Devan sedang melamun di balkon rumahnya. Ia kepikiran perihal ucapan Kevin tadi di kampus. Devan terlihat emosi, apa mau Kevin?
Lama ia melamunkan diri. Suara ketukan pintu terdengar olehnya.
"Masuk."
"Dev, mama disuruh papa buat membicarakan sesuatu hal sama kamu." Ucap Dewi sembari berjalan menuju balkon, dimana Devan berada.
"Apa lagi sih?" Jawab Devan langsung sewot.
"Jangan gitu lah. Ini juga kan buat kebaikan kamu." Bujuk Dewi.
"Hm. Apa?"
"Papa mau ngejodohin kamu sama anal temennya." Celetuk Dewi ringan. Namun reaksi Devan luar biasa.
"Gak. Dipikir Devan lair di jaman 70 an apa? Main jodoh-jodohin aja." Tolak Devan mentah-mentah.
"Devan, itu keputusan papa kamu." Dewi masih membujuk anak nya itu.
"Ogah ah, ma." Devan bangkit dari duduknya dan keluar dari kamar. Meninggalkanmu Dewi yang menatapnya nanar.
Devan pergi dari rumah. Ia bingung mau kemana perginya. Ia bingung sekali. Pikirannya sangatlah ruwet kali ini.
Raisa.
Ia teringat nama itu. Devan mengencangkan laju motornya. Menuju apartment Raisa. Ia sangat amat ingin bercerita tentang perjodohan itu pada Raisa.
Sesampainya di depan pintu apartment Raisa. Devan langsung membunyikan bel yang ada di sampling pintu.
Tak lama kemudian Raisa membukakan pintu. "Loh?" Raisa tampak bingung.
"Loh kenapa?" Devan ikut bingung.
"Tumben ga da angin ga da ujan lo kesini? Ada apa? Kangen lo sama gue? Ngaku deh!" Raisa tampak tertawa-tawa dengan pedenya.
"Dih." Reaksi Devan buruk.
"Dah dih dah dih! Masuk!" Raisa menyuruh Devan masuk. Dengan sedikit emosi, Raisa mengerucutkan bibirnya.
"Duduk tu. Mau minum apa?" Tawar Raisa.
"Apa aja."
"Elah, air cucian mau lo? Kalo mau bentar gue ambilin." Raisa tersenyun jail dan melanjutkan jalannya.
Namun Devan diam, entah mengapa. Raisa bingung. Raisa tetap melanjutkan jalannya, tapi Devan tidak memprotes kalimatnya tadi.
Kenapa devan?
Raisa berceloteh sendiri dalam hati. Ia takut Devan kenapa-kenapa.
Aneh deh.
Selang beberapa menit. Raisa kembali ke ruang tamu dengan membawa nampan dan segelas minum. Tentu bukan air cucian yang ia bawa. Tapi, jus jeruk.
"Nih minum, air cucian terenak sepanjang masa." Goda raisa supaya Devan tersenyum. Memastikan apakah Devan baik-baik saja atau tidak.
"Dih, gabisa membedakan mana air cucian mana jus jeruk ya bik?" Devan tersenyum jahat, membalas ucapan Raisa.
"Itu alasan gue bilang itu air cucian terenak sepanjang masa, tolol." Raisa merasa jengkel. "Oh iya, gue bukan pembantu lo."
"Dih. Lupa ya? Lo tu pembantu gue. Kan perjanjiannya belum gue cabut. Gimana sih?" Devan cekikikan sendiri.
"Ih lo mah! Itu bukan perjanjian. Itu lo sendiri yang memutuskan. Seharusnya gue dulu itu nolak ya. Mau maunya sih gue. Bodoh amat." Raisa tampak jengkel sekali karena ternyata Devan malah men-skakmatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Will Leave Me?
Dla nastolatków#576 in teen fiction - 22 Juli 2017 #503 in teen fiction - 23 Juli 2017 #968 in teen fiction - 23 Juli 2017 #562 in teen fiction - 24, 25 Juli 2017 Berawal dari Ospek hari pertama yang mengharuskan seorang Raisa Banindya Laksana dihukum harena ketid...