12♥

1K 128 59
                                    

Nevan masih mematung di tempatnya, pandangannya masih lurus ke depan walaupun Rachel sudah selesai memperkenalkan dirinya di depan kelas. Langkah kaki Rachel sudah hampir mendekati bangku Nevan yang terletak di pojok kelas.

Jujur, jantung Rachel berdetak lebih kencang dari biasanya, badannya tiba-tiba membeku seperti patung es. Dari tempatnya berdiri, Rachel dapat melihat wajah datar Nevan yang tengah memandang lurus ke depan.

Lelaki itu, bagian dari masa lalunya, lelaki yang pernah turut serta mewarnai hari-harinya, lelaki yang pernah mengajarinya tentang apa itu ketulusan.

Rasa canggung, senang, dan rindu tercampur menjadi satu dalam diri Rachel. Canggung karena sudah hampir satu tahun Rachel tidak pernah bertemu Nevan atau sekedar menyapanya lewat jejaring sosial. Rachel cemas, akankah pertemanannya masih bisa berjalan baik seperti dulu kala jauh sebelum ia memutuskan untuk pergi begitu saja.

Senang karena akhirnya setelah sekian lama, ia bisa melihat wajah tegas teman SMP nya itu, Rachel bernapas lega mendapati keadaan Nevan yang terlihat baik-baik saja tanpa dirinya.

Rachel rindu, rindu sosok Nevan yang mampu membuat hari-hari Rachel lebih berwarna dan terlalu berharga untuk dilupakan. Rachel rindu suara gelak tawa Nevan kala sedang bercanda bersamanya, Rachel rindu itu.

Rachel meletakkan tasnya di atas meja lalu bergegas mendaratkan bokongnya di bangku kosong yang ada di sebelah Nevan, "Hai, Van, long time no see, apa kabar?" sapa Rachel lirih, ia tak bisa menyembunyikan ekspresi bahagia nya hingga suaranya terdengar seperti gemetar.

Nevan yang awalnya sedang memperhatikan Bu Ratna langsung menoleh ke arah Rachel yang ada di sebelahnya.

Bukannya menjawab sapaan Rachel, Nevan malah menarik buku paket Bahasa Indonesia ke tengah-tengah meja supaya Rachel bisa memahami apa yang sedang Bu Ratna terangkan di depan sana.

Rachel tertegun melihat respon dari Nevan yang menganggap sapaannya seperti angin lalu. Rachel hanya mendengus pasrah dan memutuskan untuk memperhatikan Bu Ratna yang sedang menerangkan sesuatu.

🌸🌸🌸

"Galen, tungguin, kantin 'kan?" tanya Alika sambil berdiri menghadap Galen.

"Yoi, Al," ucap Galen seraya memainkan kedua alisnya.

"Ky, gue duluan ya." Daffa beranjak dari tempat duduknya dan langsung pergi.

"Woy, monyet!" seru Rifky. "Aelah  dari kemaren dia kenapa dah? Gak peka banget sih, kalo gue itu, selalu nungguin dia."

Alika menoleh. "Lo? Homo ya?"

Rifky langsung melotot mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Alika. "Lo bilang apa tadi?"

"Homo," ucap Alika enteng. "Lo nungguin dia peka kan? Hm, I mean, Daffa?"

"Kemaren, lo bilang gue ganteng. Sekarang, lo bilang gue homo. Mau gue pacarin lo?" tanya Rifky asal.

"Yee, kapan gue bilang lo ganteng?" Alika memutar bola matanya malas sambil bergidik ngeri.

"Nah, itu barusan." Rifky tertawa menang.

Alika melengos lalu segera berjalan mendekati Galen, "Cus, kantin, Len," ajak Alika antusias.

"Eh, eh, tunggu," Rifky bergegas menyusul langkah Alika dan Galen lalu mencekal pergelangan tangan Alika.

Galen langsung menoleh sambil memasang wajah herannya. Di sisi lain Alika hanya bisa mendengus pasrah.

"Gue ngikut ngantin, ya?" Rifky memohon sambil memasang puppy eyes-nya.

Alika bergidik ngeri seraya menarik tangannya dari cekalan Rifky.

Hello Alika!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang