Mentari belum muncul untuk menyinari daratan Jakarta. Tapi itu wajar, sekarang jam dinding kamar Sakha masih menunjukkan pukul 3 lebih 10 menit. Pilot muda ini belum terlelap sejak kemarin dan terus terjaga sambil memainkan game online.
Sakha memutuskan untuk tidak tidur karena ingin bermain game. Setelah permainan pagi ini selesai, dia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju dapur.
Satu tempat yang selalu Sakha lihat ketika memasuki kamarnya adalah lemari kaca berisi diecast pesawat yang ia kumpulkan sejak SMP. Masih ada pemberian terakhir Bapak disana. Sudah lama Sakha tidak membersihkan koleksinya.
Dia menatap satu persatu isi di dalam lemarinya. Setiap burung besi mini yang berdiri kokoh disana punya ceritanya masing-masing. Masih ada pemberian dari Giselle disaat mereka SMA.
Pria ini kemudian pergi ke dapur untuk menggoreng ayam yang akan menjadi santap sahurnya pagi ini. Sambil menunggu minyak di kuali panas, Sakha menatap tiap sudut rumah yang tidak pernah berubah sejak dulu.
Pikiran masa lampau kembali hadir ketika matanya menangkap meja makan yang sering menjadi tempat mengobrol bersama Bapak.
Ketika Sakha duduk di kelas 2 SMP, Bapak pernah berkata
'Manusia diciptakan Tuhan berpasang-pasangan. Pilihlah wanita yang kamu yakinkan bisa menjadi malaikat dari anakmu nanti. Tidak perlu berpacaran, jika memang jodoh tidak akan kemana. Pacaran kalau gak jodoh sama dengan menjaga jodoh orang lain.'
Sakha merasa yakin dengan Feby. Mungkin wanita asal Tanah Melayu Deli ini memang cocok menjadi malaikat dari anak-anaknya.
•
Cuaca Kota Metropolitan siang ini cukup terik. Sakha yang sedang days off berencana untuk mengantar Feby ke Bandar Udara Soekarno Hatta. Feby akan kembali ke Medan lagi.
"Siang Ibu Negara," sapa Sakha ketika Feby memasukkan barangnya di jok belakang. "Siang Pak Menteri," Feby tertawa kecil. Kemudian menutup pintu bagian belakang mobil dan duduk di jok samping Sakha.
"Balik besok, Feb?" Tanya Sakha sambil memakai kacamata hitamnya. Feby menggeleng. "Hari ini, Mas."
"Gue mau bawa adek gue ke Jakarta, Mas. Makanya balik hari ini."
"Kenapa?"
"Bokap nyokap berantem terus."
Sakha hanya mengangguk dan kembali fokus ke jalanan. Dia tahu, tidak sopan mencampuri urusan keluarga orang lain.
•
Mobil Sakha telah terparkir di parkiran Terminal 3 Ultimate Soekarno Hatta. Dan sekarang dia sedang bersama Feby untuk menemani wanita ini check-in. "Kamu gate berapa, Feb?" tanya Sakha kepada Feby yang telah selesai check in.
"13. Ngomong apa barusan kamu, Mas?" Feby histeris. Dia memberikan boarding passnya kepada Sakha. "Kamu gate berapa. Udah deh, berisik tau," Sakha mengulangi perkataannya. Dan Feby tersenyum puas.
"Mas, gue duluan ya," pamit Feby. Dia menatap Sakha seakan menaruh harapan kepada pria ini. Sakha mengangguk. "Hati-hati ya, Feb. Gue doain yang terbaik buat lo," Sakha tersenyum. Feby mengangguk, kemudian berjalan meninggalkan Sakha. Pilot muda ini masih menatap punggung Feby yang perlahan makin menjauh, kemudian hilang dalam keramaian.
Sakha tidak pernah tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya. Dia hanya membiarkan kehidupan berjalan dan mengikuti alurnya. Sakha hanya bisa mencoba menjadi orang yang bermanfaat agar hidup juga baik kepadanya. Hidup memang keras, tapi itu tidak berlaku kepada orang yang selalu berusaha dan berjuang.
•
Sakha menggulung lengan kemejanya sampai siku, memakai kaca mata hitamnya, dan mulai berkendara meninggalkan Terminal 3 Ultimate Soekarno Hatta. Cakrawala terlihat suram, dengan awan hitam mengihasinya. Sakha menduga hujan akan segera turun.
Mungkin ini saatnya Sakha menentukan dengan siapa hatinya pantas untuk berlabuh. Sudah waktunya untuk membangun hidup baru. Dia harus mencoba menjadi lebih dewasa. Meninggalkan kebiasaan bermain game online dan bekerja keras.
Mungkin membangun hidup baru bersama seorang wanita yang akan bersamanya sepanjang hidup tidak bisa terburu-buru. Semua butuh proses. Dan Sakha akan memulai proses itu dari sekarang.
•
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakha's Journey
Fiksi Remaja[Sequel dari My Pride] Menjadi pilot bukan sekedar profesi untukku. Tapi adalah tanggung jawab. Mengantarkan banyak jiwa menjadi kebanggaan tersendiri buatku. Berkelana bersama burung besi mengelilingi langit Indonesia. Ini kisah tentang aku dan mer...