Prolog

10.5K 202 8
                                    

Nothing...Nothing...

Seorang gadis berkali-kali menggelengkan kepala, semakin lama semakin lemah dan akhirnya ia tertunduk lesu. Jemarinya masih tetap berada di atas keyboard, layar laptopnya menyala dan menyisakan puluhan email yang tampaknya belum ia periksa. Ketika gadis tersebut masih larut dengan perasaannya, ponselnya yang ia letakkan di atas keyboard laptop bergetar dan dalam sekejap ia menengadahkan kepala, secercah harapan terpancar dari sorot matanya yang tampak kembali bercahaya. Dengan cekatan ia membuka pesan singkat yang ia terima, dan entah sudah yang keberapa kalinya ia kembali menunjukkan mimik wajah datar, tanpa ekspresi. Masih tak ada.

[Two Month Later]

Jalanan sore itu masih sangat basah, tetesan sisa air hujan sejam lalu juga tampak membasahi daun dan ranting pohon karet yang tumbuh rapat di kanan-kiri jalan setapak menuju sebuah gedung kuliah. Beberapa orang tampak lalu lalang, ada yang masih memakai payung, menutup kepalanya dengan buku dan tangan, ada juga yang berlarian seolah takut kalau hujan akan turun lagi. Satu-dua orang sesekali tampak berbisik2, menoleh sekilas, kemudian berlalu dengan cepat, padahal objek yang mereka perhatikan tak mungkin menyadari jika ia sedang diperhatikan.

Seluruh tubuhnya tampak gemetar, payung yang sedari tadi dipegangnya sudah terbang entah ke mana. Pakaiannya yang masih basah kuyup tak ia pedulikan juga, tangannya sibuk menutupi wajah, mencoba menyembunyikan sisa-sisa tetesan air mata yang tak kunjung berhenti. Beberapa menit tadi, saat hujan masih turun, tetesan yang mengalir di pipinya hanya terlihat samar, namun kini ketika hujan tak lagi ada, ia tak mungkin membiarkan air mata terlihat. Perlahan-lahan gadis berbaju biru muda itu bangkit berdiri dan mengusap matanya yang masih sembab. Ia melihat sekeliling untuk mencari payung yang tadi tak sengaja terkena tiupan angin dan lepas begitu saja saat ia tak bisa lagi menahan tangis kemudian jatuh terduduk di jalanan. Matanya tertuju ke satu titik di mana payungnya teronggok, masih dalam keadaan terbuka. Gadis itu terlihat sedikit meringis ketika ia mulai berjalan. Dengan sedikit tertatih ia memungut payungnya dan dengan sigap melipatnya meski masih basah. Matanya yang tampak masih berkaca-kaca melihat jam tangan, berharap jam kuliah belum lewat, namun harapannya kandas, kelasnya telah lewat hampir 20 menit. Sore ini, entah sudah yang keberapa kalinya, ia melewatkan kelas seni lukis. Mungkin bukan hanya kelas seni, kelas-kelas lainnya juga seringkali terlewati dua bulan belakangan ini.

Jalan Menuju Jodoh [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang