Jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Naina belum juga memejamkan mata. Sejam lalu ia dan Zia sudah menyelesaikan laporan untuk praktikum esok hari. Zia sudah tertidur pulas di sampingnya. Naina menimang ponsel yang ada di tangannya. Ia memikirkan perkataan Zia tadi tentang jodoh. Dan ingatannya kembali ke masa setahun silam, saat Faris pertama kali menyatakan perasaan suka padanya.
"Aku yakin yang ada dalam mimpiku itu kamu, Na. Berkali-kali aku memimpikan orang yang sama, dan itu kamu."
Naina berkali-kali membaca pesan yang masuk ke ponselnya. Ia dan Faris memang lebih sering berkomunikasi lewat pesan singkat dan email. Sesekali Faris meneleponnya.
"Aku percaya ada mimpi yang menyiratkan arti khusus. Tapi seharusnya aku juga memimpikan hal yang sama dong kalau memang kita jodoh, seperti yang kamu bilang."
Faris sebelumnya memang meyakinkan Naina bahwa mereka berjodoh, salah satunya dengan adanya pertanda, mimpi Faris. Naina enggan meyakini ucapan Faris, namun usaha laki-laki itu yang intens setiap hari menanamkan pemikiran tersebut ke dalam pikiran Naina, membuatnya menyerah juga dan akhirnya memilih memercayai konsep jodoh menurut Faris.
"Tapi kita belum pernah bertemu, Faris. Dan aku tidak pernah menjalin hubungan dengan laki-laki sebelum ini."
Sekali lagi Naina mencoba menolak ajakan Faris yang mengajaknya menjalin hubungan jarak jauh.
"Apa kamu tidak menyukaiku, Na? Dan tidakkah kamu menyadarinya, sejak pertama kali aku mengenalmu, kamu sudah mencuri sebagian hatiku."
Naina menghela napas. Pertahanannya runtuh. Jujur saja, dalam hati ia tidak menyangkal jika perasaan suka terhadap laki-laki yang sudah dikenalnya sejak masih duduk di bangku SMA itu ada. Meskipun cara mereka kenal bisa dibilang unik. Mereka penah bertemu, di sebuah event perlombaan. Namun Naina yang memang pembawaannya cuek terhadap laki-laki pasti tidak menyadarinya. Lain halnya dengan Faris yang memang sudah tertarik dengan Naina sejak awal ia melihatnya. Sejak itulah Naina menganggap bahwa mereka belum pernah bertemu, karena Naina mereka belum pernah melihat Faris.
"Aku takut dengan hubungan jarak jauh, Ris. Bagaimana kalau masing-masing dari kita berbohong?"
Meskipun setiap menantikan pesan-pesan dari Faris jantungnya selalu berdetak lebih cepat, namun Naina sesungguhnya sangat bingung. Ia takut menerima perasaan Faris, tetapi di sisi lain ia juga takut kehilangan laki-laki yang selama ini selalu memberikan perhatian padanya, meskipun hanya dari jauh.
"Kita bisa mencobanya, Na. Bagaimana bisa tahu berhasil atau tidak kalau kamu tidak berani memulainya? Dan selama kita saling jujur, pasti semuanya akan berjalan lancar."
Itulah akhir pergumulan batin Naina. Pertanyaan menohok yang diajukan oleh Faris membuatnya menyingkirkan berbagai macam pertanyaan dan ketakutan yang berkecamuk dalam benaknya. Naina hanya perlu mencoba hingga nanti tahu hasilnya.
Hubungan mereka berjalan lancar selama hampir sepuluh bulan, hingga akhirnya dua bulan lalu tiba-tiba Faris menghilang dan susah dihubungi. Bukan ia tidak bisa dihubungi sama sekali. Naina tetap dapat mengirim pesan ke nomor Faris, namun laki-laki yang mengaku menyayanginya itu tidak membalasnya.
"Belum tidur, Na?"
Suara Zia yang terdengar agak serak menyeret ingatan Naina kembali ke masa kini. Naina menggeleng.
"Belum ngantuk."
Jawaban pendek Naina membuat Zia berhenti bertanya.
"Aku memikirkan ucapanmu, Zia. Apa benar ya aku dan Faris tidak jodoh?"
Zia tersenyum memandang wajah sahabatnya yang tengah galau. Ia heran, bagaimana mungkin perempuan dengan nalar kuat dan pemikiran logis seperti Naina ini selalu saja lemah jika sudah membahas masalah perasaan dan laki-laki.
"Aku tak tahu, Na. Tapi yang aku percaya, jodoh itu adalah sebuah misteri. Datangnya kadang tidak bisa kita tebak dengan jalan seperti apa."
Naina terdiam lama hingga akhirnya ia melakukan sesuatu.
'Maafkan aku jika terus mengganggumu. Aku cuma ingin tahu apakah kamu baik-baik saja. Semoga kamu bahagia dengan apa yang kamu jalani saat ini. Mungkin memang lebih baik kita menyudahi perasaan yang menyiksa ini, Faris.'
Tangannya dengan mantap memencet tombol send. Naina tidak pernah tahu jika keputusannya saat ini nantinya akan membuatnya terjebak ke dalam perangkap yang sama, berkali-kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Menuju Jodoh [Completed]
General FictionNaina adalah seorang mahasiswi sebuah kampus ternama di daerah Depok. Ia hanyalah seorang mahasiswi polos yang berusaha menjalani hari-hari semasa kuliahnya dengan baik. Pergi ke kampus setiap hari dan mengerjakan setiap tugas. Kehidupannya berjalan...