90°

6.4K 351 7
                                    

Giselle dan Sandra duduk di sebuah meja yang berada di pojok ruangan. Mereka saat ini sedang berada di cafè langganan Sandra yang berada tak jauh dari sekolah. Niat awal untuk bercengkrama memudar perlahan. Sandra terlihat sibuk dengan makanannya sambil menatap Giselle tajam. Objek yang sedang ia perhatikan malah tak menatap Sandra balik. Giselle hanya terfokus pada lembar halaman 73 buku fisika yang sedang ia baca. Sandra tidak hanya menunggu semenit untuk membiarkan Giselle menuntaskan bacaannya pada halaman itu. Ia hampir menunggu selama 15 menit, tetapi Giselle belum juga mengganti halaman bukunya.

"Ini beneran lo atau gue lagi halusinasi?"

"Ya Tuhan, kamu udah nanya 10 kali dengan pertanyaan yang sama, San. Aku beneran Giselle!" jawab Giselle gemas.

"Abis lo aneh sih, gak biasanya bawa buku pelajaran pas lagi nongkrong. Dapet pencerahan dari mana?" Sandra mengambil kentang goreng milik Giselle seenaknya. Giselle langsung menghadiahinya jitakan.

"Pencerahan dari rumput yang bergoyang," jawab Giselle asal.

"Ah lo mah gak serius!"

"Ya pencerahan dari mana lagi, San? Ya dari lampu atuh!"

"Sel, lo lupa kalau di sini gak ada lampu?" tanya Sandra seraya menunjuk ke arah langit-langit café yang memang tidak memiliki lampu.

Sang pemilik café memang lebih suka menyalakan lampu saat malam hari, itu juga hanya lampu portable yang tak cukup untuk membuat pelanggan dapat melihat posisi garpunya.

"Aku lagi mau ngebuktiin sama seseorang kalau aku bisa dapet nilai ujian bagus," jawab Giselle.

"Maksud lo seseorang itu si om-om yang lo bilang mesum waktu itu?"

Giselle mengalihkan tatapannya dari bukunya ke arah Sandra. "Waktu itu aku cuma becanda kok, dia aslinya gak mesum. Cuma nyebelin aja."

"Emangnya dia nyuruh lo belajar sampai segila ini?" tanya Sandra dengan nada protektif. Wanita itu memang selalu ingin tahu segala hal mengenai kehidupan sahabatnya, bahkan sampai hal terkecil sekalipun.

"Ya enggak sih. Dia emang nyuruh aku belajar, tapi kalau sampai belajar mati-matian kaya gini sih tekat aku sendiri."

"Jadi lo lakuin semua ini cuma buat ngebuktiin ke si om itu?"

Giselle mengangguk lalu menyeruput kopi susunya. Sandra menyangga dagunya dengan kedua tangannya. "Terus apa yang lo rasain saat dia pergi sekarang?"

"Ya biasa aja," balas Giselle yang mulai lelah menjawab semua pertanyaan Sandra. Baginya pertanyaan itu adalah pertanyaan tanpa poin. Sekalipun ia menjawabnya, ia tidak akan mendapat nilai apapun.

"Biasa aja atau sedih?"

"Sedih? Kenapa harus sedih?" Giselle tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun dari bukunya sedikitpun. "Aku sedih banget, San. Tapi aku gak tau cara ngomongnya ke kamu. Semoga kamu ngerti," batin Giselle.

"Emangnya lo gak kangen?"

"Enggak," balas Giselle berusaha setenang mungkin.

Sandra mengambil buku yang sedari tadi menjadi pusat perhatian Giselle. "San, apa-apaan sih? Aku kan lagi belajar."

"Lo lagi bohong ke gue, kan?"

"Enggak, aku gak bohong."

"Lo gak pinter bohong, Sel. Ayo ikut gue," Sandra menarik tangan Giselle keluar dari café.

Lagi-lagi Giselle ketahuan. Kadang-kadang Giselle bingung kenapa Sandra bisa mendeteksi kebohongannya semudah itu. Sandra membawa Giselle ke sebuah taman di pinggir kolam ikan.

My Aviator [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang