Part 22

1.6K 61 0
                                    

Naina mematut dirinya berkali-kali di depan cermin. Ia termasuk perempuan yang tidak suka memakai make up. Biasanya ia hanya memakai pelembab wajah, bedak, dan lipstik warna natural. Ia dianugerahi bulu mata panjang dan lentik, serta alis mata yang tebal, jadi rasanya tidak perlu menambah sentuhan make up lagi di wajahnya. Hari ini ia akan menemui Faris. Mereka berjanji untuk bertemu di FIB, setelah Faris menyelesaikan urusan administrasi terkait ujian masuk program magisternya. Naina memang tidak menemaninya di sana untuk mengurus administrasi, karena sudah ada teman Faris yang kebetulan adalah mahasiswa Fakultas tersebut.

Setelah memastikan penampilannya rapi, Naina mengambil tas bahu warna merah maroon dan keluar kamar. Sebentar lagi semester baru akan dimulai, namun kampus tidak seramai biasanya. Maklum saja, karena untuk daftar ulang mahasiswa lama bisa dilakukan secara online, jadi banyak mahasiswa yang memilih untuk menghabiskan masa liburannya dengan tidak pergi ke kampus.

Naina baru saja turun dari bus kampus saat matanya menangkap sosok yang ia kenal. Ia berjalan agak cepat untuk mencapai orang tersebut.

"Nugi.... Hai."

Yang dipanggil tampak menghentikan langkah dan menoleh. Nugi tersenyum lebar saat mendapati Naina berjalan ke arahnya. Apa yang dilakukan Naina di Fakultasnya? Nugi bertanya dalam hati.

"Ngapain di kampus?"

Naina bertanya lebih dulu. Ia sudah berada di sebelah Nugi.

"Ada urusan dikit ini, Na. Kamu sendiri ngapain di sini? Mau makan siang?"

Nugi tahu dari cerita Naina kalau gadis itu suka makan di Kansas, Kantin Sastra, yang ada di Fakultasnya. Memang makanan di sini terkenal enak-enak dengan harga yang cukup terjangkau dibandingkan di Fakultas lain.

"Nggak. Eh, iya sih, mau makan juga."

Nugi melirik sekilas gadis yang ada di sampingnya. Ada rona kemerahan di wajahnya. Dan Naina tampak tersenyum-senyum sendiri.

"Kenapa kamu, Na?"

Nugi tidak bisa menahan untuk tidak bertanya. Naina tiba-tiba menghentikan langkahnya. Seketika Nugi mengikuti apa yang baru saja dilakukan Naina. Dan mereka kini berdiri berhadapan. Nugi mengerutkan kening saat melihat senyum terkembang di bibir Naina.

"Aku mau ketemu seseorang."

Nugi yakin saat ini ia melihat Naina tersipu malu. Siapakah yang akan ditemui Naina? Apakah orang yang spesial? Nugi memang tidak tahu kalau Naina sedang menjalin hubungan dengan Faris. Selama ini Naina tidak pernah bercerita tentang Faris kepadanya. Belum sempat Nugi menanyakan siapa orang yang akan ditemui Naina, sebuah panggilan terdengar.

"Naina."

Baik Nugi maupun Naina menoleh bersamaan. Nugi mengerutkan kening, sedang Naina terlihat gugup.

"Ah, Faris. Maaf aku belum mengirim pesan kepadamu. Aku baru saja tiba di sini dan kebetulan ketemu Nugi."

Nugi memandang seorang laki-laki yang kini berdiri di hadapan mereka. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi gembira. Alis mata tebal yang hampir menyatu membuat wajah itu terlihat kejam. Apa hubungan Naina dengan laki-laki ini?

Saat menyadari ada kecanggungan di antara mereka, Naina segera mengeluarkan suara.

"Oh ya, aku belum mengenalkan Faris padamu kan, Gi?"

Tidak ada tanggapan yang keluar dari mulut Nugi maupun Faris.

"Ris, ini Nugi, kakak kelasku waktu SMA. Dan, ini Faris, Gi. Pacarku."

Suara Naina terdengar pelan saat menyebut kata pacar. Sesaat tetap tidak ada tanggapan dari kedua laki-laki yang tengah berdiri saling berhadapan di samping Naina tersebut, hingga akhirnya Naina memaksa mereka untuk saling berjabat tangan. Mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh Naina, meskipun sama-sama terlihat enggan.

"Baiklah. Aku duluan ya, Na."

Nugi akhirnya mengundurkan diri dan memilih pergi. Sementara Faris memandangi punggung laki-laki yang sedang berjalan ke arah salah satu gedung di Fakultas tersebut. Lalu ia menoleh, menatap Naina.

"Yakin hanya kakak kelas?"

Nada bicara Faris terdengar lain di telinga Naina, dan membuatnya salah tingkah. Ia tahu kini Faris tengah menatapnya tajam. Entah mengapa, setiap kali Faris marah kepada Naina, ia merasa terintimidasi.

"Sebenarnya kami cukup dekat. Tapi ya gitu, rumit. Dan itu dulu, Ris. Sekarang kami hanya teman. Bahkan kami baru bertemu di kampus ini sekitar dua bulan lalu."

Faris tetap menatap Naina dengan pandangan menyelidik. Terlihat gadis itu memainkan jari-jari tangannya, terlihat jelas sedang gugup. Dan Faris tidak percaya sama sekali dengan ucapan Naina.

"Yuklah Ris, kita makan. Aku kan janji mau kasih tau tempat makan sate dan teh tarik yang enak di sini."

Naina berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Faris masih tetap diam, tidak bersuara. Namun ia tetap mengikuti saat Naina lebih dulu melangkah menuju kantin.

****

Pancar duduk di bangku batu yang ada di depan gedung utama Fakultas ini. Sedari tadi ia memperhatikan setiap gerakan dan ekspresi wajah Naina. Ia harus berusaha keras untuk menahan agar kakinya tidak bergerak mendekati Naina saat Faris menatapnya tajam dan membuat gadis itu ketakutan. Pancar menghela napas dalam, sebelum ia mengeluarkan ponsel dan menempelkan di telinga setelah menekan beberapa tombol.

"Sedang menikmati drama, Boy?"

Sapa orang di seberang membuat Pancar muak. M tidak salah apa-apa. Ia hanya menjalankan tugas sesuai pekerjaannya. Tetapi mengapa kini Pancar membencinya karena M telah menempatkannya pada posisi yang sulit?

"M, I'm finish now."

"What??"

M terdengar shock.

"Kamu bicara apa, hah?"

"Sepertinya aku memang mencintainya, M."

Pancar memencet tombol di ponselnya lalu mematikan sambungan tanpa menunggu lawan bicaranya mengatakan apapun.

Jalan Menuju Jodoh [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang