Kutundukan wajahku saat melewatimu. Kupalingkan wajahku saat kau memanggil namaku. Malu, wajahku membuat aku merasa malu. Torehan tipis yang bersemayam dengan nyaman disana, membuatku merasa tak layak untuk dilihat.
Kuatkan dirimu, wajahku. Jeritan hati pembawa petaka tak terdengar oleh mereka. Langit menurunkan salju menutupiku dari pandanganmu. Daun berguguran seiring langkahku padamu.
Diamlah! Jangan teriyaki diriku. Jangan memanggil seolah-olah kau membutuhkanku. Jangan mengahampiri seolah-olah kau menginginkanku. Jangan tertawa karna itu hanya melukai hatiku. Jangan ucapkan sayang jika kau mendustainya. Jangan beri harapan jika kau mengecewainya.
Sebaris kalimat indah yang pernah kau bisikan ditelingaku. Tersimpan dalam memori dan terpatri di sisi sensitifku. Membuatku mempercayai dan meginginkanmu. Ribuan anak panah menyerbu dadaku, diikuti gelak tawa dan pandangan hina jiwa-jiwa pendosa.
Aku, wajahku dan dirimu, keajaiban alam dan kutukan kerangka jahanam. Hantu malam datang tak hiraukanku begitu saja. Dirimu berjalan ditengah kota, tampa memperdulikan kehadiranku. Nyatakah aku bagimu, hinakah aku untukmu, dustakah hatiku padamu, munafikkah jiwaku saat ini?
Anak darah mencari dan kembali pada induknya. Aku, wajahku kini datang padamu, kematian tercinta. Cintai dan peluklah aku dalam keabadian gelapmu. Rangkul dan milikilah aku dalam bayangan surammu. Kurunglah aku dalam cinta apimu. Aku milikmu seutuhnya kematian tercinta!
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Kata Satu Rasa
PoetrySatu kata dapat mengungkap sebuah cerita. Satu kata berjuta makna beribu rasa. Kata mewakili sebuah dunia ide.