"Akhirnya selesai juga ya ujiannya."
Naya meregangkan badan di kursi tempatnya duduk. Sinta, Zia, dan Naina mengangguk bersamaan. Mereka tengah duduk di kantin Fakultas sebelah, menunggu pesanan makan siang.
"Abis ini ke Detos yuk."
Sinta melontarkan ajakan yang langsung disambut senyum gembira oleh teman-temannya. Semenjak beberapa minggu menjelang ujian, mereka memang tidak sempat hang out. Meskipun letak mall sangat dekat dengan kampus dan bisa ditempuh dengan jalan kaki, namun bayang-bayang tugas dan presentasi yang menumpuk membuat mereka tidak berminat bermain di luar. Hampir lima belas menit menunggu, pesanan mereka datang. Fuyung hai, gado-gado, sate ayam, dan nasi timbel. Kali ini mereka bisa menikmati makanan kesukaan masing-masing dengan tenang.
****
Pancar mengaduk-aduk es milo yang ada di depannya. Sesekali ia mengangkat kepala, mengamati segerombolan gadis yang sedang mengobrol seru, lima meja di depannya. Suasana kantin siang ini lumayan ramai. Untungnya ia masih bisa mendapatkan tempat di pojokan dekat pintu keluar. Kali ini ia tidak memakai topi. Rambut ikalnya yang sudah agak lama tidak dipangkas membuatnya sedikit menutupi dahinya. Kemeja abu lengan panjang yang digulung hingga ke siku ditambah jeans abu pudar yang ia kenakan, membuatnya tampak seperti mahasiswa di kampus ini.
Kedua sudut bibirnya tertarik sedikit ke atas, menampilkan seulas senyum samar. Hatinya terasa hangat saat mendapati gadis semampai berbaju kuning gading yang kini tengah mengobrol bersama teman-temannya itu tersenyum, sesekali tertawa, menampakkan deretan gigi putihnya. Seharusnya seperti ini. Meskipun Pancar tak dapat menampik jika masih tersisa gurat kesedihan di raut wajah gadis itu, namun senyuman dan tawa yang ditampilkannya hari ini membuatnya terlihat sedikit ceria. Dan Pancar menyukai ekspresi wajah ceria itu.
****
"Ke foodcourt yuk."
Sinta berjalan di depan mendahului teman-temannya. Masing-masing dari mereka menenteng kantong plastik, barang-barang kebutuhan sehari-hari. Mereka baru saja keluar dari Hypermart di lantai lower ground mall ini.
"Pakai eskalator, atau lift?"
Sinta menunjuk segerombolan orang yang tengah mengantri di depan lift.
"Eskalator ajalah, sambil lihat-lihat."
Naina berkata cepat. Ia paling malas jika harus berdesak-desakan di dalam lift. Untung saja teman-temannya mengiyakan ajakannya. Mereka berjalan beriringan sambil sesekali tertawa, melihat kiri kanan, berharap ada baju, sepatu, tas, atau barang-barang lain yang bagus dan sedang diskon.
"Gue mau makan es krim. Eh, atau beli yang paketan sama waffle aja? Lo pada mau nggak?"
Naina berjalan ke counter yang menjual dessert di tengah foodcourt. Temannya mengikuti di belakang. Rupanya mereka sepakat untuk makan waffle, karena harganya ramah di kantong dan rasanya juga cukup enak. Naya menambahkan es teler ke dalam daftar pesanan mereka. Dengan langkah santai mereka menuju tempat duduk di dekat sound sistem, tak jauh dari counter dessert. Selain terdapat sofa yang nyaman, biasanya mereka memang memilih tempat duduk itu karena ingin menikmati alunan musik yang diputar oleh manajemen mall.
Baru saja mereka duduk ketika sebuah lagu mengalun pelan.
'Seberapa pantaskah kau untuk ku tunggu,
Cukup indahkah dirimu untuk selalu ku nantikan
Mampukah kau hadir dalam setiap mimpi burukku
Mampukah kita bertahan di saat kita jauh...
Seberapa hebat kau untuk ku banggakan,
Cukup tangguhkah dirimu untuk selalu ku andalkan, ohhh...
Mampukah kau bertahan dengan hidupku yang malang, woho...
Sanggupkah kau menyakinkan di saat aku bimbang...[Chorus]
Celakanya
Hanya kaulah yang benar-benar aku tunggu,
Hanya kaulah yang benar-benar memahamiku,
Kau pergi dan hilang ke mana pun kau suka
Celakanya
Hanya kaulah yang pantas untuk kubanggakan,
Hanya kaulah yang sanggup untuk aku andalkan,
Di antara pedih aku slalu menantimu.Seberapa hebat kau untuk kubanggakan,
Cukup tangguhkah dirimu untuk selalu ku andalkan... ohh...
Mampukah kau bertahan dengan hidup ku yang malang oh...
Sanggupkah kau menyakinkan di saat aku bimbang...[Bridge]
Mungkin kini kau t'lah menghilang tanpa jejak,
Mengubur semua indah kenangan,
Tapi aku slalu menunggumu di sini,
Bila saja kau berubah pikiran ohhh... heyyy... heyy'Seberapa Pantas-Sheila On 7. Lirik lagu yang begitu dalam, membuat Naina tertegun. Tanpa bisa dilarang, ingatannya kembali kepada Faris. Ini kali kedua mereka berada di momen seolah 'putus' tanpa penjelasan dari masing-masing pihak. Mengapa selalu seperti ini? Naina menggeleng. Tidak bisa menemukan alasan yang tepat. Seperti lirik lagu yang ia dengar, meskipun Faris sering menghilang sesuka hati, namun saat ia tiba-tiba muncul kembali, entah mengapa Naina tidak punya keberanian dan kekuatan untuk menolaknya. Ia akan jatuh di tempat yang sama, membiarkan hatinya jatuh bebas ke dalam rengkuhan Faris.
Zia mencolek lengan Naina. Dari tadi sahabatnya itu termenung, sibuk dengan pikirannya. Bahkan ia tidak mendengar ketika Zia mengatakan bahwa Naya sedang mengunggah foto mereka berempat ke akun facebook. Dan saat Zia mengatakan hal tersebut, Naina hanya mengangguk. Tidak ada pertanyaan kapan foto itu diambil, meskipun ia tidak menyadarinya.
Naina tersentak dari lamunannya. Ponsel yang bergetar di dalam saku celana membuatnya sadar sepenuhnya. Dikeluarkannya ponsel tersebut. Sebuah pesan masuk rupanya. Naina membukanya, dan matanya membelalak. Mimpikah ia saat ini?
****
Pancar masih menyandarkan tubuhnya di dinding dekat bioskop, tak seberapa jauh dari foodcourt tempat Naina dan teman-temannya tengah hang out saat ini. Sebuah ponsel jadul terlihat menempel di telinganya.
"Satu lagi ya, Bro. Tercipta Untukku-Ungu."
Matanya memejam saat berbicara di telepon. Tampak sekali ia tengah tersiksa dengan keadaan yang saat ini dialaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Menuju Jodoh [Completed]
General FictionNaina adalah seorang mahasiswi sebuah kampus ternama di daerah Depok. Ia hanyalah seorang mahasiswi polos yang berusaha menjalani hari-hari semasa kuliahnya dengan baik. Pergi ke kampus setiap hari dan mengerjakan setiap tugas. Kehidupannya berjalan...