14. Nama Asli si Hantu

108 19 28
                                    

"Oh, sialan!" bisik Lidya dramatis sambil melangkah kedepan Shere. "Calum apa-apaan sih kamu?!"

Om Calum hanya tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan dari Lidya, layaknya seorang psiko dalam film bergenre Thriller. Walaupun sebenarnya ketakutan setengah mati, Lidya tahu jika bukan dirinya yang menyelesaikan ini, lalu siapa lagi?

Bocah yang namanya Sherepia itu nggak akan bisa berbuat apa-apa. Sebagai satu-satunya orang dewasa yang masih waras, Lidya merasa bertanggung jawab atas keselamatan Shere dan mungkin kedua temannya yang entah masih hidup atau...

"Tante, sudah ku bilang dia itu kerasukan!" kata Shere dengan logat Bataknya yang kembali muncul. Lidya menengok ke arah Shere sambil mengernyitkan dahi.

"Kapan kamu bilang gitu?"

Shere sudah membuka mulut untuk menjawab namun kemudian kembali menutupnya saat ingat dia belum mengatakan apa-apa pada Lidya soal Calum yang kerasukan. "Oh iya, belum." Shere terkekeh. Lidya memutar mata.

"Gue nggak tahu salah apa di masa lalu sampai pas dapet kesempatan hidup lagi malah di hadepin sama orang-orang nggak guna macem kalian." kata Om Calum - atau dia - sambil berjalan mendekat dengan seringai psikonya. Satu langkah ke depan yang Om Calum ambil sama dengan satu langkah ke belakang yang Lidya dan Shere ambil.

"Maksud kamu?" tanya Lidya yang mulai gemetaran. Ia bisa merasakan kalau mereka sudah kehabisan ruang untuk mundur karena ada kulkas yang menempel pada tembok di belakang mereka.

"Nggak paham, ya?" Om Calum menyimpan peralatan penyekapannya didekat wastafel lalu ia menyandarkan tubuhnya disana. Memandangi Lidya dan Shere yang gemetaran dengan wajah penuh kemenangan. "Harusnya kamu dengerin anak itu sama temen-temennya dari awal." Om Calum menunjuk Shere dengan dagunya.

Lidya menengok pada Shere lalu kembali pada Om Calum dengan wajah super kebingungan. Tentu saja dia akan bingung kalau di hadapkan dengan situasi rumit macam ini.

"Aku," Om Calum menunjuk dadanya, "yang selama ini kamu anggap Calum alias pacar kamu, sebenarnya orang lain." Om Calum terkekeh. Ia mengambil sebuah gelas dari rak piring lalu menyalakan keran dan membiarkan airnya memenuhi gelas itu. Setelah di anggap cukup penuh Om Calum lalu meminumnya.

Dua orang yang berdiri didepan kulkas itu memerhatikan Om Calum dengan wajah memelas. Mereka juga ingin minum. Rasanya sudah ratusan tahun sejak tenggorokan mereka merasakan air dingin untuk yang terakhir kali.

Baik Shere ataupun Lidya sama sekali nggak berani membuka kulkas di belakang mereka. Seolah jika mereka bergerak sedikit saja Calum akan langsung melemparkan pisau-pisau yang ada didekatnya itu.

"Kalau gitu... kamu siapa?!" tanya Lidya yang sudah bisa mengendalikan diri dari rasa ingin membuka kulkas dan meminum semua air didalamnya.

"Aku seseorang dari masa lalu," jawab Om Calum santai sambil melirik mereka dengan jahil, tapi nggak satupun dari Sherepia atau Lidya yang menganggap itu menarik. Perhatian mereka sudah terpecah antar gelas berisi air di tangan Om Calum dan peralatan penyekapan yang ada didekat wastafel.

"Siapa? Soekarno?" tanya Shere sedikit kesal. Om Calum memandang Shere terganggu sebelum menggeleng. "Terus kenapa tak kau beritahu kami langsung siapa nama kau?!"

"Saya bukan orang terkenal," Om Calum menunduk. Ada sedikit sorot ragu-ragu dan tidak percaya diri dalam mata cokelat gelapnya. "Kalian mau tahu nama saya?" tanya dia.

Shere memutar mata dengan super gusar. Untuk apa dia dan Lidya tahu nama roh yang merasuki tubuh Om Calum? Sangat nggak penting, dan sama sekali nggak akan mendatangkan keberuntungan. Tapi saat Shere baru saja akan menyuarakan apa yang ada didalam pikirannya, Lidya menahan Shere.

Om CalumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang