yang mekar," namun nyatanya Vandita hanya terdiam, karena memang yang duduk di sampingnya bukan Dika.

"Ya kayak gitu, memangnya kamu nggak pernah duduk di sebelah orang yang kamu sayang?" Vandita mengangkat alisnya. Randi terdiam.

Maka dari itu aku tanya, kalau aku ngerasa bahagia banget, berarti aku sayang kamu dong Van? Berarti aku jatuh cinta dong sama kamu? 

Di ujung jalan ini, aku menunggumu..
Aku menantimu, di tengah terik matahari, aku menyanyikan kisah tentang kita.

Terdengar bunyi lagu yang diputar oleh sopir bus. Pikiran Vandita kembali teringat tentang kejadian beberapa minggu silam.

***

"Mau nambah lagi Van?" senyum itu membuat mata Vandita terkunci. Ia hanya menggelengkan kepalanya.

"Lihat deh, kamu itu kayak anak kecil. Masa iya minum es kayak gini aja belepotan?" Dika kembali menarik senyumnya. Yang menghasilkan senyum indah berlesung pipit di diri mulutnya. Tangannya mengusap pelan bibir Vandita, belai jarinya sangat lembut.

Vandita terdiam, memandang lembut wajah rupawan pria itu, sembari tersenyum.

"Beneran nggak mau nambah es nya?" tanya Dika sekali lagi. "Enggak! Nanti kalau aku gendut gimana?" Sudah tak asing lagi, seorang cewek memang paling sensi dengan kata 'Gendut'.

Dika tertawa nyaring "Biarin, gendutan juga nggakpapa, salah sendiri waktu aku nembak di tolak," ujarnya dengan memukul-mukul bangku yang mereka duduki.

***
"Aku kangen kamu, Ka!" ujarnya lirih dalam hati. "Kamu tau? Melepas apa yang hampir di genggaman itu bukan hal yang mudah," Vandita mencoba menahan air matanya yang hendak keluar. "Andai aja, hari itu aku udah bilang 'Iya,' pasti kita saat ini udah sama-sama kan?" ia semakin menyesali perkataannya seminggu silam. Hatinya benar-benar tidak rela saat Dika bersama dengan Melin, apa lagi dalam dua hari ini, mereka akan selalu sama-sama.

***
"Kamu lagi apa ya Van? Andai kita satu bus, Van. Banyak yang ingin aku jelasin lagi ke kamu. Ninggalin kamu itu kesalahan terbesar aku yang gak mungkin aku maafkan."

"He, kok lo ngelamun aja sih! Oiya emang dari dulu kerjaan lo cuma nyesel-nyesel dan nyesel ya! Haha miris banget hidup lo!" ujar seseorang bertubuh tegap. Rafi, entah apa masalahnya. Namun, sejak kecil ia selalu mencari gara-gara dengan adik kelasnya itu.

"Lo apa-apaan sih! Gue gak pengen cari ribut sama lo Raf! Gue capek, gue salah apa sih sama lo? Tiba-tiba lo nyamperin gue, ngejelek-jelekin gue kayak gitu!" bentak Dika, "Eh santai sob, lo gak mikir? Orang tua lo aja denger-denger broken. Dan bokap lo nikah lagi, ya gak sih?" Rafi mengangkat alisnya. "Kalo punya mulut itu dijaga--" ucapan Dika terhenti.

"Rafi! Irvan! Apa yang kalian ributkan di sini? Kalian nggak tau ya, ini itu di dalam kendaraan! Bisa-bisanya kalian ribut tanpa sebab kayak gini!" ujar Bu Tri melerai keduanya.

"Selama gue masih disini, hidup lo gak akan tenang Van!" ujar Rafi masih memaki.

Berhenti Di KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang