1. Calon Imammu

14.8K 379 10
                                    

Kududuk di dalam kamar di atas ranjangku. Kutertegun memandang sebuah kotak putih yang berada dihapanku. Kuterus memandangi dengan rasa ragu dan perasaan berkecamuk di hati. Sebetulnya tidak ada masalah dengan kotak itu. Bentuknya putih bersih dengan ukiran ukiran yang indah walaupun ada sedikit debu di permukaannya. Tapi, hal yang sangat mengganggu pikiranku adalah isi dari kotak itu.

Isinya seperti kain berwarna merah muda dengan secarik kertas diatasnya. Sebenarnya, aku sudah tau kain apa itu. Dan justru karena aku tau, aku menjadi enggan untuk mengambilnya. Hmmm,  yasudah lah kuambil dulu kertas kecil itu. Aku ingin tau tulisan apa yang ada di kertas itu. Setelah aku mengambilnya dengan perlahan, aku pun membuka kertas itu dan membacanya lirih.

"Assalamualaikum anakku. Sudah berapa tahun engkau hadir di dunia. Sudah berapa tahun pula engkau menyandang gelar Islam mu. Tapi alangkah baiknya kita menjalankan syariat syariat Islam secara keseluruhan. Bapak tau keadaanmu, di masa mudamu, pasti banyak godaan godaan disekelilingmu. Tetapi anakku, bapak mohon jika engkau mau menyelamatkan orangtuamu nanti, jalankanlah Islam secara keseluruhan. Mulai dari jilbab yang bapak berikan ini semoga menjadi awalmu untuk hijrah.

Bapak minta maaf karena bapak gak bisa menjaga kamu dan gak bisa melihatmu sampai menikah. Semoga sosok bapak bisa digantikan oleh suamimu yang sholih nanti. Tapi yakinlah nak, bapak menyayangimu dengan seluruh jiwa raga bapak. Semoga engkau menjadi wanita sholihah."

Tak terasa, air mataku mengalir begitu saja. Aku teringat sosok bapak dikala aku masih kecil. Bapak selalu menjagaku, bapak selalu peduli terhadapku, dan yang terpenting bapak selalu memberi nasihat nasihat penting padaku. Tapi, beliau telah tiada sekitar 9 tahun yang lalu.

Tenang, aku bukanlah gadis lemah yang menjadi pemurung saat tertimpa musibah seperti di novel novel. Aku selalu diajarkan oleh orangtuaku untuk menjadi wanita yang kuat dan berprinsip.

Kuusap airmataku dan kucoba ambil kain jilbab itu. Ah iya! Aku tidak tau cara memakainya. Secara, aku selalu memakai kain jilbab bergo yang praktis langsung pakai. Itupun sangat jarang.

Seketika, pintu kamarku terbuka. "Nak, udah dibuka hadiah dari bapak?" ternyata ibuku. Ibuku memang sedikit berbeda denganku.  Beliau adalah orang yang selalu berhijab dengan kainnya yang serba lebar berwarna hitam. Sedangkan aku, memakai jilbab saja dalam setaun tidak sampai melebihi jari jari kedua tanganku.

"Oh? Ibu... Sudah kok bu... Tapi Antari gak bisa cara pakainya." keluhku. Mendengar itu, ibuku bernafas panjang dan mendekat untuk duduk di sampingku.

"Nak, ibu tau sebenarnya hati kamu masih belum pas untuk berjilbab. Tapi nak, satu yang perlu kamu ketahui. Jika jilbab itu dipakai hanya saat hati kita bersih, maka tidak ada satu orangpun yang memakai jilbab di dunia ini. Tapi jilbab bagi perempuan itu sama dengan sholat. Itu sudah kewajiban kita entah hatinya belum bersih ataupun sudah.  Untuk kebaikan, ibu selalu mendukungmu!" jelas ibu.

Mendengar kata kata dari ibuku, sejenak semangat untuk berhijrah muncul menggelora. Memang aku bukanlah orang yang pandai agama, tidak seperti kedua orangtuaku bahkan adikku. Tapi aku mulai menyadari pentingnya belajar agama saat umurku mencapai 17 tahun ini. Aku ingin berhijrah.

"Baik, bu. Antari berusaha." jawabku.
"Nah gitu dong anak ibu harus semangat berhijrah!" kata ibuku menimpali.

"Oiya, sekarang ibu bantu kamu coba pakai jilbab ini dan ikut ke rumah temen ibu, yuk." ajak ibuku sambil tersenyum.  Aku tau maksud ibu untuk mengajakku ke rumah temannya. Ah, ogah! Jadi malas.

"Tapi bu, ini sudah kunjungan ke 9 kali ke masing masing temen ibu. Lagian, hasilnya nihil." kataku.

"Sssttt.. Gausah bantah gitu. Ini demi kebaikanmu lho. Siapa tahu temen ibu punya anak yang cocok buat jadi calonmu. Biar kamu ada yang jaga. Yuk ah, langsung gapake lama. 5 menit lagi ibu tunggu di mobil." pasrah... Aku hanya mengikuti kata katanya untuk segera bersiap saat itu juga.

...
...
...

"Ah ini dia rumahnya. Kita udah sampai, Antari." kulihat di depan terpampang gerbang rumah yang begitu besar dan mewah. Rumahnya tinggi dan lebar dengan desain interior futuristik minimalis. Aku berasumsi bahwa teman ibu kali ini bukan orang sembarangan.

"Wah... Ini bener temen ibu? Sukses ya beliau?" kataku berdecak kagum. "Hihi.. Iya, nak. Tapi inget lho, ukuran sukses bukan dinilai dari banyaknya harta dunia. Tapi apa yang ditabungnya untuk di akhirat."

Sesaat pintu gerbang rumahnya terbuka dengan sendirinya. Mungkin pintu gerbang ini otomatis. Secara, aku melihat disampingnya ada seorang satpam yang hanya berdiri memberi senyuman sambil menekan tombol. Benar benar hebat!

"Hei, Anjani! Sudah lama gak ketemu nih!" setelah turun dari mobil, tiba tiba datang seorang wanita seumuran dengan ibuku berlari kecil menyambut kedatangan kami. Ibuku yang bernama Anjani, dengan berlari kecil pula sigap menghampirinya. "Wah iya ya..  Udah berapa lama."

"Wah siapa gadis cantik ini? Putrimu, Anjani?" tanyanya sambil mengulurkan tangan padaku. "Hehe.. Perkenalkan tante, saya Antari kelas 11 SMA." jawabku sambil menyambut tangannya untuk bersalaman. Kulihat ibuku hanya tersenyum seperti menyembunyikan sesuatu.

Setelah disuruh untuk masuk, kami pun duduk di ruang tamu yang mewah itu. Semuanya serba putih dengan gaya futuristiknya. Setelah itu, mereka pun larut dalam obrolannya yang aku yakini adalah obrolan penuh nostalgia masa masa kuliah dulu. Aku hanya tersenyum saat terkadang mereka menanyaiku beberapa hal.

Beberapa menit kemudian muncul dari balik ruang tamu. Seorang cowok berjanggut tipis dengan baju gamis berwarna putih yang berhenti di atas mata kakinya. Perawakannya tinggi dengan postur tubuh tidak seperti angka 1 bukan pula angka 0.

"Nah, nak! Ini teman mama, tante Anjani. Ini putrinya, Antari. Kenalan dulu, gih." sekarang aku tau, cowok itu adalah anak dari temen ibu.

Aku segera menjulurkan tanganku untuk bersalaman dengan cowok tersebut. Tapi, 1 detik, 5 detik, 10 detik terjadi keheningan diantara kami. Kulihat semua orang berpandangan aneh terhadapku. Kecuali ibuku yang terlihat menahan tawanya. Oh! Sekarang aku ingat bahwa wanita tidak sepatutnya bersentuhan dengan lelaki yang bukan mahramnya. Segera aku menarik tanganku kembali sambil tersenyum gugup.

Disatukannya tangan cowok itu sambil mengarah padaku dan ibuku. "Perkenalkan, saya Ararya Adiraja Wianggara, panggil saja saya Adi." katanya memperkenalkan diri tanpa senyuman sedikitpun. Sepertinya dia orang yang cuek.

Lalu, lelaki itu terlihat melihat jam tangannya yang berwarna hitam dan emas dan kembali bersalaman dengan mamanya. "Maaf tante, sebentar lagi adzan. Saya ke masjid dulu. Mohon pamit, Assalamualaikum..." izinnya dengan sopan.

Dari gaya berpakaian dan tingkah lakunya, sepertinya cowok itu cukup tau tentang Islam. Setelah cowok itu hilang dari pintu rumah, ditariknya tanganku mendekat kearah ibuku. "Bagaimana, nak? Imam-able banget ya!" sambil menaik turunkan alisnya kepadaku. Aku hanya mencoba berkomunikasi dengan ibu melalui mata untuk berhenti bersikap bahwa aku harus dicarikan pasangan sekarang. Secara, aku masih kelas 11 SMA! Aku masih belum siap!
_________

Assalamualaikum readers... Alhamdulillah bertemu lagi dengan author agak geje ini(mengakui).

Dengan cerita baru ini, semoga terhibur ya! Jangan lupa VOTE DAN COMMENTnya ditunggu.

Terima kasih...

My Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang