Devan sedang berada di kediamannya. Rumah megah dan indah. Bernuansa putih, dengan pagar besi yang mengelilingi rumah ini. Halaman luas dengan kolam tenang berukuran super besar terletak di bagian samping rumah itu.
Devan memang seorang yang bercukupan. Lebih malah. Namun kebahagiaannya tidak berupa uang. Ia butuh kebahagiaan dalam keluarganya.
"Dev, ini mama. Mama boleh masuk ya?" Ucap seorang dari luar kamar.
"Masuk aja." Jawab Devan singkat lalu menghembuskan nafasnya.
"Mama mau ngomong sama kamu. Tapi mama minta kamu jangan marah ya?" Pinta mama Devan dan duduk di ranjang Devan.
"Apa?" Selidik Devan dengan pengucapan yang masih dingin.
"Papa minta kamu buat ikut ke acara bisnis gitu." Mama Devan mulai berbicara. Devan menegang.
Pasti deh. Semaunya aja. Dipikir robot apa.
"Ga." Devan beranjak. "Devan ga mau. Dan ga akan mau." Devan keluar kamar dengan mengambil kunci motornya.
Devan melajukan motornya dengan kencang. Tak peduli klakson kendaraan orang-orang yang juga memakai jalan. Devan kelewat emosi, Papa nya selalu begitu. Bisnis, bisnis, dan bisnis.
Dipikir gue apaan sih. Budak? Lah yang budak kan Raisa ya? Kenapa gue sih jadinya.
Devan terus melajukan motornya tanpa tujuan. Yang terpenting adalah, gue bisa pergi dari rumah. Dan itu sudah Devan lakukan.
Ngomongin Raisa, gue ke apartment Dia aja kali ya?
Lalu Devan melajukan motornya menuju apartment Raisa. Namun, laju motornya kali ini lebih hati-hati dibandingkan dengan tadi.
Sesampainya di apartment Devan memberhentikan motornya di depan lobby.
"Pak," panggil Devan kepada satpam. Satpam itu mendekat. "Saya tamu di sini, bisa minta tolong?"
"Silakan." Jawab satpam itu sopan.
"Saya minta tolong motor saya ini dibawakan ke parkiran apart. Saya buru-buru ini, Pak." Pinta Devan dengan embel-embel buru-buru.
"Baik." Jawab satpam itu.
"Kunci nya di Bapak ya. Nanti saya ambil lagi. Makasih, pak." Satpam itu tersenyum pada Devan.
Devan mengambil ponselnya. Ia hendak menelfon Raisa, menanyakan nomor apartment nya, karena Devan memang belum tahu.
Sambungan telefon terdengar.
"Halo, siapa ya?" Tanya Raisa di seberang telefon.
"Devan." Jawab Devan singkat.
"Buset! Lo dapet nomor gue dari mana? Raisa terdengar berteriak.
"Ga penting." Jawab Devan singkat. "Yang penting sekarang adalah lo, kasih nomor apartment lo."
"Mau ngapain coba?" Raisa masih saja menanyakan hal-hal yang dianggapnya aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Will Leave Me?
Teen Fiction#576 in teen fiction - 22 Juli 2017 #503 in teen fiction - 23 Juli 2017 #968 in teen fiction - 23 Juli 2017 #562 in teen fiction - 24, 25 Juli 2017 Berawal dari Ospek hari pertama yang mengharuskan seorang Raisa Banindya Laksana dihukum harena ketid...