3 Ramadan 1438 H

1.9K 135 5
                                    

03 Ramadan 1438H

Jakarta, 2.34 a.m

27 hari kedepan Sakha harus terjaga lebih dulu daripada mentari. Menyantap santapan pagi lebih cepat dari biasanya. Sakha sanggup menahan lapar dan haus selama 13 jam. Tapi dia tidak bisa menahan kerinduannya kepada Feby yang masih di Medan.

Wanita asal tanah Melayu Deli itu akan kembali ke Ibu Kota hari ini. Sakha mengerti kondisi keluarga Feby sekarang. Tidak mudah menghadapi orang tua yang berbeda pendapat. Sakha belum tahu kabar terbaru Feby.

Pagi ini Sakha pergi ke kosan Kirana bersama Taufan untuk menemani wanita itu sahur. Ia mendengarkan lagu religi sambil menyetir mobil menuju rumah Taufan. Pukul 10 pagi nanti Sakha harus terbang ke Surabaya, kemudian kembali lagi ke Jakarta.

Sakha berniat untuk menjemput Feby di bandara, kemudian mengajak wanita itu berbuka puasa bersama.

"Si Feby mana, Ka?" tanya Taufan yang sekarang memegang kendali mobil karena Sakha malas menyetir. "Pulang ke Medan. Tapi hari ini balik sih, ada masalah keluarga aja," jelas Sakha singkat. "Semoga masalahnya udah kelar ya," ucap Taufan. Sakha mengangguk.

"Lisa gimana, Njay?" Goda Sakha. "Ya gitu deh. Belom ada kode dia," Taufan tertawa kecil. "Ya si kocak, kesian lo, Pan. Sabar yes."

"Eh, lu jangan sok iye deh, awas lu berani sama gua, tampol mulut lu."

"Anjas, lo kek bocah biskuwadh, Pan." Sakha tertawa

Sakha mengetuk pintu kos Kirana sebanyak 3 kali. Kata Taufan, kalau kita mengetuk pintu orang lebih dari 3 kali, yang membuka pintu bukan manusia. Melainkan sesuatu.

Kirana membuka pintu. Wanita ini menyambut Sakha dan Taufan dengan dibalutkan seragam oranye kebanggaan pramugari di tempat mereka kerja. "Pagi-pagi kerja, Mba?" Tanya Sakha sambil melangkahkan kakinya masuk. Kirana hanya mengangguk.

"Flight jam 5 gue, Mas."

"Lo masak apa, Ran?" Taufan melihat ke kompor Kirana yang terdapat wajan di atasnya. "Ayam goreng doang sih. Gapapa kan ya? Enak kok, gue udah nyicip tadi." Kirana berusaha meyakinkan dua orang pria kesepian ini.

"Ini gak lo masukin yang macem-macem kan?" Sakha mengerutkan dahi tanda tak yakin. "Kagak, Mas Sakha."

Sakha masih ingat perasaannya saat pertama kali memakai seragam pilot. Ada rasa bahagia dan bangga. Dewasa ini, Sakha mengenal banyak pribadi muda yang memiliki impian menjadi pilot.

Tapi, tidak semua dari mereka mau berjuang demi mimpinya. Bermimpi memang penting, tapi tidak ada salahnya berjuang untuk impian kita. Hari ini Sakha kembali terbang bersama Kapten Ali. Sekarang beliau telah mahir menggunakan snapchat.

'Mimpi apa gua terbang sama kapten gaul lagi.' Hati Sakha berbicara.

"Pagi, Capt." Sapa Sakha. "Pagi, Ka." Kapten Ali tersenyum kepada Sakha. "Feby apa kabs?" Tampaknya Kapten Ali masih ingat dengan kejadian waktu itu. "Pasti Kapen kebanyakan nonton YouTube nih, pake apa kabs segala," Sakha tertawa.

"Feby udah biasa aja kok, capt."

Pagi ini Feby sudah mengecek semua barang bawaannya yang sudah tersusun rapi di dalam koper. Ibu dan Ayahnya belum bercerai secara resmi. Tapi ayah Feby pindah rumah untuk beberapa waktu. Wanita ini tidak bisa terlalu lama meninggalkan Ibu Kota.

Sekarang dia bersama Fatih duduk di teras. Feby mengerti perasaan Fatih jika mengetahui orang tuanya akan berpisah. "Dek, jalan-jalan yuk? Ebi nanti udah mau balik." Tawar Feby. Fatih menatap kakak perempuannya sesaat. "Ebi jangan pergi." Fatih memeluk Feby erat.

"Ebi jangan tinggalin Fatih. Fatih gak mau ditinggal Ebi. Fatih bosan denger panci di lempar tiap malam. Bang Fernanda selalu pergi tiap malam. Fatih selalu disuruh masuk kamar tiap abis isya. Fatih gak bisa sama mama. Yang Fatih dengar tiap malam cuma suara alat masak dibanting. Papa juga sering marah." Isak Fatih.

Feby terdiam. Tidak ada seorangpun yang memberi tahu hal ini kepada Feby. Sepengetahuan Feby, Ibu dan Ayahnya hanya jarang berkomunikasi. Feby tidak bisa tinggal diam. Mungkin memang sakit mengetahui orang tuanya akan berpisah. Tapi lebih sakit mengetahui keaadan rumah yang sesungguhnya. 

Feby tidak bisa membiarkan Fatih terus berada dalam kondisi ini. Mentalnya akan terganggu.

"Adek, denger Ebi. Nanti sore Ebi balik dulu ke Jakarta. Kakak Kiran kesepian. Fatih tau kan Kakak Kiran, yang sering nelpon Fatih itu. Nanti, kalau Kakak Kiran udah gak kesepian lagi, Ebi janji, Ebi bakal balik ke Medan dan bawa Fatih ketemu Kakak Kiran. Mau kan?"

"Janji?"

"Iya, janji. Fatih gak main sama teman-teman?"

"Gak. Mau sama Ebi."

"Yaudah. Tunggu sini bentar ya, Ebi mau ketemu Bang Fernan."

Feby masuk ke dalam rumah dan mencari Abangnya ini. Dia mendapati Fernanda sedang duduk di kamarnya. "Bang," ucap Feby sambil membuka pintu kamar. "Yap," sahut Fernanda. "Aku mau ngomong," Feby masuk ke dalam kamar Abangnya dan menutup pintu. Ia kemudian duduk di ranjang Fernanda.

"Ngomong apaan?"

"Kau tau gak tiap malam Mama berantam? Pake acara lempar panci."

"What? Aku akhir ini sering ke kos kawanku, ngerjain skripsi."

"Aku denger dari Fatih sendiri. Dia gak boleh keluar kamar siap Isya, dan katanya dia denger alat masak di banting. Aku gak bisa biarin Fatih dalam suasana yang kayak gini terus. Mentalnya bisa terganggu."

"Aku gak bisa marah, Feb. Kau mau bawa Fatih ke Jakarta? Silahkan. Tapi, kau harus ada kalo Mama perlu, kalo dia nelpon kau angkat ya. Mumpung Fatihnya lagi libur sekolah juga. Itung-itung dia sekalian liburan."

"Aku bawa Fatih gak sekarang, Bang. Mungkin 4 atau 5 hari lagi. Aku mohon, kau bisa jaga si Fatih ya."

Halo~ 

Mungkin kalo aku agak2 lama update cerita ini, itu artinya aku lg ngurus urusan lain :v jadi aku ada project gitu, nah di project ini aku butuh banyak orang utk ikutan. Siapa aja bisa jadi ikut. Project ini aku mulai 02 Ramadan 1438 H, hari minggu. Sampai hari ini, aku baru ngumpulin 4 jawaban. 

Ada yg mau bantuin aku lg ga? Kalo ada personal chat kuy :3 projectnya aku masukin YouTube ehehe ... ini buat suatu tujuan mulia. Kalo pgn tau, personal chat aja :D

Sakha's JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang