Masa Kecil

2.2K 137 2
                                    

"Bentar lagi puasa dong," kata Sakha sambil menatap ponselnya yang menampilkan kalender. "Wiih, asik. Gue mau teraweh di Mesjid, terus mau main petasan," sambung Taufan bersemangat. "Kayak bocah lo, Pan. Tapi boleh juga sih," Sakha setuju.

Sekarang Sakha dan Taufan sedang berada di kafe yang sering Sakha kunjungi bersama Gio saat mereka masih SMA.

"Dulu ya, Ka, gue sering main sama temen-temen selesai Teraweh, kita keliling kampung naik sepeda sambil bawa obor. Terus kalo udah mau lebaran, kita naik mobil pick up Pak RT keliling kampung sambil takbiran. Beberapa hari sebelum lebaran, gue disuruh bantuin nyokap bikin ketupat, biasanya bude, pakde, sama sepupu gue dateng ke rumah. Tapi Ayah enggak, haha. Kalo lo gimana?"

"Lo hidup taun kapan dah, Pan? Listrik apa belom masuk gitu? Pake obor segala?"

"Ya udah masuk sih, tapi kan seru aja pake obor gitu. Lo cerita juga dong."

Sakha kemudian menceritakan masa kecilnya kepada Taufan. Dulu, saat Sakha masih kelas 2 SD, setiap pulang shalat Tarawih, dia menjemput Ray di rumah sobatnya ini naik sepeda, kemudian mereka pergi ke lapangan untuk bermain bersama anak-anak yang lain.

Warga di sekitar tempat tinggal Sakha memiliki kepercayaan yang berbeda, tapi mereka tetap akur. Biasanya, walau berbeda kepercayaan, tetangga Sakha sering membantu ibu untuk menyiapkan makanan saat beberapa hari sebelum Hari Raya Idul Fitri. Hari kedua lebaran, biasanya Ibu mengadakan open house. Dan banyak tetangga Sakha yang datang.

Pilot muda ini sangat merindukan masa-masa itu. Saat dimana keluarganya masih lengkap. Sungguh menyenangkan bisa lebaran bersama orang tua. Sakha tidak tahu bisa pergi ke Yogyakarta dan lebaran bersama keluarga besarnya atau tidak.

Atau mungkin dia menghabiskan waktunya di udara.

"Berarti di lingkungan lo Bhineka Tungga Ika, dong," komentar Taufan setelah mendengar cerita Sakha. Pemuda itu menangguk. "Iya. Antar tetangga udah kayak saudara sendiri," Sakha jadi teringat mama Ray yang sering ia berikan bunga.

"Kalo tempat gue mayoritasnya puasa semua." Kata Taufan. "Jadi lebaran ini lo dimana, Pan?" Tanya Sakha. "Semarang kayanya. Gue mau cuti. Pengen kumpul sama keluarga. Lo?" Tanya Taufan balik. "Gue gatau deh. Paling ke Yogyakarta atau lebaran sama Kartika, entah juga gue lebaran bareng Pax, gatau deh."

"Cuti aja, Ka. Kunjungi bapa emak lo. Mereka pasti kangen sama anaknya." Saran Taufan. "Liat nanti deh, Pan. Gue gatau juga. Mungkin gue cuti. Tapi tanya si Kartika."

"Gue suka waktu masih kecil. Biasanya cuma jatoh dari sepeda, palingan cuma lutut yang berdarah, terus lukanya bisa sembuh. Gak kayak sekarang, jatuh hati, terus patah hati, dan lukanya susah buat sembuh," ucap Sakha sambil memandangi interior kafe ini."

"Iya. Kadang jatuh hati itu random aja. Gak bisa milih. Terus tiba-tiba sakit hati. Itulah kenapa gue rada cuek sama followers Instagram gue yang cewek. Kadang gue bisa secara tiba-tiba suka sama followers cewek gue. Dan sering gue stalk, eh gataunya udah punya pacar."

"KASIAN LO ANJIR! HAHAHA." Sakha ngakak. Sebenarnya ini bukan tindakan yang baik menertawakan Taufan yang haus kasih sayang. "Eh, jangan macem-macem lo, entar gue gaplok lo," canda Taufan. Pembahasan siang ini membuat Sakha terbang ke masa lalunya lagi.

"Pan, gue mau balik. Lo ikutan gak?"

"Ngapain lo?"

"Mau ketemu Feby. Ikut?"

"Duluan aja, gue mau nunggu Lisa,"

"Lisa siapa?"

"Gebetan. Udah sana pergi, sana ketemu Feby," usir Taufan.

Sakha menyusuri jalanan Ibu Kota yang padat ini. Melewati tiap perempatan dan berhenti ketika lampu lalu lintas berwarna merah. Hal ini dia lakukan hanya demi Feby kesayangan. Dan pada akhirnya Sakha sampai di depan kosan Feby. Dia duduk di dalam mobil sampai Feby datang.

Tidak perlu waktu lama untuk menunggu Feby. "Mau kemana, Mba?" Tanya Sakha ketika Feby masuk ke dalam mobilnya. "Kemana aja. Bosen di rumah. Kirana pergi sama Gahari," jelas Feby. "Lo gak pergi sama Afandi?" Canda Sakha.

"Apaan pergi sama dia. Males gue," Feby mendadak jutek. "Lah, kenapa tiba-tiba jutek, Mba?" Sakha bingung. Feby menggeleng pelan. Kemudian mengalihkan pandangannya ke layar ponsel.

Sakha tidak ingin bertanya lebih banyak. Dia mengerti dan segera menjalankan mobilnya entah kemana. "Lo lebaran dimana?" Sakha mencairkan suasana. "Gatau. Paling ke Medan."

"Kamu kalo puasa di Medan ngapain aja?" Tanya Sakha yang pandangannya masih terfokus ke jalan. Seketika kepala Feby menoleh ke Sakha, matanya membulat. "Eh? Kenapa? Gak boleh nanya?" Sakha terkejut.

"Boleh. Ba-barusan lo manggil gue 'kamu'?" Feby seakan tidak percaya. "Yaelah. Iya gue manggil lo pake kamu. Udah jawab aja ngapa."

"Ya gue di Medan paling teraweh, naik odong-odong sama anak kampung sana. Asmara subuh, main petasan, sotr, apa lagi yak, sama bantuin tante jualan bukaan."

Sotr: sahur on the road

Sakha's JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang