Sakha
Selesai sahur, gue, Taufan, dan Aksa harus udah cabut jemput Feby dan langsung cabs ke studio foto di Bandung. Niatnya kita pengen fotbar buat kenang-kenangan sebelum Taufan pergi. Kata Taufan, dia pengen nyari bapaknya ke belahan dunia manapun.
Gue ngajak Aksa karna lagi pengen aja. Sedih juga pisah sama si somplak Taufan. Udah banyak banget kenangan sama dia. Taufan udah gue anggap saudara kandung sendiri. Mungkin kalau gue udah tua dan gak terbang lagi, gue mau tinggal di Jogja aja sama orang tua gue.
Perpisahan dengan Taufan bikin gue inget sama Ray. Udah lama banget gue dan Ray gak ketemuan. Rencananya lebaran tahun ini dia mau ke Indonesia, walaupun Ray gak lebaran, tapi dia pengen ketemu gue katanya. Ray request gue yang jemput dia ke Jerman. Tapi gak bisa, gue belum ada jadwalnya.
Gue terkadang bangga sama diri gue sendiri ketika ngeliat pax keluar pesawat dengan wajah bahagia. Itu artinya gue bisa nganterin banyak jiwa ke tempat tujuan mereka. Gue sering ngeliatin pax dari kokpit, kan ada jendelanya tuh, jadi bisa ngeliat dong.
Hidup itu tidak boleh memanfaatkan orang atau dimanfaatkan orang. Tapi harus bermanfaat bagi lingkungan dan orang banyak.
Karena bahagia bukan soal harta dan penampilan. Tapi tentang bagaimana kamu berguna untuk lingkungan sekitarmu. Jika kamu dapat bermanfaat bagi orang banyak, percayalah, kebahagiaan akan datang dengan sendirinya.
•
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakha's Journey
Teen Fiction[Sequel dari My Pride] Menjadi pilot bukan sekedar profesi untukku. Tapi adalah tanggung jawab. Mengantarkan banyak jiwa menjadi kebanggaan tersendiri buatku. Berkelana bersama burung besi mengelilingi langit Indonesia. Ini kisah tentang aku dan mer...