3. Perjuangan

4.2K 203 2
                                    

"Jodoh itu rezeki... Entah dari mana, entah siapa, entah kapan datangnya..."

"Jadi begini, dalam waktu dekat ini ada pemilihan ketua dan wakil ketua OSIS. Setelah melalui rapat walikelas, dipilihlah kalian sebagai salah satu kandidat ketua dan wakil ketua. Jadi saya harap kalian tidak menolaknya."

Bagaikan jatuh tertimpa tangga pula, Antari harus bekerjasama dengan Adi dalam pemilihan ketua dan wakil ketua OSIS nanti? "Ya ampun, mimpi apa aku semalam." gumamnya dalam hati.

...
...
...

"Jadi, gimana persiapan buat kampanye?" tanya Antari ketus kepada Adi.
"Terserah..." jawab Adi sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya. Antari cemberut melihat kelakuan Adi yang dingin. Kalau bukan karena tugas dari kepala sekolah dan bu Diana, dirinya tentu menolak harus berpasangan dengan Adi. Tetapi, Antari tau harus bersikap sabar menghadapi Adi jika ingin perjuangannya sukses dan membanggakan kelasnya.

"Trus, siapa dari kelas kita yang jadi tim sukses?" tanya Antari menahan sabar.
"Terserah..." jawab Adi lagi. Unsur unsur emosi kembali berkumpul di ubun ubun Antari. Bagaimana tidak, dua pertanyaan pentingnya dijawab sekenanya oleh Adi. Tapi, dia harus bersabar. Bagaimapun juga, kini Adi adalah calon ketua OSIS dan dirinya hanyalah calon wakil ketua OSIS. Oke, mungkin pertanyaan yang ketiga akan dijawab oleh Adi. Begitu harapan Antari. Sambil menahan sabar, Antari bertanya lagi.

"Terus, nanti..." belum selesai Antari bertanya, Antari melihat ada yang ganjal pada Adi. Jalan menuju kelas yang seharusnya lurus, tetapi Adi belok kanan ke arah tempat parkir.
"Adi! Mau kemana?! Itu parkiran! Kelas itu lurus ke sana!" teriak Antari dan berlari mengejar Adi.

"Apasih! Aku tau aku mau kemana." jawab Adi dingin. Tentu Antari merasa bingung. Jam sekolah belum usai kenapa Adi malah menuju tempat parkir?

"Lah? Mau ngapain ke parkiran? Kan belom selesai sekolah..." tanya Antari yang penuh dengan tanda tanya.
"Pulang..." jawab Adi.

"TUNGGU!!! PULANG?!" segera Antari menahan laju Adi. Dilihatnya dengan seksama kondisi badan Adi.
"Kamu sakit?" tanya Antari lagi.

"Apasih bawel. Bosen di kelas." kata Adi lalu menghindar dari tubuh Antari dan melanjutkan jalannya menuju tempat parkir lagi.

"Apa? Pulang sekolah karena bosen? Apa gak salah denger?" gerutu Antari tidak percaya. Jelas saja, sekolah manapun tentu tidak ada yang memperbolehkan muridnya untuk pulang hanya karena alasan 'bosan'.

Adi memanglah bukan anak baru di sekolah ini, tapi dia anak baru di kelas Antari, karena itu Antari tak tau kebiasaan kebiasaan dari Adi. Karena rasa ingin taunya yang besar, Antari pun kembali mengejar Adi.

Antari bertanya pada Adi sambil mencoba menyamakan langkah kaki Adi yang cukup lebar.
"Memangnya sekolah ini punya kakekmu apa, kamu bisa pulang seenaknya?! Ayo kembali ke kelas dan berdiskusi tentang OSIS." ajak Antari lagi.

"Memang." timpal Adi.
"Ha? Apasih? Kamu ngomong apa?" tanya Antari lagi.

Adi yang merasa risih dengan pertanyan bertubi tubi dari Antari pun berhenti. Dia ingin menjawab pertanyaan Antari dengan harapan tidak ada lagi yang mengganggunya.

"Memang. Kakekku mendirikan sekolah ini sebagai hadiah untuk ayahku atas kelahiranku. Berharap aku, cucunya, akan bersekolah disini. Cukup?" jelas Adi.
"Oiya, tentang pemilihan ketua OSIS, datanglah kerumahku nanti malam bersama temanmu. Akan kuperkenalkan tim suksesku. Dan sekarang, biarlah aku pulang dan permisi."

My Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang