EMPAT : Abang Devan Yang B Aja.

741 56 10
                                    

"Hukuman lo adalah." Devan menghirup udara. "Jadi budak gue selama gue ingin."

"Hah?!" Reaksi Raisa diluar batas.

"Iya. Terserah lo mau nyebut apa. Tapi lo budak gue. Pesuruh gue. Pembantu gue. Pengikut gue. Atau apalah yang jelas lo sama gue."

"Muke gileee!!!!" Teriak Raisa memekik ke seluruh ruangan. "Ogahlah."

"Itu hukuman. Jalani aja. Lagian gue ganteng. Lo cukup beruntung." Raisa melipat tangannya ke dada.

"SEKALI GAMAU YA GAMAU! MAKSA AMAT DEH!" Teriak Raisa lagi. Ia benar-benar tidak mau, sekalipun Devan itu adalah artis Ia tetap tidak mau. (Tapi kayanya kalo Devan artis dia mau deh.)

"Lo nolak sampai upil lo segedhe gajah juga lo tetep budak gue sekarang." Raisa mencoba sabar.

"Kalo gue gamau?" Tantang Raisa berani.

"Gue buang lo ke kali biar mimi peri nyelamatin lo." Jawab Devan datar tadi mampu membuat Raisa mengulum senyum.

"Gue kuliah di sini bukan disuruh jadi babu." Raisa bersenandung santai, sedangkan Devan masih tidak santai.

"Hukuman lo sih itu mah." Desis Devan memancing emosi Raisa.

"Kejam." Raisa mengerucutkan bibirnya. "Banget." Tambahnya.

"Biarin gue kejam pake banget yang penting gue ganteng, pake banget juga." Devan menjulurkan lidahnya, merasa menang atas Raisa.

"Sok kegantengan." Sindir Raisa membuat Devan membulatkan matanya sempurna.

"Gue emang ganteng. Lo harus akui itu." Perintah Devan pada Raisa.

"O."

"Gah."

Raisa langsung masuk kelasnya tanpa pamit kepada Devan. Membuat Devan mendengus kesal, lalu juga meninggalkan  tempat itu. Ditambah lagi Ia melihat mahasiswi yang Ia sebut fans anarkis mulai heboh saat melihatnya, membuatnya punya keputusan pergi dari situ.

⚫⚫⚫

Keramaian di mana-mana. Raisa mencoba menyeberang jalan namun selalu gagal karena klakson kendaraan memaksanya mundur kembali.

Sedangkan dari kejauhan seorang Devan tersenyum sendiri ketika melihat Raisa kesulitan menyeberang. Ia mengatakan mesin motornya dan melajukan motornya kearah Raisa.

"Gabisa nyebrang ya Dek?" Ledek Devan ketika berhenti di depan Raisa.

"Mimpi apa gue semalem sampai harus ketemu lo lagi." Raisa mendengus kesal. "Mau apa sih?" Raisa memutar bola matanya malas.

"Lupa? Lo itu budak gue. Jadi ya lo harus sama gue." Seringai tajam dari Devan membuat Raisa mengerucutkan bibirnya.

"Dasar!" Makinya.

"Karena lo budak gue." Devan menarik nafas nya sebentar. "Jadi lo harus sama gue buat nemenin gue jalanin aktivitas gue."

"Buju buset!" Raisa melolot ke arah Devan.

"Kenapa?" Tanya Devan merasa tak bersalah. "Bener kan? Lo budak gue. Jadi lo sama gue."

"Aelah susah deh ngomong sama orang enggak mudengan." Devan memberikan helm untuk Raisa.

Seolah tahu Raisa adalah typical orang yang tak suka memakai kendaraan pribadi, seorang Raisa lebih suka menikmati padatnya kota dengan menggunakan angkutan umum, Devan menyuruh Raisa naik ke motornya.

"Jangan pikir gue mau nerima tebengan lo." Raisa menjawab dingin.

Tangan yang menjulurkan helm itu masih tetap di tempatnya. "Gue bukan mau nebengin lo. Lo ikut gue, temenin gue."

You Will Leave Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang