Malam ini gue datang ke apartemen Taufan buat ngambil gundam pesanan gue. Beberapa hari lalu, gue beli gundam sama kakaknya Taufan yang jual mainan.
Setelah dari apartemen Taufan gue langsung cabut ke rumah. Sebelum pulang, gue beli cemilan. Besok hari terakhir gue terbang sama Feby dan yang lainnya. Setelah itu gue libur.
Rencananya lusa gue pengen ke Bandung, mau ketemu sama Dana, temen SMP gue. Mau ngajak Gio dan Farah juga, tapi gak enak sama Giselle. Mungkin gundamnya bakal gue rakit nanti aja. Soalnya gue masih capek dan gak mood.
Setelah ganti baju, mandi, dan sholat, gue tiduran. Ada pesan dari Arif, teman game online gue sejak SMP, dia ngajakin turnamen hari ini, jam 11 malam di warnet langganan kami. Tapi gue tolak karna lagi males aja.
Gue duduk di pinggiran jendela sambil memandang bar gue yang masih 2. Gue bersyukur banget bisa dapat kerja di maskapai impian gue. Gue pernah denger, katanya banyak orang yang setelah lulus sekolah pilot, tapi malah jadi pengangguran. Gue selalu doa, usaha, dan bersyukur. Semua kerja keras yang udah gue lakuin gak sia-sia.
Menjadi yatim piatu bukan membuat gue patah semangat karena gak punya orang tua yang selalu mendukung anaknya. Setidaknya gue punya Kakak dan teman-teman yang tetap ada buat gue apapun kondisinya.
Gue selalu bersyukur bisa terlahir di dunia. Itu artinya gue harus melakukan suatu hal yang berguna buat dunia. Mungkin menjadi pilot adalah salah satu cara agar berguna untuk dunia. Hidup ini luar biasa.
•
6.00 a.m
Seragam udah lengkap, gue udah cakep, barang-barang udah siap, tinggal nunggu jemputan aja. Setelah jemputan datang, kita langsung cabs ke Terminal 3 Ultimate kesayangan. Di dalam jemputan ada Feby yang mukanya belipet kaya perut si Taufan sebelum kurus.
"Napa dah lo, Feb?" Gue nyenggol siku Feby pelan. "Sakit." Feby cuma bersandar di bahu Arin. Jadi, posisi duduknya, gue di kiri, Arin di tengah, dan Feby di kanan. "Ceilah, sok sakit lo. Geli gue," gue berusaha bercanda.
"Paan sih, orang lagi sakit juga."
"Jutek amat sih," gue mengalihkan pandangan ke ponsel gue. Gak ada yang menarik untuk di lihat selain storynya Kapten Ali dengan filter anak gembala kesukaannya. Beliau buat 10 story snapchat dengan filter anak gembala semua. Ajib ga tuh?
"Mas," Arin memanggil gue pelan. Gue langsung ngeliat ke dia dan memasang muka 'ya, ada apa?'
"Feby emang beneran sakit," dia masih ngomong dengan pelan. "Sakit apa?" Gue kaget. Rasanya bocah ini masih seneng-seneng aja, deh. Kemarin dia masih teriak-teriak di aisle pesawat sebelum pax boarding.
"Tadi aku sempet dipesenin sama Kirana buat jagain dia. Kata Kirana, tadi, jam 1 pagi, Feby sempet bilang kakinya sakit banget."
Mati gue.
Pasti ini karna ulah gue kemarin iseng gangguin si Feby. Dan gue harus tanggung jawab. Gue gak mau dicap bajingan karna udah ngelukain cewek dengan sengaja. "Feb, gue anterin ke dokter ya," gue nawarin Feby. Dia diem aja. Ngelirik gue pun enggak.
"Kalo gue mau ke dokter, gue bisa sendiri kok."
Gue kicep. Gak berani ngomong lagi. Judes amat Feby. Dan gue diketawain Anisa dan Risa dari belakang. Mereka seakan-akan bilang, 'sukurin lo, Ka. Dimarahin Feby, kan'
▪
Sakha masuk ke dalam kokpit dan melihat Kapten Ali sedang memainkan snapchat. Setelah menyapa Kapten Ali, Sakha bersiap untuk terbang. Sementara Sakha sibuk di kokpit, ada Feby yang duduk tidak bersemangat di kabin.
"Feb, gimana kakinya?" Risa datang membawa air putih dan memberikannya ke Feby. "Ya gitu deh, mba," Feby menerima air putih dari Risa dan meminumnya. "Pake ini dulu, Feb," Risa memberikan krim panas.
"Hot in cream?" Tanya Feby.
Risa mengangguk. "Dari Mas Sakha, pake aja dulu, Feb. Kamu masih kuat berdiri kan?" Ternyata Sakha bukan pilot bejad yang suka php-in pramugari. Dia masih punya hati. Walaupun sedikit.
Feby menerima krim panas dan memakainya. "Saya ke galley dulu, ya." Izin Risa. Feby mengangguk. Feby kira Sakha hanya pura-pura peduli. Ternyata tidak. Sakha baik.
Feby kenal Kartika, Kakak Sakha, mereka pernah beberapa kali terbang bersama. Tapi Kartika tidak pernah cerita kalau adiknya adalah seorang Pilot. Feby tau Sakha dan kartika adalah saudara ketika Sakha bercerita.
Menyesal rasanya telah mengira Sakha laki-laki bangsat yang melukai wanita. Sakha adalah pria yang baik.
•
7.00 p.m
Pesawat telah landing di Solo dan semua penumpang sudah turun. Tadi juga ada yang sempat berfoto dengan Sakha dan Kapten Ali. "Capt," panggil Sakha. "Saya?" Kapten Ali menyahut dan melihat Sakha. "Enggak jadi, deh." Suasana kembali hening.
Sekarang Sakha, Kapten Ali, Feby, Risa, Arin, dan Anisa tengah menunggu jemputan yang akan membawa mereka ke hotel.
"Capt," panggil Sakha lagi. Kapten Ali memberhentikan kegiatan membuat story dengan filter anak gembala kesukaannya dan menanggapi Sakha. "Kenapa, Ka?"
"Enggak jadi lagi deh, capt,"
"Kenapa sih, Ka? Kep kap kep mulu. Tapi gak jelas. Kamu kenapa?" Kapten Ali mengantongi ponselnya dan merangkul Sakha. "Nanti aja deh, capt."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakha's Journey
Teen Fiction[Sequel dari My Pride] Menjadi pilot bukan sekedar profesi untukku. Tapi adalah tanggung jawab. Mengantarkan banyak jiwa menjadi kebanggaan tersendiri buatku. Berkelana bersama burung besi mengelilingi langit Indonesia. Ini kisah tentang aku dan mer...