8. Rela, Gak Rela

2.7K 375 63
                                    

Suasana UKS sebelumnya tenang-tenang saja, murid yang bertugas pun terlihat santai. Namun suasana itu berubah seketika saat Irzan masuk dengan (namakamu) yang ada di gendongannya.

"HOI YANG ADA DI SINI. BANTU CEWEK GUE CEPET!" teriak Irzan memenuhi isi ruangan berukuran sedang tersebut. Ada beberapa brankar yang masing-masing di privasi dengan tirai berwarna hijau.

"EH ALAH! CEPET OBATIN, BEGO!" Irzan dengan kalap menarik petugas PMR dan di arahkan ke brankar yang di atasnya terdapat (namakamu) yang masih terkapar.

Irzan berdecak saat cowok—petugas PMR—itu menyingkirkan potongan seragamnya dan mulai menyentuh dagu (namakamu) untuk memeriksa seberapa parah luka yang didapatkannya.

"Jangan curi-curi kesempatan deh lo," Irzan tau-tau menoyor kepala cowok yang di seragamnya terdapat name tag yaitu Fariz. "Gue ingetin ye nama lo, awas aja macem-macem sama (namakamu). Nyentuh (namakamu)nya jangan banyak-banyak!"

Fariz memutar bola matanya. Jengah. "Gue cuma mau obatin dia, ya berarti gue harus nyentuh dia, bego!" Untuk kata terakhir Fariz mengecilkan volumenya. Bukan karena takut, hanya saja dia males berurusan dengan Irzan yang—setaunya—beraninya main keroyokkan—bersama Abizar dan Sandi.

"Ya tapi jangan lama-lama, gue tau lo modus kan!" tuduh Irzan di luar pikiran Fariz. Sumpah! Fariz tidak ada niatan untuk modus dengan (namakamu), astaga!

"Ini (namakamu)nya mau gue obatin atau enggak?" Fariz bertanya membuat Irzan skak mat.

Irzan mengacak-ngacak rambutnya, frustasi. "Ya mau lah! Gue juga gak tega liat dia luka kayak gitu! Tapi—" Digigitnya bibir dalam dan luarnya secara bergantian setelahnya dia nendorong tubuh Fariz agar ke luar dari UKS. "Ah, gak tenang gue kalo lo yang ngobatin! Mending lo cari petugas PMR yang cewek dah sono!"

Fariz yang sudah ada di luar UKS memandang Irzan remeh sambil menaikkan sebelah alisnya. "Lo siapa nyuruh-nyuruh gue?" Pertanyaan itu membuat Irzan menggemeletukkan gigi-giginya. "Kalo lo mau (namakamu) lo itu terus kayak gitu, yaudah terserah! Paling besok tuh luka jadi infeksi, terus makin parah, eh bisa-bisa diamputasi itu."

"ARGH! BACOT LO ANJIR!" Dengan terpaksa Irzan kembali menarik Fariz ke dalam UKS. "Obatin cepet! Gue bakal awasin terus." kata Irzan dengan mata menatap Fariz tajam.

Fariz terlihat biasa saja, santai, dia mengangkat kedua bahunya. "Gak masalah."

Huh! Irzan membuang mukanya tak mau menatap (namakamu) yang disentuh—untuk diobati—oleh Fariz. Tau gini, gue ikut ekskul PMR waktu itu. Sedikit rasa sesal muncul. Cita-cita Irzan saat kecil memang ingin menjadi Dokter, namun seiring berjalannya waktu—hingga dia sudah SMK sekarang, cita-citanya itu hanya ada di angan.

Ya, karena konyol saja. SMK masuk jurusan Administrasi Perkantoran namun cita-cita jadi Dokter.

Sejenak Irzan menghela nafas dan melirik ke arah (namakamu).

"Ehhhhh, jangan deket-deket!" Irzan menjauhkan kepala Fariz yang dirasa terlalu dekat dengan dagu milik (namakamu), saat cowok itu tengah memperhatikan luka-luka yang ada sebelum dia membersihkan luka tersebut.

Fariz pun menghela nafas, gusar. Ribet banget sih nih cowok. Matanya mendelik pada Irzan.

"Apa lo?! Ha!" Irzan yang menyadari tatapan Fariz langsung membalasnya dengan tatapan maut juga.

"Orang waras, ngalah," ucap Fariz kembali fokus pada luka (namakamu).

"Ngajak ribut lo ye!"

Dan terus seperti itu, terus berdebat tanpa dirasa kehabisan bahan cacian hingga Fariz pun selesai mengobati luka (namakamu) dengan dibalut menggunakan kapas dan direkat oleh plester.

Time [Irzan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang