Klimaksnya sudah kulalui, rasa itu terus kubawa hingga kini. Jiwa-jiwa terluka menemukan kedamaian dengan sesamanya. Jiwa sepi menemukan keramaian manakala jiwa terbuang menemukan tempatnya. Perindu malam menyanyikan kidung rindu pada sang malam, terucap kata rindu bai jiwa sendu pemilik hidup. Keranda terletak rapi disudut surau, menanti diri yang ingin kembali. Meninggalkan hati demi harga diri pada Illahi, demi pertanggung jawaban atas semua rasa yang pernah dimiliki.
Setiap rasa dalam diri manusia dapat meninggikan atau merendahkan manusia ke dasar tempat ia berpijak hingga runtuh ke liang tergelap. Suatu pikiran akan datang seiring dengan kepercayaan dan harapan. Kebencian akan hadir seiring dengan kehilangan dan pengkhianatan. Derita dan sakit yang tak berujung selalu hadir didampingi jutaan rasa rindu dan harapan baru.
Mungkin dejavu atau keinginan bawah sadar akan masa lalu dan cerita lama. Kau membencinya hingga kedasar hatimu, kau merindukannya hingga kesisi tergelap hidupmu. Layaknya lentera kehabisan daya, mulai redup menggelapkan setiap sisi hidupmu. Jalan masa depan mulai samar-samar menghilang dari pandangan. Keyakinan diri akan impian mulai pudar, kepercayaan hati nurani akan penghidupan dan kebersamaan lenyap terbawa arus emosi berkepanjangan. Menyisakan penyesalan dan kerinduan teramat dalam. Hingga meninggikan ego untuk sekedar berkata 'hai'. Melukai perasaan paling suci dan memenjarakan keinginan tuk kembali bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Kata Satu Rasa
PoetrySatu kata dapat mengungkap sebuah cerita. Satu kata berjuta makna beribu rasa. Kata mewakili sebuah dunia ide.