145°

5.9K 299 3
                                    

Hujan turun begitu deras bahkan diiringi dengan lantunan petir yang menggelegar. Giselle langsung terbangun saat sebuah gemuruh hebat memasuki alam bawah sadarnya. Ia mengelus dadanya untuk menenangkan dirinya sendiri. Pandangannya menjelajah ke seluruh penjuru ruangan tempat ia berada. Ruangan itu begitu asing, ia tidak ingat bagaimana bisa ia sampai di tempat itu. Perasaan takut mulai menghantui hatinya.

"Kamu sudah bangun?"

Lagi-lagi Giselle terkejut, ia tidak menyadari kalau pintu kamarnya baru saja terbuka dan memunculkan seseorang yang membuat dirinya merasa lebih tenang. Giselle yang lupa untuk memberikan jawabanpun akhirnya mengangguk walaupun agak terlambat. Reza menghampiri Giselle dan duduk di sampingnya. Wajah pria itu terlihat lelah dan lesu, namun ia tetap tersenyum kepadanya.

"Kok aku bisa ada di sini, Gleen?"

"Kamu gak ingat?" tanya Reza dengan sebelah alis terangkat.

Giselle mencoba mengingatnya tetapi tak ada satupun jawaban yang terlintas dalam pikirannya. Rasanya seperti ada kenangan yang hilang dalam kepalanya. "Aku gak ingat, bisa kamu menceritakannya? Bukankah aku sedang bersama om Hansel tadi?"

"Ya itu benar. Kau pasti lupa karena begitu ketakutan akan kejadian tadi," balas Reza membuat Giselle semakin bingung. Masalahnya adalah ia tidak mengingat kejadian apapun yang membuatnya ketakutan. Sedikitpun ia tidak dapat ingat.

"Kejadian apa?"

"Aku tidak bisa mengatakannya, aku tidak mau kamu histeris lagi," Reza menarik Giselle hingga bersandar pada dadanya. Ia mencium puncak kepala Giselle dengan lembut.

"Katakan saja, aku akan baik-baik aja," Giselle tersenyum, meminta Reza agar menyelesaikan teka-teki yang membayanginya. Ia begitu penasaran, tetapi juga takut.

"Sebenarnya..."

"Sebenarnya?" tanya Giselle yang tak sabar menunggu jawaban dari kekasihnya.

"Sebenarnya tadi Hansel berusaha merampas kesucianmu."

Ucapan Reza membuat Giselle tak bergeming. Ingin rasanya Giselle menampik pernyataan itu, tetapi permasalannya ia tidak mengingat apapun juga. Tetapi mustahil jika Reza berbohong kepadanya, lagipula kenapa ia harus berbohong kepada kekasihnya sendiri?

"Kamu gak lagi bohong atau becanda kan, Gleen?"

Reza menatap Giselle tak suka. "Apa aku ini adalah seorang pembohong di matamu? Tentu aku gak mungkin berbohong. Aku sendiri yang menyaksikannya dengan mataku, pria itu benar-benar hampir melakukannya."

Ada rasa kecewa dan sedih yang terselip di hati Giselle. Hatinya menolak untuk percaya, tetapi logikanya setuju dengan pernyataan Reza, Reza tidak mungkin berbohong kepadanya.

"Maaf, aku gak bermaksud seperti itu," Giselle menyentuh jemari Reza. Dahinya sedikit mengkerut saat melihat bercak darah tipis di sana, tetapi ia mengabaikannya.

"Kamu percayakan sama aku?" Reza menautkan jemarinya dengan milik Giselle. Matanya tak pernah berhenti menatap manik indah Giselle yang selalu bersinar untuknya.

"Ya, aku percaya."

"Kalau begitu jangan bertemu dengan pria bernama Hansel lagi. Kamu seharusnya membenci dia, dia hampir merusakmu. Aku di sini hanya ingin melindungimu dari pria brengsek itu."

"Aku akan melakukannya, lagipula aku juga tersiksa saat bersama om. Kami selalu bertengkar seperti kucing dan anjing. Dia selalu mengejekku kalau aku salah tapi ia sendiri tidak mau diejek. Sungguh menyebalkan. Aku akui dia cukup baik karena..."

"Cukup!" potong Reza dengan sedikit membentak. Dari wajah pria itu terlihat jelas bahwa ia tidak menyukai ucapan Giselle tadi. "Untuk apa bercerita panjang lebar seperti itu? Kamu seharusnya tidak usah mengingat semua itu lagi. Aku juga gak mau mendengarnya."

My Aviator [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang