"Ibuuuuuu!" teriak Ayu sambil mendobrak pintu rumahnya lalu berlari kencang kedalam mencari sang Ibu.
"Apa sih teriak-teriak kayak Orang Utan?" Ibunya muncul dari atas tangga dengan wajah khawatir. "Bahkan Orang Utan pun belum tentu bisa teriak."
Apasih jadi ngomongin Orang Utan.
"Ibuk aku mau les!" kata Ayu tiba-tiba, langsung membuat sang Ibu hampir saja terguling saat menuruni tangga. Karena sebelumnya, Ayu paling anti sama yang namanya les-les begitu. Ayu bilang, di sekolah udah belajar selama hampir tujuh jam, terus pas pulang di tambah lagi jam belajarnya. Bisa meledak otak Ayu.
Lagi pula, tanpa les pun otak Ayu bisa di bilang lumayan. Yah, lumayan, asal bisa naik kelas dan lulus.
"Kepala kamu nggak apa-apa kan, Nak?" tanya Ibu yang sudah berhasil menuruni tangga dengan sehat walafiat. "Soalnya kemarin Ibu denger dari Keke kamu sama Shere berantem lagi sampe nyebur empang."
Ayu hampir saja memutar mata, "Ibu pokoknya aku mau les bareng sama Keke!"
Ibu memandang Ayu seolah memang ada yang tidak beres dengan kepala anaknya.
"Ya, Bu?" tanya Ayu meminta persetujuan. Tapi Ibu masih memandang Ayu dengan satu sisi atas bibirnya terangkat.
"Yaudah nanti Ibu tanya dulu ke Tante Vicky," kata Ibu akhirnya lalu pergi ke dapur.
"YASSSS!" teriak Ayu sambil meninju udara. "Pak Calum Ayu datang!"
Ayu langsung berlari ke kamar masih dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Ayu mulai membayangkan pakaian seperti apa yang harus dia pakai di hari pertama lesnya nanti. Biar Pak Calum terkesan, begitu pikir Ayu.
---
Sepulang dari rumah Ibu Victoria Beckham--Bunda Keke--Calum segera membereskan rumah barunya yang masih berantakan. Setelah mengobrol cukup lama dengan Ibu Vicky, mereka memutuskan kalau Les pertama akan di laksanakan di rumah baru Calum. Karena di rumah Keluarga Beckham akan ada arisan.
Calum sebenarnya nggak keberatan mau ngajarin Keke dimana saja. Karena hal terpenting adalah apa yang bakal Calum ajari nanti harus sampai ke otak Keke.
Rumah yang baru Calum beli ini sebenarnya cukup bagus kalau saja cat-catnya nggak mengelupas atau jendelanya nggak menimbulkan bunyi decit yang nyaring saat di buka. Mau nggak mau Calum harus memperbaikinya, dan buat dia semua itu adalah pekerjaan besar. Karena Calum nggak biasa melakukan hal-hal pertukangan.
Rumah ini, oleh pemiliknya dulu, di bangun bergaya vintage. Lantai keramik dan dindingnya, yang di lapisi oleh wallpaper, bermotif kayu. Gorden yang baru saja Calum ganti kemarin pun motifnya bunga. Calum langsung mengasumsikan kalau pemilik rumah ini dulu mungkin adalah salah satu anggota dari Pecinta Alam.
Tapi, selayaknya bangunan yang sudah lama nggak di tempati, rumah itu berhawa sangat dingin dan lembab. Bahkan setelah kepindahan Calum dua hari lalu, kadang Calum merasa kalau seseorang sedang mengawasinya. Ah, tapi mungkin itu cuma perasaan Calum saja.
Sejak menginjakkan kaki di rumah ini, Calum belum sempat beres-beres. Karena; 1. Capek, 2. Males. Makanya, mumpung sedang semangat Calum akan merapikan sebanyak dia bisa.
Calum memulai pekerjaannya dari merapikan ruang tamu, karena itu adalah tempat pertama yang akan orang lihat ketika berkunjung. Calum menggeser satu-satunya sofa yang ia punya, dan sangat nggak cocok dengan gaya vintage, agar lebih merapat ke dinding.
Sudah. Hanya itu yang perlu di lakukan di ruang tamu.
Setelah itu Calum lanjut ke ruang tengah. Ini adalah ruangan yang belum Calum sentuh sama sekali. Makanya pas dia melangkah masuk, debu di lantai langsung beterbangan.
Selayaknya orang baru pindahan, Calum belum memiliki banyak furnitur. Waktu pindah kemarin, dia cuma membawa sebuah kasur, sofa--yang di tempatkan di ruang tamu, lemari pakaian dan satu lampu tidur. Karena apartemennya dulu sudah lengkap dengan perabot, jadi Calum nggak pernah kepikiran untuk membeli perabotnya sendiri.
Dan di rumah yang baru ini, Calum belum punya apa-apa. Tapi Calum boleh sedikit bilang kalau dia beruntung karena pemiliknya dulu meninggalkan beberapa furnitur tua.
Yah, daripada di buang kan sayang.
Mending gue manfaatin biar lebih hemat pengeluaran. Hehe.
Di ruang tengah itu, ada satu lemari kecil yang diatasnya terdapat miliaran butir debu menunggu untuk Calum hirup. Mungkin kalau debu itu bisa ngomong dia bakal bilang, "Alhamdulillah, lumayan bisa ngerasain masuk idung cogan, mana luas idungnya."
Tapi Calum ternyata cukup cerdik untuk menutup hidungnya dengan kaos yang di pakai agar tidak menghirup debu. Dan jika kita arahkan sebuah microfon kesana, kita mungkin akan dapat mendengar butiran-butiran debu tersebut bersorak kecewa.
Calum berusaha mendorong lemari kecil itu ke pojok ruangan, tapi anehnya lemari itu sangat berat, dan Calum hanya bisa memindahkannya sejauh satu sentimeter. Calum penasaran, apa sih yang ada didalam lemari peninggalan itu. Makanya dia memutuskan untuk mengintip kedalam, dan berharap menemukan warisan.
Rejeki mah bisa dari mana aja yekan.
Laci pertama berisi satu keluarga besar kecoa yang sepertinya sedang makan malam. Calum langsung menutupnya sebelum keluarga kecoa itu menyerang dengan air pipis mereka lalu membuat matanya bengkak.
Laci kedua hanya berisi kehampaan seperti hati orang yang baru putus cinta. Dan laci terakhir atau ketiga, dia menemukan sebuah amplop putih. Tanpa ragu Calum langsung mengambilnya. Karena mungkin saja pemilik sebelumnya adalah seorang Bangsawan dan menyimpan surat wasiat untuk yang menemukan surat itu lalu Calum di jadi--Oke, cukup sampai disini.
Isi dari amplop putih itu memang sangat tebal. Tapi nggak cukup berat hingga membuat otot-otot Calum bekerja dua kali lebih keras hanya untuk menarik lemari kecil ini.
Dengan sedikit keraguan dan tangan berkedut seperti orang yang akan menerima duit, Calum membuka amplop itu. Mengintip isinya yang sudah jelas adalah kertas.
Calum mengeluarkan sebuah kertas besar yang di lipat-lipat. Calum hanya melihat kalau permukaan kertas itu di isi dengan tulisan Arab gundul. Karena tidak mengerti Calum kembali memasukkan kertas itu serapih dia bisa. Namun hasilnya malah seperti amplop gaji rusak karena penerimanya kecewa dengan hasil yang ia dapat.
Saat Calum akan menyimpan kembali amplop tebal itu, tangannya meraba sesuatu yang lain di dasar amplop. Calum memastikan lagi kalau yang barusan ia pegang hanyalah kertas. Namun ternyata benda itu lebih keras dan berbentuk lingkaran.
Calum kembali membuka amplop putih itu lalu berusaha mengeluarkan benda tadi. Menjepit kertasnya dengan tangan, dan menggoyangkan amplopnya sebentar. Lalu jatuhlah sebuah cincin yang cukup besar ke lantai dan menimbulkan bunyi denting keras.
Calum menyimpan amplop berisi surat diatas meja lalu berjongkok untuk mengambil cincin itu.
"Bagus juga," gumam Calum sambil mengamati cincin yang penuh dengan ukiran kuno itu. "Lumayan nih, buat pamer." Calum tertawa pada diri sendiri sambil memakainya di jempol. Karena jari lainnya terlalu kecil untuk diameter cincin itu.
Begitu benda itu terpasang sempurna di jempol Calum, tiba-tiba sekelebat potongan-potongan memori memenuhi pandangan Calum; seorang anak remaja yang sedang di bully oleh teman-teman, dua orang dewasa yang sedang bertengkar, seorang wanita yang lehernya di gantung pada seutas tali, dan terakhir adalah sebuah pisau yang tiba-tiba terbang tepat ke arah wajahnya.
Calum bergidik ngeri saat bayangan terakhir menghilang. Semuanya terasa nyata namun tak masuk akal. Tapi satu hal yang benar-benar terjadi setelah itu, Calum mulai kehilangan dirinya dan semua mungkin tidak akan pernah sama lagi.
***
Genks, dapet ga feelnya?
Btw ini cerita banting setir alias, ganti genre. Nggak ada perubahan di 3 bab sebelumnya, karena menurutku belum mengarah kemana2.
Btw (2), thaaaaanks bgt buat Lashtonhemwinaf yg udah mau berbagi ide buat buku ini. 😘
Kritik dan saran selalu terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Calum
Fanfiction[Misteri] [Horor] [Komedi] Di rumah barunya, Calum nggak sengaja menemukan benda yang membuat dia kerasukan arwah yang ngebet ingin hidup kembali. Tiga remaja labil yang awalnya akan menjadi murid Calum ini, mau nggak mau harus membantu Calum mengel...